Di minggu pertama mungkin Ara dapat datang ke sekolah tepat waktu dan mengikuti proses belajar-mengajar, walaupun ia lebih sering tidur dan tidak memperhatikan guru-guru yang tengah menyampaikan materi. Lalu, di minggu berikutnya ia kembali mengulang kebiasaan buruknya yaitu datang terlambat dan masuk kelas sesukanya. Di hari berikutnya kembali membolos pelajaran yang selalu diikuti Raja. Ara semakin terusik dengan keberadaan Raja yang selalu mengikutinya, kecuali bila ia ke toilet.
Guru-guru di sekolah yang sempat berfikir bila Ara akan berubah pun menepis praduganya itu. Bagi mereka Ara anak yang sudah sangat-sangat bermasalah dan tidak akan mungkin bisa berubah dengan sunguh-sungguh. Tak hanya gurunya, teman-teman sekelasnya pun berfikiran seperti itu bahkan mereka semakin memandang gadis itu sebelah mata dan menjaga jarak dengannya seakan Ara itu adalah sarang penyakit menular yang sangat mematikan.
Ara menatap jam di handphonenya sudah pukul 08.45 dan dia baru sampai di sekolah. Pak Danar yang kembali melihat Ara masuk ke ruang BP pun sudah tidak aneh lagi. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun sang guru menyuruhnya keluar.
Ara tak beranjak dari tempatnya, dipandanginya pak Danar yang sedari tadi memijat pelipisnya.
"Saya tidak dikasih hukuman, pak?"
Pertanyaan Ara mengalihkan perhatian pak Danar, ia berdeham kecil. "Kamu minta dihukum?"
Ara mengangguk pelan. "Iya, karna saya terlambat."Pak Danar mengkibas-kibaskan tangannya di udara menyuruh gadis itu untuk segera pergi dari ruangannya, pria paruh baya itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis di depannya. Untuk pertama kalinya gadis itu justru meminta dihukum disaat ia pun sudah kewalahan menanganinya karena setiap hukuman yang diberikannya tak pernah membuat gadis itu jera.
"Hukum saja pak seperti biasanya." Ucap Ara.
Pak Danar menghela nafas pelan. "Hukumanmu masuk kelas dan belajar yang benar, jangan berulah!" tangkas pak Danar lalu meninggalkan gadis itu sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ara keluar dari ruang BP dan langsung memasang headphone di telinganya. Langkahnya terasa ringan saat hendak menuju ruang kelasnya, namun di persimpangan koridor ia berpapasan dengan Andre CS. Andre tersenyum miring saat melihat seseorang yang ia temui, namun gadis itu tak menghiraukannya dan melengos pergi begitu saja. Andre melangkah lebar-lebar dan menghalau jalan gadis itu.
Gadis itu mendelikkan matanya tak suka. "Minggir."
Andre tak beranjak secenti pun.
Lelaki di belakang mereka mempercepat langkahnya, ia menarik tangan Ara dan membawa gadis itu pergi menjauh dari gerombolan Andre CS. Andre menahan tangan Ara yang satunya lagi, mau tak mau langkah lelaki itu terhenti. Ditatapnya Andre dengan amarah yang sedari tadi ditahannya.
"Lo ngga bisa bawa dia pergi. Gue masih ada urusan sama dia." Ucap Andre penuh penekanan.
Raja maju beberapa langkah membuat tubuh besarnya menutupi Ara. Raja memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, ia mengangkat dagunya dengan angkuh. "Silahkan bicarakan urusan lo sama dia depan gue."
Rahang Andre mengeras matanya menatap Raja tajam. "Lebih baik lo pergi dan jangan ikut campur."
"Urusan dia adalah urusan gue juga. Lo cari masalah sama dia sama aja lo cari masalah sama gue."
Andre tersenyum miring. "Lo siapa dia hah?!"
"Gue pacar dia."
Mata Ara membeliak rasanya ia ingin memukul wajah lelaki itu dan mengeluarkan sumpah serapah agar ia tersadar dari dunia khayalannya. Tak lama setelahnya Ipul dkk datang dan menghadang Andre CS. Raja menarik tangan gadis itu, membawa gadis itu ke tempat yang dirasanya cukup aman. Ara melepaskan cekalan tangan Raja dengan kasar, tentu saja itu membuat Raja berhenti melangkah dan langsung menatap gadis itu penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontradiktif
Teen FictionMutiara Zevanna. Gadis mungil yang suka berkendara dengan kecepatan yang cukup tinggi. Motornya selalu melesat secepat kilat. Matanya selalu menatap garang apa apa yang ada dihadapannya, tanpa rasa takut sedikit pun. Dibalik perangainya yang selalu...