worried

882 89 2
                                    

Suara petir saling bersautan satu sama lain, mengahantarkan rasa khawatir pada hati seseorang, resah.

'kemana dia?' Batinnya saling bersautan, entah kapan berakhir.

prangg~

suara pecahan sesuatu yang jatuh mengubah suasana semakin mencekam, Jungkook, namja tampan yang sedang resah itu terlonjak kaget, pigura yang menampilkan sosok yang dikhawatirkannya itu bertemu dengan lantai dan sudah tidak berbentuk lagi, ditambah dengan suara dering telpon genggamnya yang tiba tiba, untung saja si tampan tidak punya riwayat penyakit jantung.

Jimin is calling you ..

'hallo? chagi, kau kemana saja?'
'tolong siapapun anda, pemilik handphone ini mengalami kecelakaan, keadaannya terlihat buruk'
'NE? APA MAKSUDMU? DIMANA DIA?'
'sebaiknya anda ke BigHit Hospital sekarang, ia memanggil nama Jungkook daritadi, kau tau itu siapa?'
'nugu?'
'Jungkook'
'itu aku, aku segera kesana, kamsahamida'
'ne, palli, jebal'

Jungkook menutup sambungannya, hatinya berkecamuk, bingung, marah, sedih, kecewa, runtuh. Semua karena seorang Jeon Jimin.

Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, sampai di tujuan ia langsung memakirkan mobilnya di sembarang tempat, berlari memasuki rumah sakit, mencari seorang Jeon Jimin.

'apakah ia korban kecelakaan? jika benar maka ia masih berada di emergency room tuan' kata seorang perawat saat Jungkook menanyakan dimana Jimin.

'entahlah, tapi terimakasih' lalu Jungkook berlalu begitu saja, menuju Emergency Room tempat malaikatnya berada, mungkin.

Ia bingung, takut. Apakah malaikatnya akan bertahan? Apa yang terjadi jika tidak? Jungkook bahkan tidak sanggup memikirkannya. Hidup tanpa Jimin? Wah, Jungkook bisa gila, atau ikut menyusul Jimin adalah kemungkinan terindahnya, ya indah, semua yang berhubungan dengan Jimin, dan bagaimana ia bersamanya indah, sekalipun itu kematian.

"Jungkook-si?" panggil seseorang.
"ne?" jawab Jungkook menoleh.
"jadi kau yang bernama Jungkook?" tanya seseorang itu.
"ne, kau siapa?" tanya Jungkook.
"aku yang menghubungimu tadi, Kim Seokjin"
"dimana istriku?" tanya Jungkook tiba tiba pada Seokjin, raut cemas tercetak jelas di wajah tampannya.
"calm down, Jungkook-si, istrimu sedang di tangani dokter, berdoalah untuk yang terbaik, istrimu kuat" kata Seokjin menenangkan Jungkook.

Mata Jungkook sudah mulai memerah, menandakan sebentar lagi seorang Jeon Jungkook akan mengeluarkan air matanya, untuk malaikatnya.

Dokter berjas putih itu keluar dari ruang ER, langsung berhadapan dengan Jungkook dan Seokjin.

"anda keluarga pasien?" kata dokter.
"iya dok, saya suaminya, bagaimana keadaan istri saya?" kata Jungkook berdiri di hadapan sang dokter.
"he's fine, dia hanya shock dan mendapat beberapa luka yang cukup dalam tapi masih bisa ditangani -dokter itu menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya - tapi maaf, saya tidak bisa menyelamatkan bayi kalian" kata Dokter tersebut.
"BAYI? maksud dokter?" tanya Jungkook.
"istri anda sedang hamil, baru 2 minggu, saya tau ini aneh, fakta dimana namja mengandung, tapi istri anda namja yang istimewa, rahim adalah salah satu anugrah yang ia miliki" Dokter tersebut menjelaskan, tanpa sadar Jungkook mengeluarkan air mata lagi.

"Namjoon-ah, sebaiknya kau persilahkan dia masuk, aku yakin dia ingin melihat istrinya" kata Seokjin yang sedari tadi berada di sebelah Jungkook.
"ne, kau boleh masuk, tapi jangan berisik, istrimu dalam pengaruh obat bius" kata dokter yang bernama Namjoon itu.
"kamsahamida" kata Jungkook sembari membungkuk lalu masuk ke ruangan dimana Jimin masih menutup matanya.

Pemandangan yang pertama kali Jungkook lihat adalah tubuh lemah malaikatnya, terkulai kaku diatas ranjang pasien, masih bertarung untuk kesadaran, wajah putih halus seperti bayi, mata yang tertutup, hidung mungil favorit Jungkook, dan sebuah candu bagi Jeon Jungkook, bibir yang penuh seorang Jimin, wajahnya damai, namun kedamaian itu malah membuat Jungkook semakin berada dalam rasa tidak nyaman, takut malaikatnya terlalu damai, kalian tau maksudnya, takut Jiminnya merasakan damai terlebih dahulu, bukan Jungkook tidak mau Jimin merasa damai, namun Jungkook tidak mau Jimin merasakan damai dengan menutup mata dalam waktu panjang, atau mungkin selamanya, bisa saja kan Jiminnya bertahan dalam kedamaian itu? Kemungkinan itu ada kan? namun Jungkook tau malaikatnya kuat, tidak mungkin meninggalkan dirinya sendiri.

"Jimin, chagi, irreona" kata Jungkook sambil memegang tangan Jimin dan sesekali mengelus pipi gembul Jiminnya. Jungkook kembali meneteskan matanya, melihat kekasih hatinya lemah membuat ia menjadi lemah juga.

Terbesit sekilas peristiwa sebelum kejadian ini, dimana Jimin memohon untuk bisa pergi ke rumah eommanya, berkata 'hanya sebentar, aku akan baik baik saja', dan 'Kookie tidak perlu khawatir', namun bisakah sekarang Jimin mengatakannya lagi? Mengatakan bahwa ia baik baik saja. Sebenarnya bukan Jungkook tidak mau memberi izin, tapi Jungkook tau malaikat mungilnya ini sedang sakit, jadi tentu saja ia tidak mau Jimin pergi kemana mana tanpanya, namun bukan Jimin namanya kalau tidak dapat membuat seorang Jeon menerima permintaannya, Jungkook sebenarnya ingin sekali mengizinkan Jimin pergi, namun ia ada pertemuan yang tidak bisa ia lewatkan, jadi tidak bisa mengantar Jiminnya, namun Jimin bersikeras bahwa ia akan pergi sendiri, dan ya, Jungkook mengizinkan.

"jika aku tau, aku tidak akan membiarkanmu pergi sendiri, aku tidak akan membiarkanmu keluar rumah bahkan untuk 1 menitpun, betapa bodohnya aku sehingga aku membiarkanmu pergi, mianhe Jimin-ah" Jungkook terus merapalkan kata maaf, bodoh, dan sayang.

hampir 3 jam Jungkook menunggu, ia tetap tidak menemukan tanda tanda Jimin akan membuka matanya, namun ia tidak lelah menatap Jiminnya. Sesekali air mata berhasil lolos dari maniknya. Menunjukkan betapa berharganya mahluk dihadapannya sekarang.

.
.
.
tbc

hai, aku bingung mau lanjutin ff ini atau engga, aku takut ff ini ngebosenin gimana yaa ..

menurut kalian lanjut atau engga? comment ya hehe

saranghae💓

jikook'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang