Meet Luhy

1.1K 60 5
                                    

Ya ampun, susah banget buat lanjutin cerita Pimy dan Lexa. Aku kayaknya gak bisa fokus ke wattpad sepenuhnya, kerjaan buat pikiran jadi mumet dan banyak lagi masalah.

Part ini sebenarnya bisa di up sejak minggu kemaren, tapi ada masalah sama wattpad nya jadi gak bisa trus di publish nya.

Akhir akhir ini aku jadi ngerasa banyak ngeluh. Aku harap aku bisa memperbaiki diri, lebih mengerti kalo kehidupan itu emang keras.

Selamat membaca ya.
____________________________________

Kami berenam pun akhirnya bisa makan juga di warung yang ada di puncak gunung batur ini.

"Lex...." aku berbisik ke telinga Lexa. "Parah gila, masa harga mie instan doank 20 ribu, kalo beli di swalayan udah dapat sepuluh bungkus nih."

Lexa kembali melongo melihat komentaranku. "Udah deh bawel, lo makan kan gue juga yang bayar. Lagian wajarlah harganya mahal, kan ini di puncak gunung."

Padahal kan aku cuma pengumuman. Tapi memang benar sih, selama di Bali ini, Lexa belum pernah membiarkan aku mengeluarkan uang sepersenpun. Dia bertanggung jawab dalam hal ini.

"Lex, lo suka ngak?" Rio yang ada di sebelah kiri Lexa tiba tiba menunjukkan foto hasil jepretannya, membuat Lexa sekejab itu melupakan keberadaanku.

Begitulah Lexa, kalo ada orang lain, dia lupa padaku. Ia tidak menunjukkan perubahan apapun setelah menciumku, tidak juga menjadi lebih perhatian.

Karena aku merasa diabaikan, mataku jadi jelalatan menatap ke sekeliling. Dan terhentilah pandanganku pada seorang laki laki yang duduk di meja sebelah bersama rombongannya. Seakan akan lelaki itu punya ikatan denganku, dia juga segera menoleh kearahku.

Pandangan mata kami yang bertemu membuat hatiku menghangat.

"Pimy?" ucap lelaki itu dengan nada tak percaya.

"Kak Luhy...." aku spontan berdiri dan menabrak kaki meja membuat yang lain menoleh padaku.

Lelaki yang adalah Luhy cinta pertamaku, yang kucintai lebih dari 4 tahun berjalan perlahan ke arahku dengan tatapan takjub yang tak putus.

Saat ia kurang dari satu meter di hadapanku, aku refleks menghambur ke pelukannya. Ah, tubuhnya masih sama kekar dan masih sama menenangkannya seperti pelukan pelukan kami dulu.

"Pimy, seriusan ini lo?" gumam Luhy tak percaya.

Aku tersenyum, aku tau bukan aku yang ia herankan tapi tempat dimana aku berada sekarang.

"Ini lumayan kan kak?" godaku.

Luhy mengacak acak rambutku, kebiasaan lamanya. "Ini bukan cuma lumayan Pim, ini keren banget. Lo ada di puncak gunung sekarang, gunung Batur lagi." pujinya tulus.

Aku tersenyum malu malu menyambut pujian itu. Oh ya ampun! Kenapa aku harus malu malu, cintaku padanya sudah lama berlalu.

"Lo kesini bareng mereka?" tanya Luhy melirik ke arah meja kami.

"Iya, trus kakak datang sama...." aku melirik ke mejanya, mencari sosok istrinya disana.

"Ngak kok, kakak ngak sama dia. Kakak sama teman teman kopaska." jelasnya yang tau siapa yang ku khawatirkan.

Aku lega mendengarnya, bukannya apa apa tapi aku akan merasa segan pada istrinya. Lagian mereka bisa bertengkar jika sampai tau kalau dulu Luhy sangat tergila gila padaku.

"Tapi Pim, lo ngak papa, ini gunung loh, lo.....ngak...." Luhy terlihat tidak enak mengutarakannya. Iya, memang dia yang tau kalau aku sebenarnya trauma gunung dan sebenarnya aku benci semua hal tentang gunung.

Pacar Kontrakan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang