Semesta, Kenapa Dia Pergi?

964 62 0
                                    

1 tahun tanpa kehadiran Lexa di hidupku. Satu tahun yang berat karena ia tak pernah menghubungiku meski sekali saja. Ia menghilang bagai diculik saturnus, seolah olah kami tak berada di bumi yang sama lagi.

Kehidupanku dan Nana membaik berkat toko bunga ini. Kami pindah ke tempat kos yang lebih baik walau sering kali berkunjung ke kos yang lama karena kangen pada ibu kos. Tubuhku lebih terawat sekarang, aku juga memutuskan memanjangkan rambut karena saran dari Kai. Katanya Lexa suka cewek berambut panjang.

Hatiku saja yang sama sekali tak terobati. Semakin hari ia semakin meradang karena tak menemukan obatnya. Menahan rindu yang sama sekali tak tersalurkan sungguh menjadi penderitaan yang berat.

Apa ada yang salah dengan moment perpisahan kami saat dibandara kemarin? Apa ia tak ingin menikahiku lagi? Apa hatinya tak cukup kuat untuk menjadikanku sebagai satu satunya saja.

"Pimy..." ujar seorang lelaki yang baru masuk ke dalam toko bunga.

Leo dan Rio, pemandangan yang tak biasa karena selama ini mereka ogah sekali untuk datang ke sini. Aku sudah yakin, apapun yang membawa mereka kesini pasti takkan mengenakkan.

"Tumben main kesini. Mau minum apa?" Tawarku karena tak mungkin mereka datang untuk membeli bunga.

"Lo kelihatan lebih enak dipandangi sekarang." Ujar Leo, tetap terdengar meledek di telingaku.

"Mau minum gak?" Tanyaku tambah ketus.

"Udah ketemu belum sama Lexa?" Rio balas mencibir, membuatku langsung membeku di tempat. Lexa? Pertanyaan Rio menandakan Lexa seakan akan sudah di Indonesia.

"Udah yakin gue kalo lo belum ketemu sama dia." Ledek Rio lagi.

Aku tak menyahut, masih terlalu kalut dengan semua kemungkinan kemungkinan yang menyerang otakku.

"Lexa udah disini Pim, udah seminggu dan kalian belum juga ketemu?" Leo yang lebih kalem memberitahukannya dengan lembut padaku. "Kalian udah putus ya?"

Putus.

Putus adalah sebuah kepastian. Kepastian bahwa suatu hubungan sudah berakhir.

Tapi hubunganku dan Lexa tak pernah ada kepastiannya.

"Lo cantik dengan rambut sepunggung itu, tapi tetep aja masih kalah dari Hiena dan juga cewek cewek Amrik lainnya." Ucapan si Rio selalu saja terasa pedas.

"Jadi minum gak?" Aku masih tetap berusaha galak. Aku pergi ke dapur untuk menyiapkan teh. Aku berkucak sekitar setengah jam disana, bukannya tak bisa menyiapkan teh tapi memberi waktu pada diriku sendiri dengan kejutan yang terlalu besar ini.

"Temui Lexa Pim, kalian perlu ngomong kan?" Ujar Leo saat aku kembali.

Aku yang perlu ngomong dengannya. Entahlah dengan Lexa. Mungkin keputusannya sudah berubah setahun ini.

Bukankah hati akan berpindah pindah tempat dahulu sebelum menemukan pelabuhan terakhirnya. Siapa yang tau akan kemana Lexa melabuhkan hatinya untuk terakhir kalinya.

******

Aku menatap gedung bertingkat 4 ini, terlalu menjulang ke atas, dan terlalu luas. Perasaan bahwa aku menjadi kecil jika berhadapan dengan gedung ini masih saja menyerang, seberapa seringpun aku mendatanginya.

Lexady Corporation nama perusahaan induk milik keluarga Lexa. Papanya pemegang saham terbesar disana dan Lexa menjadi calon tunggal untuk melanjutkan tahta tersebut.

Dan disinilah aku akan mencari Lexa. Dia sulit sekali ditemukan dirumahnya, jadi terpaksa ku bawa masalah pribadi ke tempat kerjanya.

Aku mendatangi resepsionis yang sudah biasa menjadi tempatku bertanya. Dia tersenyum menatapku dan langsung bertanya apa aku ingin menemui Lexa?

Pacar Kontrakan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang