Ara sudah duduk manis di bangku kelasnya, ia juga memperhatikan bu Anna yang sedang menjelaskan materi di depan, tape recorder yang diberikan Dimi juga sudah diletakkan di ujung mejanya agar suara bu Anna dapat terekam dengan jelas. Raja yang duduk di samping Ara hanya mengamati gadis itu meski merasa ada yang berbeda dari gadis itu Raja sangsi untuk menanyakannya, ia pun memilih untuk tetap diam.Lama-kelamaan kantuk seakan menyerangnya, ia menguap berkali-kali, kepalanya pun terantuk-antuk menahan kantuk. Gadis itu kurang tidur karena harus mengerjakan tugas Dimi hingga larut malam. Tugas yang diberikan Dimi mampu mengusir rasa kesepian dalam benak Ara setiap kali ia di rumah, fokus gadis itu akan teralih sepenuhnya pada tugas Dimi hingga lupa dengan rasa sepi yang selalu memeluknya erat-erat. Mata Ara terbuka sempurna ketika tangan Raja menahan kepalanya, Ara menegakkan tubuhnya lagi. Ia menelungkupkan tangannya dan menyandarkan kepalanya, gadis itu kembali tidur di jam pelajaran seperti biasanya.
Raja mengamati wajah Ara yang tertidur menghadapnya, ragu-ragu tanganya mendekat ingin menyentuh rambut gadis itu namun tangannya tertahan di udara, Raja mengurungkan niatnya. Dan sepanjang jam pelajaran berlangsung Raja hanya mengamati wajah Ara tanpa memedulikan gurunya.
Ara terbangun dari tidurnya ketika bel berbunyi, tangannya mengucek matanya pelan. Ia mengambil tapenya, menekan tombol pause, buru-buru ia mengambil buku tulis yang berisi tugas dari Dimi hendak beranjak keluar dari kelas, namun suara Raja menginterupsinya.
“Lo mau kemana? Jam pelajaran berikutnya bentar lagi mulai.”
Ara menghela nafas pelan, ia kira sudah jam istirahat. Gadis itu pun kembali duduk di tempatnya, menaruh buku tulisnya di kolong meja lalu meletakkan tape recordernya lagi di ujung mejanya. Pak Adam masuk ke ruang kelas, matanya menyipit kala melihat Ara hadir di jam pelajarannya. Pak Adam berjalan dan berdiri di depan kelas, matanya masih terus menatap Ara. Ara yang sedari tadi menyadari pak Adam terus saja memandangnya pun ikut menatap gurunya itu.
“Mutiara Zevanna, silahkan keluar dari kelas.” Ucap pak Adam.
Ara masih tetap di tempatnya tanpa beranjak sedikit pun, bila biasanya ia dengan suka rela keluar dari kelas saat guru menyuruhnya kini ia memilih untuk tetap tinggal di kelas. Semua mata teman kelasnya mengarahkan pandangan mereka pada satu titik yaitu Ara yang tengah menjadi pusat perhatian.
“Saya sudah melarang kamu untuk mengikuti jam pelajaran saya satu semester ini.”
Ara berdiri lalu membungkukkan tubuhnya hingga 90 derajat. Pak Adam terperangah melihat tindakan Ara itu, begitu pula dengan teman kelas lainnya. Mulut mereka sampai menganga lebar karena saking tidak percayanya. Ara si pembuat onar membungkukkan matanya di depan guru yang sering dibuatnya marah besar karena perlakuannya selama ini.
“Saya minta maaf, pak.” Ucap gadis itu masih membungkukkan kepalanya. Lalu, ia kembali berdiri tegap sambil menatap pak Adam, gurunya itu hanya terdiam.
“Saya berjanji akan memperbaiki kesalahan saya, pak. Tolong kasih saya kesempatan untuk memperbaikinya.”
Semua orang yang ada disana begitu takjub, namun mereka juga sangsi bila Ara sungguh-sungguh dengan ucapannya. Beberapa waktu yang lalu gadis itu juga terlihat ingin berubah, namun fakta yang terjadi justru sebaliknya, gadis itu seperti biasa melakukan kebiasaan buruknya dengan membolos dan datang terlambat.
Pak Adam memandang Ara penuh selidik, tanpa mengatakan apa-apa Pak Adam berjalan ke meja guru mengambil buku paket Fisika. “Silahkan buka buku paket kalian halaman 285.” Seru pak Adam.
Ara kembali duduk, ia mengambil buku paket yang ada di tasnya. Di tasnya biasanya tidak pernah ada satupun buku, tetapi sekarang tasnya justru berisi buku-buku yang baru dibelinya beserta alat-alat tulis. Ara menekan tombol rekam ketika pak Adam mulai menerangkan materi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontradiktif
Teen FictionMutiara Zevanna. Gadis mungil yang suka berkendara dengan kecepatan yang cukup tinggi. Motornya selalu melesat secepat kilat. Matanya selalu menatap garang apa apa yang ada dihadapannya, tanpa rasa takut sedikit pun. Dibalik perangainya yang selalu...