Perkelahian

41 17 4
                                    


Masa hukuman Ara sudah berakhir, ia pun harus kembali menginjakkan kaki ke sekolah tercinta. Kali ini gadis itu sengaja datang sekolah terlambat, rasanya sangat tidak enak jika sehari saja tidak mencari masalah di sekolah. Apa lagi ini sampai 3 hari tidak mencari masalah, selama 3 hari itu pula ia seperti kehilangan gairah dalam hidup, seperti orang yang hidup segan mati tak mau.

Ara masuk ruang kelasnya dengan santai tanpa memedulikan pak Adam yang sedang menerangkan materi. Semua murid yang ada di kelas memandangnya dengan tatapan yang beraneka macam, salah satunya menatapnya dengan tatapan tak percaya karena gadis itu begitu berani dan tak merasa berdosa karena dengan santainya masuk kelas ketika guru sudah berada di dalam kelas.

“Ara! Lagi-lagi kamu yang berulah. Kamu itu perempuan tapi berulah terus, yang laki-laki saja bisa tertib dan menaati peraturan di sekolah.”

Ara menghentikan langkahnya dan membalikan tubuhnya menghadap pak Adam sambil meniup permen karetnya lalu dipecahkannya.

“Berulah apa, Pak? Saya cuma telat doang.” Jawabnya dengan tenang.

“Apa kamu tidak punya jam? Sudah jam berapa ini, Ara?!” suara pak Adam berubah menjadi lebih tinggi.

“Jam 10, Pak.” Jawabnya lantang sambil menatap pak Adam yang tengah berjalan menghampirinya.

Gadis itu masih berdiri di sebelah tempat duduknya, siswa lainnya hanya terdiam dan menikmati adegan di kelasnya yang sudah berulang kali terjadi.

“Untung kamu perempuan kalau tidak sudah bapak gampar kamu!”
Ara berdecak. “Gampar saja, pak. Tidak perlu takut kalau saya akan mengadu kepada orang tua saya atau pun kepada polisi dan media massa. Tenang saja, bapak tidak akan viral dan dipenjara hanya karena menggampar saya.”

Pak Adam menghela nafas panjang. Ia mengelus dadanya sambil terus mengatur nafasnya. “Kamu tidak perlu masuk jam pelajaran saya selama satu semester ini! Sekarang kamu keluar dari kelas!”

Ara kembali memasang headphone ke telinganya, tanpa protes Ara melenggang keluar dari kelas. Tidak ada gunanya juga ia berada di dalam kelas, ia tidak akan mendengarkan dan memperhatikan materi yang dijelaskan pak Adam karena yang ia lakukan hanyalah tidur selama jam pelajaran berlangsung.

Langkahnya terhenti ketika melihat kerumunan di dalam kantin, mata tajamnya mengamati aksi gulat yang tengah terjadi di depannya. Aksi gulat yang tidak seimbang, 1 orang lawan 3 orang.

Matanya melihat seorang laki-laki yang hanya diam tanpa perlawanan meski ia tengah dipukuli oleh teman-teman sebayanya. Mereka adalah Andre, Sena, dan Yoga. Sedangkan siswa lain hanya mengerumuni sambil menyoraki Andre, Sena dan Yoga untuk terus menghajar dan membully laki-laki yang tak dikenalnya.

Wajah laki-laki itu sudah dipenuhi luka lebam, pandangan lelaki itu tampak begitu kosong dan tubuhnya sedikit bergetar. ‘Ini sudah tidak bisa ditolerir.’ batin gadis itu. Senakal dan sebiang onar apapun dirinya, ia tidak akan tinggal diam bila ada orang lain yang bertindak sebanci itu karena hanya berani menyerang orang-orang yang tak berdaya.

Ara kembali menggantungkan headphonenya ke leher lalu meringsek masuk ke kerumunan itu. “Berhenti!!” gertaknya.

Kepalan tangan Andre melayang di udara, ia menjauhkan tangannya dari laki-laki itu. Ara berjalan menghampiri laki-laki itu dan berdiri di depannya. Matanya menatap nyalang Andre dan teman-temannya, Andre pun membalas dengan tatapan meremehkan. “Lihat! Ada pahlawan kesiangan. Ara si cewek dingin pembuat onar sekarang jadi pahlawan.” Ucap Andre sambil bertepuk tangan dan tertawa mengejek.

Tak dihiraukannya ucapan Andre yang baginya sangatlah tidak penting. Ara menyunggingkan senyum sinisnya.

Andre melangkah mendekati gadis itu. Lalu memberikan pukulan-pukulan kecil di bahu gadis itu. Mata tajamnya fokus menatap Andre, lalu beralih pada tangan kotor Andre yang dengan berani menyentuhnya. Ara menarik tangan Andre lalu memelintir tangan itu kuat-kuat.

KontradiktifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang