Aku Benci Mendaki Gunung!

1.2K 70 1
                                    

Sesi romantis romantisanku dengan Lexa hanya berlangsung satu hari saja, yap hanya itu. Selepas dari acara kencan kami itu, kami sudah harus ikut dengan yang lainnya menuju Kintamani.

Rencananya keesokan paginya jam tiga pagi alias masih tengah malam, kami sudah akan memulai pendakian ke gunung Batur.

Semua orang terlihat anthusias terkecuali aku. Untuk apa coba mendaki daki gunung? Sudah banyak kok tower tower tinggi jika ingin menikmati pemandangan dari atas. Dan parahnya, aku punya trauma soal gunung.

Trauma yang terlambat ku katakan karena melihat Lexa yang begitu bersemangat.

Sepanjang di mobil dalam perjalanan, aku tak banyak bicara. Aku tak tau lagi apa yang harus aku bicarakan. Aku hanya memilih menyandarkan kepalaku ke kaca mobil dan memejamkan mata disana.

Yang tak ku sangka aku bisa ketiduran juga diantara rasa khawatirku. Aku ini memang tukang molor ya. Sebangunnya aku justru sudah ada di atas sofa di dalam posko.

"Udah bangun dek." ujar Lexa yang datang ke samping sofa tempatku tidur.

Aku mengamati sejenak tempatku berada sekarang. "Udah sampe posko ya?" tanyaku yang mendapat anggukan dari Lexa. "Di posko seperti ini juga ada tv?" tanyaku heran sambil menunjuk televisi yang ditempelkan ke dinding.

Lexa tertawa mendengarnya, lalu  ia datang membawakan remote tv padaku. "Lo suka tv kabel kan, karena banyak cowok cowok gantengnya." ujarnya yang menyerahkan remote padaku.

Tau saja Lexa belangku. Aku memilih milih siaran secara acak dan berhenti pada tayangan Naruto Shippuden. Meski sudah sebesar ini, aku tetap menyukai film Naruto, tentu karena ada Sasuke.

"Gak salah nih, Naruto?" celetuk Lexa yang memang berniat menonton bersamaku.

"Ya...gak papa donk...." elakku berusaha seceria mungkin, menutupi ketakutanku sendiri yang kini ada di posko pendakian gunung. Aku punya ingatan yang menakutkan tentang gunung, yang tak sanggup ku ceritakan pada Lexa.

"Mana ada cowok gantengnya?" Lexa masih berkomentar.

"Sasuke dia ganteng kok, trus ada guru Kakasi kok yang juga ganteng." belaku.

"Dasar anak ini. Akan kelihatan lebih normal kalo lo nonton super junior aja." timpalnya lagi.

"Lex, gue udah bilang gue sukanya Big Bang. Big bang itu ngak pernah akur sama super junior." aku tak sadar sudah meninggikan suaraku hanya karena masalah boyband korea.

Lexa tersenyum mendapati ocehanku. Lalu tangannya tiba tiba mendarat di kepalaku dan mengelus elus rambutku. Matilah aku! Aku akan semakin mencintai dia jika dia seperti ini terus.

Aku kembali tak karuan, sepertinya keringat sebiji kacang tanahku akan bermunculan kembali di malam yang dingin ini. Aku rasa aku takkan bisa menghindari lelaki sehangat dia ini.

Bukan hanya itu saja yang ia lakukan, ia juga mengoleskan minyak kayu putih pada tanganku yang bentol bentol karena digigiti nyamuk. Ia melakukan semua itu bahkan tanpa diminta. Aku bahkan tak tau ia mendapatkan minyak kayu putihnya dari mana.

"Tangan lo digigiti nyamuk semua, gue lupa ngolesin lotion waktu lo tidur tadi, maaf ya." ujarnya. Ia bahkan minta maaf untuk sesuatu yang bukan kesalahannya.

Kalau begini sih aku bahkan rela darahku habis dihisapi nyamuk jika dengan itu bisa mendapatkan perhatian Lexa.

"Makasih Lex." ucapku dengan mata berbinar binar. Nyaman sekali memandangi wajah lelaki ini.

"Pacaran terus, tempel tempelan lagi. Ini lagi di posko woi, bukan hotel." sindir Rio yang notabene nya memang berada tak jauh dari kami.

Ini si Rio emang kayaknya keberatan mulu kalo aku mesra sedikit dengan Lexa. Jangan jangan dia suka lagi padaku? Baiklah, aku sadar diri sekarang. Itu karena ia benci kehadiranku makanya mulutnya jadi rempong.

Pacar Kontrakan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang