Pak Hari memasuki kelas Dimi dengan membawa setumpuk kertas di tangannya. Suasana kelas yang semula ramai mendadak sunyi. Pak Hari meletakkan setumpuk kertasnya di atas meja. “Hari ini saya akan mengadakan kuis matematika.” Ucap Pak Hari.Siswa-siswa bersorak tak setuju. “Kok dadakan sih pak kuisnya? Udah kayak tahu bulat aja.” Ucap Danang.
“Ga asik nih bapak. Saya kan belum belajar.”
“Ngga suka.. gimana.. gimana.. ngga suka.” Ucap Bimo dengan nada mengondek.
“Minggu depan aja pak kuisnya.”
“Open book deh pak kuisnya.”
“Silahkan masukkan buku catatan, dan buku paket kalian ke dalam tas. Lalu, simpan tasnya di depan kelas. Di atas meja hanya ada alat-alat tulis kalian saja.” Tambah Pak Hari.
Para siswa memasukkan buku dengan lesu, bahkan hela nafas panjang mereka terdengar saling sahut-menyahut. Dimi menaruh tasnya ke depan, lalu kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Dari sekian banyak siswa yang mengajukan protes hanya Dimi yang tetap tenang di tempatnya. Bukan masalah yang besar baginya jika diadakan kuis dadakan seperti itu karena Dimi bukanlah tipikal orang yang hanya belajar ketika mau ujian saja. Dimi termasuk orang yang lebih sering menghabiskan waktu senggangnya untuk membaca buku, belajar dan membantu sang ibu.
Pak Hari mulai membagikan soal dan lembar jawaban ke setiap siswa. Para siswa menatap lesu lembar soal yang ada di depan mereka. Dalam hati, mereka berharap ada malaikat yang berbaik hati untuk memberitahu jawaban secara cuma-cuma kepada mereka.
Mata hitamnya membaca sekilas satu persatu soal yang ada di lembar soal. Perlahan tangannya mulai mengisi lembar jawabannya. Dimi membaca sekali lagi soal nomor 1 dengan teliti, memahami maksud dan arah yang diminta dari soal tersebut. Setelah mengerti ia kembali menorehkan tinta di lembar jawabannya. Dimi sangat teliti dan berhati-hati mengerjakan dari satu soal ke soal berikutnya, jika ia tak mengerti ia akan mengulang-ulang membaca soalnya sampai ia paham maksud dari soal tersebut. Sesekali dahinya tampak mengerut.
Jam pelajaran ke 4 sudah dimulai dan gadis itu masih berkeliaran di luar kelasnya. Selasar koridor tampak sangat sepi, hanya ada gadis itu. Gadis itu menatap ke sekelilingnya, dari balik kaca jendela setiap kelas yang Ara lewati, ia dapat melihat para siswa yang tengah memperhatikan gurunya yang sedang menjelaskan materi di papan tulis, rata-rata hanya siswa yang duduk dibarisan depan yang benar-benar memperhatikan gurunya selebihnya dari barisan tengah hingga ke belakang ada yang mengerjakan tugas pelajaran yang lain, mencatat materi, mengobrol, main handphone atau bercanda. Ada juga di kelas berikutnya yang Ara lihat, para siswanya hanya asik bercanda, tidur atau menonton film di dalam kelas karena tidak ada guru. Di kelas lainnya lagi, para siswanya yang tengah serius mengerjakan soal-soal kuis yang diberikan oleh gurunya.
Pandangan mata Ara terhenti pada lelaki yang sedang serius mengerjakan soal. Ara mengamati setiap gerak-gerik lelaki itu, ketika ia menggaruk kepalanya dengan pulpen di tangannya, atau menautkan alis tebalnya, atau memijat pelipisnya.
Disaat siswa yang lain sibuk menengok kesana kemari, hanya lelaki itu yang tak menoleh sedikit pun bahkan saat teman di belakangnya mencoleknya lelaki itu justru mengabaikan. Disaat siswa yang lain sibuk saling bertukar jawaban, hanya lelaki itu yang tetap fokus dengan soal dan lembar jawaban yang ada di depannya. Disaat siswa yang lain saling mengoper kertas contekan diam-diam, hanya laki-laki itu yang berusaha mengerjakan dengan kemampuannya sendiri tanpa mengandalkan orang lain. Ya, disaat mayoritas orang berbondong-bondong mencari jalan pintas, hanya ia yang memilih jalan berbeda dan lebih jauh. Tentu saja, ia akan mengeluarkan usaha yang lebih besar dan membutuhkan kerja keras, namun rasa yang didapatkan setelah menerima hasil akhirnya akan sangat berbeda dengan orang-orang yang memilih jalan pintas.
Hasil jerih payah sendiri dengan hasil jerih payah ramai-ramai akan sangat sangat jauh berbeda rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontradiktif
Teen FictionMutiara Zevanna. Gadis mungil yang suka berkendara dengan kecepatan yang cukup tinggi. Motornya selalu melesat secepat kilat. Matanya selalu menatap garang apa apa yang ada dihadapannya, tanpa rasa takut sedikit pun. Dibalik perangainya yang selalu...