This is fiction.
Setting on 2016.
-
Ini adalah cerita lama yang terpendam di laptop hingga berjamur, lalu dirombak habis-habisan. Bila tidak ada kendala akan update chapter terbarunya setiap dua hari sekali.(('You can call me, Ara.'))
***
2016
…..
Setiap anak pasti menginginkan terlahir dalam keluarga yang utuh, tak hanya utuh dalam jumlah anggota keluarga dengan adanya ibu, ayah dan anak-anaknya, tetapi juga utuh dalam perhatian, kepedulian, keharmonisan, dan utamanya adalah kasih sayang. Tak semua keluarga itu utuh, pasti ada saja segelintir keluarga yang mengalami keretakan di dalamnya dan mau tak mau terkadang anak lah yang menjadi korbannya. Tentu saja tidak ada satupun orang yang mau keluarganya mengalami keretakan bahkan hingga kehancuran, namun apa daya bila orang-orang terpenting yang seharusnya menjadi penyokong kekokohan dalam keluarga justru menaruh bom yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan kehancuran yang tak terelakkan.
Kehancuran itu pun yang nantinya akan menimbulkan permasalahan dalam psikis anak-anak mereka. Mungkin dari luar mereka akan tampak kuat dan baik baik saja, tapi siapa yang tahu bila di dalam diri mereka terjadi pergejolakan batin hingga merusak mental dan mengubah kepribadian mereka. Trauma berkepanjangan pun akan dirasakan mereka.
Mutiara Zevanna, itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya yang kemudian tertera di akte kelahirannya, ia kerap dipanggil Ara oleh orang-orang di sekelilingnya. Ia adalah anak bungsu dari 2 bersaudara dan sejak lahir Ara sudah memiliki segalanya, bisa dikatakan ia berasal dari keluarga yang berada. Tetapi, hanya satu yang tak ada sejak ia kecil yaitu kasih sayang. Apa lah artinya harta dan barang mewah jika kedua orang tuanya hanya memedulikan pekerjaannya? Apa lah artinya rumah megah bila rasanya begitu hampa dan seolah tak berpenghuni? Tak apa bila tidak berasal dari keluarga yang berada atau sederhana asalkan kasih sayang selalu ada.
Rumah megah itu tampak sepi meski di dalamnya dihuni oleh banyak orang. Orang yang dimaksud bukanlah keluarganya, melainkan para pekerja yang biasa mengurus rumahnya. Sebetulnya, Ara sudah muak berada di rumah yang besar dan mewah tapi justru lebih seperti kuburan yang begitu sepi. Ara iri melihat kehidupan teman-temannya di sekolah, yang setiap akhir semester ketika pembagian raport orang tuanya selalu menyempatkan waktu untuk mengambilkan raport anaknya. Sedangkan dirinya? Dari dulu hanya sendiri, jikalau harus dengan wali pasti itu salah satu pekerja di rumah yang ia paksa untuk menjadi walinya.
Amira selaku mama kandungnya adalah seorang model yang mengharuskannya selalu melakukan pemotretan di luar kota hingga keluar negeri. Adi—papa Ara ialah seorang pengusaha terkenal dibidang property yang selalu menghabiskan waktunya dengan pekerjaan. Begitu pula dengan Gibran—kakaknya, waktunya hanya habis terpakai untuk bergelut dengan pekerjaan sampai-sampai melupakan waktu untuk mencari pendamping hidup. Setidaknya itulah yang Gibran contoh dari kedua orang tuanya yang selalu beranggapan materi adalah sumber kebahagiaan. Materi berlimpahlah yang diperlukan kedua orang tuanya untuk membahagiakan dan memenuhi segala keperluan anak-anaknya, sampai-sampai mereka abai bahwa materi yang selama ini mereka kejar justru menjauhkan orang-orang terkasih mereka. Bahwa sejatinya yang menjadi tolak ukur kebahagiaan keluarga bukanlah materi berlimpah melainkan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontradiktif
Teen FictionMutiara Zevanna. Gadis mungil yang suka berkendara dengan kecepatan yang cukup tinggi. Motornya selalu melesat secepat kilat. Matanya selalu menatap garang apa apa yang ada dihadapannya, tanpa rasa takut sedikit pun. Dibalik perangainya yang selalu...