Hukuman

24 13 3
                                    


2016
…..


Ara duduk dengan tenang, sesekali ia bersiul. Di depannya sudah ada pak Danar selaku guru BP yang tengah memandangnya bosan, pria paruh baya itu menghembuskan nafas kasar. Belum ada seminggu pria itu memberikan hukuman untuknya, dan sekarang ia harus memberikan hukuman lagi untuk orang yang sama. Pak Danar sudah bosan menghukumnya, semua hukuman yang diberikannya tidak sedikitpun memberikan efek jera untuk Ara, yang ada gadis itu justru semakin gencar membuat ulah. Pria paruh baya itu sudah kehabisan cara dan akal untuk membuat Ara berubah dan menjadi siswa yang patuh terhadap aturan yaaa setidaknya membuat gadis itu bisa berpenampilan lebih rapih.

Penampilan gadis remaja itu bisa dikatakan sangat jauh dari rapi. Ara selalu memakai seragam semaunya, sesuka hatinya. Ara selalu mengenakan kaos dibalik baju seragamnya dan membiarkan baju seragamnya itu tidak dikancing. Lengan seragamnya pun selalu ia gulung. Tatanan rambutnya selalu diurai dan dibiarkan berantakan. Sedangkan peraturan di sekolah adalah mewajibkan para siswi yang tidak berkerudung untuk menguncir rapih rambutnya dan Ara melanggarnya. Ara juga tidak pernah memakai dasi, ataupun gesper. Gadis itu terkadang mengenakan celana jeans ke sekolahnya, atau hanya mengenakan kaos tanpa baju seragamnya dibalik jaket kulitnya. Gadis itu selalu bertindak dan bersikap sesukanya, membuat para guru di sekolahnya sudah angkat tangan dalam menghadapi Ara. Satu per satu guru di sekolahnya pun lebih memilih untuk membiarkannya dari pada setiap hari harus tekanan batin.

Ara mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti alunan musik dari headphonenya. Pak Danar yang geram melihatnya, melepas secara paksa headphone Ara dan menyitanya.

Ara menatap Pak Danar jengkel. “Balikin, pak.”

Pak Danar membetulkan letak kacamatanya. “Lama-lama habis kesabaran saya untuk menghadapi siswa macam kamu! Di sekolah kerjaannya hanya berulah, dan membolos. Kamu ini sudah kelas 12, masa penentuan untuk lulus tidaknya kamu nanti! Apa tidak bisa sekali saja kamu mengikuti pelajaran dengan baik? Bersikap dengan baik serta mengikuti peraturan sekolah?” ucap pak Danar.

Ara duduk bersandar dengan tangan yang menyilang di depan dada. Pria paruh baya di depannya membanting headphone Ara.

“Sekarang kamu ke lapangan basket! Bersihkan lapangan beserta tribunenya hingga bersih, lalu kembalikan bola basket yang ada di lapangan ke ruang olahraga. Dan setelah itu kamu lari mengelilingi lapangan basket sebanyak 100 kali!” ucap pak Danar dengan nada suara lantang.

Ara bangkit dari tempat duduknya, ia mengambil headphone miliknya yang tadi dibanting oleh pak Danar lalu beranjak pergi meninggalkan ruang BP. Sepeninggalan gadis itu, pak Danar memijat pelipisnya pelan sembari beristigfar dalam hati.

***

Lelaki bermata hitam itu berjalan sembari membawa buku kumpulan soal SBMPTN ditangan kanannya, dan tangan kirinya membawa sebotol aqua dingin. Sebelumnya, lelaki itu sudah pergi ke perpustakaan untuk belajar namun sudah tidak ada lagi bangku kosong yang tersisa sehingga ia memutuskan untuk mencari tempat lain yang sepi untuk belajar. 

Langkah lebarnya terhenti di dekat pintu lapangan basket, telinganya mendengar suara pantulan bola basket. Lelaki itu memelankan langkahnya memasuki, matanya menangkap objek seseorang yang tengah bermain basket seorang diri. Melempar bola basket ke dalam ring dengan kuat-kuat namun selalu meleset. Berlari lagi untuk mengambil bolanya, dan melemparkannya lagi. Peluh membasahi dahinya, penampilan seragamnya begitu kacau sama seperti wajah gadis itu.

Lelaki itu menaruh buku SBMPTNnya di bangku, lalu berjalan menghampiri gadis itu. Deru nafas gadis itu terdengar tak beraturan, ia belum menyadari kehadirannya. Ara berlari kecil sembari mendribble bola basket ditangannya, gerakannya memelan sejenak saat melihat seseorang sedang berdiri tak jauh darinya, setelahnya Ara kembali mendribble dan melempar bolanya ke ring dan lemparannya meleset, lagi. Lelaki itu berlari dan mengambil bola basketnya, mendribblenya dan melemparkan bola tersebut ke ring hanya menggunakan satu tangan. Dannn shootttt, lemparannya tepat memasuki ring. Tangan besarnya kembali mengambil bola, dan mengoper bola tersebut kepada gadis di depannya yang tengah bergeming. Ara tidak menangkap bola tersebut, tidak juga bergerak. Ia hanya mematung di tempatnya.

KontradiktifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang