My Enemy is My Couple

1.2K 65 3
                                    

Pagi hari di Bali, di Denpasar tepatnya.

Aku telat bangun, lagi! Sulit untukku bisa bangun cepat lagi setelah beberapa bulan aku pengangguran, aku selalu bangun di atas jam 9. Tak ada yang bisa dilakukan pengangguran sepertiku selain hanya tidur, makan mie instan dan melarikan diri dari rezim ibu kos.

Aku seharusnya tidak telat bangun. Semalam Lexa sudah memperingatiku bahwa kami akan berangkat ke air terjun jam 8, sementara ini sudah pukul 9. Aku rasa mereka sudah meninggalkanku di villa ini sendirian.

Saat aku keluar dari kamar, ternyata semua orang masih berjumlah lengkap. Yang minus disini hanyalah makanan. Tak ada apa apa di atas meja, dan kulkas juga masih kosong karena tak ada yang belanja.

Tidak ada nasi, tidak ada lauk. Hanya ada sebungkus roti yang berseluncur ke hadapanku karena diberikan Lexa.

"Roti?" protesku.

"Ya mau gimana lagi, lo yang molor trus., Lexa acuh.

"Iya, bukan berarti cuma roti kan, Lex? Lex, gue harus makan nasi kalo pagi ya. Dari semalem juga mie instan doank, kan gak kenyang." Aku mencoba menahan amarahku yang hendak ingin dikeluarkan.

"Siapa juga nyuruh lo telat bangun? Pim, gue udah duduk mematung 2 jam buat nungguin lo bisa tidur cepat, tapi lo nya aja yang emang kebiasaan bangun siang. Makanan udah di habisin anak anak, mau diapain lagi...."

Lexa setengah mengomeliku. Aku hampir menangis karenanya, ditambah aku sangat lapar. Semalam semua orang sibuk dan tak ada yang ingat makan, jadi aku juga ikut tak makan.

"Tapi, lo-lo gak serius cuma ngasih gue roti kan?"

"Kan cuma itu yang ada." Lexa masih tak mengerti keadaannya. Aku butuh nasi setidaknya untuk pagi hari saja.

"Tapi Lex...." rengekku. "Gue harus makan nasi. Kalo gue tahan gak usah makan nasi, gue pasti ngak akan nunggak uang kontrakan sampe di kejar kejar kayak semalem." Aku memelas agar Lexa kasihan padaku.

Aku pikir akan ada perbaikan gizi selama bersama Lexa, bukan malah pengurangan. Aku sudah kurus kering begini, memangnya ia mau aku sekurus apa lagi?

"Nanti siang deh Pim, selepas kita dari air terjun."

"Keburu gue pingsan!" aku memilih pergi meninggalkannya.

Pokoknya aku benci padanya. Kenapa ia bisa menyisakan roti untukku tapi tidak dengan nasi? Sebelumnya aku juga sudah bilang padanya, aku sangat bergantung pada nasi di pagi hari.

Dan, bego nya, dia tidak mengejarku. Ditambah aku lupa mengambil roti tadi. Sempurna, kenapa tidak sekalian saja aku puasa.

Kami berenam pun akhirnya berangkat menuju air terjun Tegenungan. Letakknya di desa Kemenuh Sukawati, kabupaten Gianyar. 30 menit dari villa yang kami tempati di Denpasar.

Meski aku berharapnya tidak dekat dekat lagi dengannya, tapi aku tetap berada di kursi mobil depan, dan dia yang menyetir. Sementara di belakang ada Hiena dan Kai. Roy dan Leo memilih untuk membawa motor trill sendiri sendiri.

Oh, betapa badmood nya aku saat ini. Ditambah aku harus berpura pura sibuk menatap jalanan agar tidak berpandangan dengan Lexa.

"Pim...." panggil Lexa yang langsung membuat Hiena dan Kai menatap kearah kami.

Aku semakin membuang muka. Memangnya ada lagi gitu yang perlu di bicarakan?

"Dek...." panggilnya lagi yang nyaris membuatku khilaf menatapnya dan memaafkannya. "Lo masih marah?" tampaknya dia akan membujukku, jadi segaja ku tulikan telingaku untuk membuatnya berusaha.

Pacar Kontrakan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang