Kodrat wanita memang sebagai ibu. Menyediakan makan untuk suami dan melahirkan anak. Itu wajar dan itu memang seharusnya.
Namun, sadarkah anda bahwa wanita tidak hanya sekedar untuk menyediakan makan dan menjadi media berkembang biak? Jika hanya itu, lalu apa bedanya manusia dengan hewan?
Ada seorang wanita, ia adalah ibu rumah tangga. Ke mana-mana ia menceritakan tentang kebahagiaan rumah tangganya. Tentang anaknya yang cerdas, tentang suaminya yang setia, dan tentang masakan apa yang dibuatnya di dapurnya.
Selintas dari bibirnya, wanita ini hidup sangatlah bahagia dan memiliki kehidupan sempurna. Bagaimana tidak, ia memiliki tiga anak dua di antaranya bersekolah, satu masih balita, dan ada satu lagi masih dalam kandungan. Suaminya bekerja di perusahaan besar.
Tanpa ia ketahui, dua anaknya adalah anak-anak yang bermasalah di sekolah dan suaminya tukang selingkuh di tempat kerja. Kedua anaknya bermasalah karena ibu mereka terlalu sibuk mengurusi dapur dan adik balita mereka serta calon adik dalam kandungan--kurang perhatian. Suaminya pun sama, ia kurang diperhatikan berimbas pada pencarian perhatian lain.
Mengapa hal sepenting ini terlewatkan dari pengetahuan si wanita sebagai ibu?
Jawaban yang sederhana, ia hanya tahu urusan di dapur, di sumur, dan di kasur. Membuatnya berpikiran sempit, percaya dengan apa yang terlihat baik (suami dan anaknya), dan untuk melampiaskan kebosanan, ia mengoarkan urusan rumah tangganya pada tetangga-tetangganya.
Apa yang salah dengan dirinya?
Sebenarnya tidak ada. Hanya saja pikirannya belum terbuka. Baik, mari kita uraikan mengenai wanita yang berumah tangga ini.
Pertama, mengenai makan. Makan itu sangatlah penting untuk hidup, dengan catatan bukan hidup untuk makan. Jika anda ingin untuk tidak hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga--wanita karir, anda masih bisa mengatur waktu untuk memasak tiga kali dalam sehari untuk keluarga anda.
Manfaatkan waktu selepas subuh untuk membuat sarapan, membeli lauk yang sudah matang di luaran untuk makan siang, dan sore hari kembali memasak untuk makan malam. Di sela ketiga waktu itu anda bisa bekerja, ada waktu berkualitas untuk keluarga, dan istirahat. Yang tidak ada dalam daftar wanita karir ini dengan wanita yang hanya sekedar ibu rumah tangga tadi adalah mengoarkan cerita rumah tangga pada tetangga/bergosip.
Bukankah dengan manajemen waktu yang baik seperti yang disebutkan di atas cukup untuk si wanita karir berperan sebagai ibu rumah tangga? Bahkan ia memiliki penghasilan tambahan. Berbeda dengan wanita yang hanya sekedar ibu rumah tangga saja, fokus pendapatan hanya pada sang suami.
Mari kita analisa, pendapatan suami saja memang cukup untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Tapi, apakah cukup untuk ditabung juga?
Penghasilan suami + penghasilan istri. Cukup untuk menghidupi istri dan anak. Sementara penghasilan istri, dapat ditabung.
Dari kedua kasus, mana yang lebih menguntungkan?
Kemudian, peluang resiko kematian suami. Jika penghasilan hanya terfokus pada suami, mau makan apa anak dan istrinya jika ditinggal pergi oleh suaminya? Jika si istri berpenghasilan, tentu ini tidak akan berpengaruh besar, bukan?
Ingat, manusia adalah makhluk fana. Kita tidak hidup di dunia fantasi yang bisa hidup abadi, bisa dihidupkan kembali setelah mati hanya dengan sedikit sihir. Suami anda bisa saja dijemput oleh-Nya kapan saja dan ia bisa jatuh sakit kapan saja. Jadi, berjaga-jagalah.
Selain itu, wanita yang tidak melulu di dapur, pikirannya akan terbuka dengan luas. Pergaulannya banyak dan berkualitas. Ia tidak akan memandang suatu masalah hanya dari satu sisi, karena banyaknya informasi yang ia dapat. Jadi, peluang kemungkinan untuk tidak mengetahui apa yang diperbuat suami dan anaknya sangat kecil.
Tambahan lagi, wanita ini tidak ada waktu untuk sekedar bergosip ria dengan tetangga. Bukankah itu juga memperkecil peluang dosa?
Berikutnya adalah berkembang biak. Ingat jargon KB (Keluarga Berencana)?
Ya, "dua anak cukup". Mengapa program KB mendengungkan jargon ini?
Tentu karena dilandasi dengan pikiran dan analisa yang baik.
Mari kita telaah, anak diperuntukkan sebagai masa depan, jaminan hari tua, dan penerus keturunan. Anak pertama sebagai asset utama. Sementara anak kedua, sebagai cadangan resiko jika terjadi sesuatu dengan anak pertama.
Lalu, dengan hanya memiliki dua anak, bisa mengurangi sempitnya dunia. Coba anda bayangkan berapa jumlah pernikahan dalam setahun di negara ini? Semakin tahun semakin banyak atau semakin berkurang? Belum lagi yang melahirkan di luar nikah. Sudah dapat dipastikan banyaknya manusia yang tercipta akibat itu semua.
Kemudian, ditilik dari sisi pembiayaan, bukankah membiayai dua anak jauh lebih ringan dari empat anak atau lebih.
Terus, ditilik dari segi perhatian. Bukankah memerhatikan dua anak akan lebih terfokus dan mendalam dibanding memerhatikan lebih banyak anak? Perkembangan anak itu didasari dengan perhatian orang tuanya.
Orang tua yang sibuk berkarir, bisa saja membagi waktu berkualitasnya pada dua anak. Dengan catatan atur manajemen waktu yang baik.
Jadi, masihkah anda berpikir bahwa wanita hanya diperuntukkan sebagai pembuat makanan dan media berkembang biak?
Jika anda masih berpikir seperti itu. Sia-sialah perjuangan R.A. Kartini yang dituangkan dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Ini zaman emansipasi wanita. Di mana kesetaraan gender menjadi hal biasa.
Untuk apa hanya menjadi sekedar ibu rumah tangga biasa, jika bisa menjadi bukan ibu rumah tangga biasa?
Yang tidak biasa atau anti mainstream jauh lebih keren daripada yang biasa saja.[]
Linda, 2 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Wanita
Non-FictionIni bukan novel, puisi, atau cerpen. Ini adalah kumpulan artikel-artikel dari penulis berdasarkan pengalaman di lingkungan. Penulis menjabarkan mengenai beberapa stigma yang salah tentang wanita. Beserta pandangan baru dan solusinya. Jikalau ada kek...