Aku bertahan karena aku begitu merindukan suaramu
Daegu
Harus kembali pindah sekolah di tahun terakhir, hidup dengan seseorang yang bahkan tak pernah mengucap sebuah kata. Kehidupan Jungkook sungguh terjungkir hebat, tapi pemuda itu tetap mengulas rasa sabar yang begitu luas di hatinya. Bahkan Orang Tuanya dengan telaten memberikan pengertian mendalam untuk Jungkook saat mereka berkunjung ke Daegu.
Dan tepat setelah setahun ini, Yoongi mengalami banyak perubahan. Dia tak lagi berdiam diri, mengamuk atau menyakiti dirinya sendiri. Lelaki itu mulai melakukan banyak aktifitas seperti jalan-jalan, melukis menonton Tv atau bahkan memasak untuk Jungkook. Walau mulutnya masih terus bungkam tanpa kata, tapi Yoongi mulai banyak merespon ucapan Jungkook walau hanya dengan eskpresi wajah.
Jungkook bahagia dengan perubahan itu. Setidaknya dia mulai menemukan Yoongi yang dulu. Seperti malam ini, ketika Jungkook pulang ke rumah setelah mengerjakan sebuah tugas di rumah seorang teman. Hari ini dia melupakan ulang tahunnya dan saat dia sampai di ruang makan, sebuah meja telah tersaji banyak makanan, jangan lupakan sebuah kue ulang tahun yang terbuat dari pancake berlapis tiga dengan warna-wani, lalu sebuah lilin panjang berjumlah empat. Yoongi mengukir senyum simpul menyambut kepulangan Jungkook dengan kue yang dia tenteng di tangan.
"Hyung menyiapkan ini untuk ku?" Jungkook terpana
Yoongi mengangguk pelan. Ekspresi terpana Jungkook benar-benar membuatnya hangat. Jungkook melangkah cepat mendekati meja. Lalu duduk di salah satu kursi, mengahadap langsung kue ulang tahunnya yang baru saja Yoongi letakan.
"Terimakasih hyung."
Pemuda bergigi kelinci itu tersenyum kecil. Entah rasa penat yang tadi menghinggapinya hilang berganti haru yang luar biasa. Sungguh dia tak mengharapkan lebih, seperti pesta ulang tahun misalnya. Melihat Yoongi membaik adalah harapan satu-satunya sejak setahun ini. Jadi ketika Yoongi mengisyaratkan Jungkook untuk melakukan sebuah permohonan, pemuda itu langsung mengapitkan telapak tangannya. Memejamkan matanya. Lalu berdoa dengan lantang namun lembut di depan Yoongi. Doa yang tak ingin hanya Tuhan dan dirinya saja yang tahu, dia ingin Yoongi tahu apa harapannya.
"Tuhan, terimakasih karena kau sudah membuat keadaan Yoongi Hyung membaik. Kau yang terbaik Tuhan." Napas Yoongi tertahan, atensinya kini semakin terfokus pada Jungkook. "Aku ingin keadaannya Lebih baik lagi. Emmm..mungkin seperti mulai berbicara, memanggil namaku."
Suara Jungkook melirih, mulutnya terkantup rapat sejenak, seperti setiap kata yang akan terucap terasa begitu menekan tenggorokannya.
"Hyung.." Yoongi mendapati pemuda yang tadi tengah mengucap permohonan kini tengah menatapnya sendu, "Aku merindukamu. Kapan kau akan memanggil Namaku lagi?" Setetes air mata menjelajah Pipi Jungkook. Pemuda itu terisak kecil tanpa mengalihkan matanya dari Yoongi.
Jungkook ingin Yoongi tahu, jika dirinya ada di sisi Yoongi. Jungkook juga ingin Yoongi Tahu, jika dirinya juga merasakan kesulitan. Jungkook benar-benar membutuhkan Yoongi untuk sekedar menenangkan hatinya yang telah lama ikut rusak bersama rusaknya keadaan Yoongi.
Pemuda itu hanya bisa menahannya selama ini. Menahan apa yang menjadi kesulitannnya, menahan apa yang dia inginkan. Dan malam ini pemuda itu meluapkannya. Tak ada hal lain yang dia harapkan saat ini selain harapan jika Yoongi mau berbicara lagi.
"Bicaralah padaku..." Pinta Jungkook lirih. Kepala tertunduk lemas menatap lantai. Pertahanannya runtuh malam ini.
Mata lelaki itu melebar mendengar permohonan Jungkook. kedua Jemarinya meremat kuat seakan-akan jiwanya kini memang telah bangun dari tidur panjang. Hatinya sakit, mendengar kalimat dan permohonan polos pemuda di depannya itu.
Apa yang dia lakukan selama ini?? Yoongi merasa jahat. Dia kejam. Bibirnya bergetar hebat, matanya memanas. Air matanya sungguh mendesak keluar dengan kejam.
"Ma-af.."
Hening. waktu seakan terhenti kala kata itu keluar dari mulut Yoongi dengan begitu terbata.
"H-hyung.."
"maafkan aku Jungkook." Yoongi lantas menangis sejadi-jadinya. Luka, emosi, kesakitan, rindu, dia melepas semua yang tertinggal dalam dirinya. Dan Jungkook terpaku.
"Sakit!" Yoongi memukul dadanya kuat,"Rasanya sakit sekali Jungkook."
Segera, Jungkook mengambi langkah lalu memeluk Yoongi begitu erat. Suara tangis keduanya menyatu memecah kesunyian malam itu. Jungkook membiarkan dirinya menjadi peraduan dari rasa sakit Yoongi yang telah lama lelaki itu pendam. Namun walaupun tangis itu menyayat hatinya, Jungkook tetap merasakan lega di dalam hatinya karena akhirnya Yoongi bisa berduara lagi.
"Terimakasih Hyung "Ucapnya lirih
⛈⛈⛈
Ketika hari telah berganti, apakah keajaiban itu hanyalah mimpi? Saat Jungkook membuka matanya, dia merasakan pening yang luar biasa. Ada sisa rasa sesak yang bahkan membuatnya kesulitan mengambil napas.
Jungkook terdiam sembari mengumpulkan nyawanya. Mengaruk-garuk kepalanya yang sedikit gatal sebelum atensi pemuda itu beralih pada jendela kamarnya yang terang karena pagi. Pemuda itu merasa seperti ada yang terlewatkan. Hari ini rasanya seperti hari-hari biasanya. Namun entah kenapa ada rasa antusias yang tiba-tiba membuncah di hatinya.
Butuh waktu cukup lama hingga pemuda itu teringat sesuatu.
Yoongi hyung..
Jungkook menyibak selimutnya, berlari keluar kamar. Ketika harum dan desisan suara penggorengan menyapa indranya, dia tahu harus kemana kakinya melangkah.
Menyaksikan Yoongi memasak di pagi hari memang cukup biasa dia lihat. Namun hari ini ada yang harus dia pastikan.
"Hyung..."
Yoongi menoleh, mendapati Jungkook kini di belakangnya dengan tampilan yang berantakan khas orang bangun tidur. Jangan lupakan mata pemuda itu yang masih terlihat sembab. Pemuda itu mengukir senyum. Bagi Jungkook,melihat Yoongi tersenyum juga suda biasa. Namun yang luar biasa, pagi ini pemuda bermata sipit itu menggerakkan mulutnya mengucap sebuah kalimat yang menyadarkan Jungkook jika kejadian semalam adalah nyata.
"Hai.." Sapa Yoongi lembut. Dan setelahnya Tubuh Yoongi terhuyung kebelakang saat tiba-tiba tubuh kekar Jungkok menerjang, memeluk Yoongi.
Jungkook terisak. Yoongi bisa merasakan pemuda itu semakin menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Yoongi.
"Kau kenapa?"
"Aku kira ini hanya mimpi. Hyung berbicara lagi, aku kira itu hanya mimpi." Pemuda itu terisak. Sebuah isak tangis bahagia.
Yoongi tersenyum, meraih pundak Junggkook, menegakkan tubuh pemuda itu tepat di hadapannya. Mata yang sudah sedari tadi sembab kini semakin sembab. Di remat bahu kokoh milik Jungkook. Menjadi gila untuk beberapa saat membuatnya tak sadar jika Jungkook telah menjadi seorang pemuda dewasa yang semakin tinggi dan berotot.
"Kau kurus sekali, apa kau makan dengan baik?"
Pipi Jungkook biasanya berisi, pemuda itu memang hobi makan. Tapi entah, sejak Yoongi sakit dia memang memiliki pola hidup kurang teratur.
"Aku jadi semakin merasa bersalah melihatmu kurus."
Senyum Jungkook terukir kecil, "Jika hyung merasa bersalah padaku, Hyung harus menebusnya."
"Hahahaha, aku akan menebusnya. Aku akan mengganti semua waktu sulitmu."
"Janji?"
Yoongi mengangguk. Semua kesulitan yang telah Jungkook lalui karena dirinya benar-benar akan dia tebus dengan waktu terbaiknya. Hatinya mengukir janji, jika Jungkook tak akan pernah merasa sendiri, setidaknya dia kini cukup waras untuk mengurangi kesulitan pemuda itu.
"Jungkook." Mata bulat itu memandang Yoongi. Dalam sekejap tubuh pemuda itu kini di rengkuh oleh Yoongi, "Maaf, dan Terimakasih."
Senyum Jungkook mengembang,"Terimakasih karena sudah kembali hyung."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [√]
FanfictionTaehyung sangat frustasi tiba-tiba saja Seokjin mengirimnya ke sebuah kota kecil untuk tinggal dengan Yoongi. hampir separuh dari hidup Taehyung tak pernah melihat Yoongi, hal itu sudah menjadi alasan pasti jika dia sangat menolak untuk tinggal den...