Begitu memasuki toko buku aroma-aroma buku menusuk indera penciuman Ara. Perutnya bergejolak ketika aroma itu terasa semakin menyengat, masalahnya ia tidak pernah ke toko buku selain itu dirinya sangat tidak suka baca buku. Baru saja ia hendak kabur Dimi menarik tangannya ke rak bagian buku pelajaran. Gadis itu mendengus kesal.Ara bergidik ngeri melihat judul-judul buku yang terpampang di rak, apalagi ketika melihat ketebalan buku itu rasanya ia ingin muntah. Lain halnya dengan Dimi, lelaki itu justru terlihat serius membuka buku dan membacanya sekilas dari satu buku ke buku lainnya. Ara hanya pasrah dan mengekori lelaki itu dari belakang. Langkah Dimi berhenti mendadak, nyaris saja Ara menabrak punggungnya.
“Ulurin kedua tangan lo.” Titah Dimi.
Gadis itu menurut dan melakukan hal yang disuruh Dimi. Lalu, lelaki itu meletakan satu buku di tangannya. Mata gadis itu membeliak setelah melihat judul bukunya ‘Konsep dan Penerapan Matematika SMA/MA Kelas XII’.
Berikutnya lelaki itu sekonyong-konyongnya menyodorkan buku berikutnya yang jauh lebih mengerikan. Buku yang diberikan Dimi itu lebih horror, lebih sadis, dan lebih menakutkan, judulnya menggunakan huruf kapital dan dibold ‘KALKULUS’. Meski ia tidak tahu buku itu materinya seperri apa, Ara yakin bahwa isi buku itu bisa membuat kepalanya seakan ingin meledak. Ia menelan ludah, ‘Mampus udah dah, abis ini kelar idup gue.’
“Lo mau bikin rambut gue ubanan sejak dini?” ucap Ara kesal.
“Ngga, gue cuma mau bikin rambut lo jadi sering rontok aja.”
Dimi kembali menaruh buku pelajaran lainnya seperti buku Fisika, Kimia, Biologi. Tidak hanya sampai disitu saja, lelaki itu juga memberikan buku kumpulan soal-soal SBMPTN untuk SAINTEK dan SOSHUM. Ara pun pasrah, setelah dihitung-hitung sudah ada 5 buku ditangannya dan hampir semua buku itu tebal. Rasanya Ara ingin menimpuk lelaki itu dengan buku-buku ditangannya, biar Dimi tau rasa. Kalau otak Ara mudah menyerap materi dan suka baca buku sih ngga masalah, lah ini? Liat buku aja udah sepet banget matanya.
Lelaki itu pun beralih ke rak buku medis, lalu membaca sekilas buku-buku yang ada disana terlebih dulu baru beralih ke rak berikutnya yaitu rak bagian Psikologi, lelaki itu juga membaca sekilas buku-buku itu. Sekilasnya Dimi itu tidak dua menit atau lima menit ya paling lama dua puluh menit. Lelaki itu asik baca, sedangkan Ara? Cuma berdiri nunggu sampai lelaki itu selesai baca, itu membuat Ara kesal bukan main, kakinya sudah berasa mau copot apalagi tangannya.
'Nih cowok ngga peka banget apa?' gerutu Ara dalam hati.
Dimi menutup buku yang dibacanya, meletakkannya lagi ke rak. Ia menatap Ara. “Mau gue bawain ngga Ze buku-bukunya?”
‘Telat! Tangan gue udah mau patah lo baru nawarin bawain.’ Pekik Ara dalam hati.
Dimi mengulurkan tangannya, tanpa berfikir lagi gadis itu menyerahkan buku-bukunya dengan kencang sampai-sampai beberapa bukunya jatuh dan menindih kaki Dimi. “Aduh!” Ringisnya. Tanpa merasa berdosa gadis itu berjalan meninggalkan Dimi. Dimi mendengus kesal. “Sengaja ya lo Ze?!” ucap Dimi kesal.
Ara tak menggubrisnya, ia terus saja berjalan meski Dimi sedari tadi memanggil namanya. Dimi mempercepat langkahnya untuk mengejar Ara.
Diletakkannya buku-buku itu di meja kasir. Mba kasirnya pun menghitung biaya buku itu satu persatu. “Semuanya jadi empat ratus enam belas ribu rupiah.” Ucap mba kasir.
Dimi menyenggol bahu Ara, gadis itu mengernyitkan dahinya. Lelaki itu terus saja menyenggol bahu Ara sembari dagunya mengarah ke mba kasir. Ara menaikan sebelah alisnya.
“Cepet bayar.” Ucap Dimi berbisik.
Matanya melotot sempurna. “Lo beneran mau ngajak ribut?” ucap Ara penuh penekanan di dekat telinga Dimi. Rasanya ia ingin mencakar wajah Dimi saat itu juga, seenak jidat lelaki itu ambil buku yang tebal-tebal, itu pun tidak hanya satu dan sekarang ia juga yang harus bayar? Sungguh mencengangkan, ‘Harusnya dia yang bayar, kan dia yang ngajak beli buku bukan gue? Makin lama kok makin keliatan resenya sih nih orang.’ Sungutnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontradiktif
Teen FictionMutiara Zevanna. Gadis mungil yang suka berkendara dengan kecepatan yang cukup tinggi. Motornya selalu melesat secepat kilat. Matanya selalu menatap garang apa apa yang ada dihadapannya, tanpa rasa takut sedikit pun. Dibalik perangainya yang selalu...