Part 14

1.7K 64 0
                                    

"Mar.. kamu Maryam?"
"Eh, iya. Saya Maryam? Afwan kamu siapa ya?"
"Saya Ruslan. Yang kata kita pernah ketemu di stasiun, ingat?"

Aku coba mengulang fikiran ku kebelakang, tapi hasilnya nihil. Aku tidak bisa mengingat kejadian yang lalu.

"Afwan, saya lupa"
"Oke gapapa, gak usah dipikiran. Kasian otak kamu"
"Iya"

Aku yang sedang mengerjakan tugas kuliah akhirnya terpaksa harus tercegat, karna tak mungkin aku sibuk dengan laptop ku sementara ada seseorang yang bicara pada ku. Sebenarnya, aku tidak nyaman dengan keadaan ini. Dimana lelaki yang bernama Ruslan ini duduk di hadapan ku tanpa minta izin dulu, tapi masa aku harus usir dia. Jangan mar jangan.

"Kamu sedang apa?"
"Kerjakan tugas kuliah."
"Oh, kamu sedang sibuk. Yaudah kalau begitu lain kali kita bertemu lagi ya. Assalamu'alaikum"
Aku mengangguk mengerti "Wa'alaikumussalam"

Ku minum secangkir kopi matcha, entah kenapa aku suka sekali dengan hal yang berhubungan dengan matcha. Bagi ku matcha adalah suatu rasa yang bisa mewakili kehidupan seseorang. Coba bayangkan, sekali kita mencoba matcha pasti akan terasa pahit, sama sekali tidak enak. Tapi, ketika bertahan untuk mencoba kedua kali nya, ku yakin pasti kalian akan menemukan bagaimana rasa matcha sesungguhnya.

Karna rasa matcha memberikan suatu ibarat yang membuat seseorang lebih tau makna dari awal kepahitan.

***

Motor ku tepat berhenti di teras rumah.

Alhamdulillah, akhirnya aku sampai dirumah. Rasanya aku sudah tudak sabar ingin merebahkan badan ini ke kasur ku.

"Assalamu'alaikum" ucap salam ku.

"Wa'alaikumussalam, udah pulang kamu dek?"
"Iyaaa. Mas, ibu kemana?"
"Ada tuh" jari telunjuk mas Rizki yang ter-arah ke arah dapur.
"Oke deh mas, aku ke dapur dulu ya"
"Ehh, dek. Mas ada sesuatu buat kamu,"
"Sesuatu? Kan ulang tahun aku masih lama loh mas.." ledek ku.

Mas Rizki hanya mengercitkan alis kanan nya ke atas, mungkin sekarang perut nya itu sudah mulai terasa mual ingin muntah karna melihat tingkah laku adik nya ini sangat sok imut..

"Ih, geer banget sih dek kamu itu. Udah udah sekarang kamu samperin ibu dulu sana." Ucap nya yang tangan kanannya itu mengelus kepala ku lembut.

Mas Riski mempunyai sifat yang sangat mirip dengan ayah, sabar, penyayang, sama sekali tak pernah menyakiti hati ibu dan aku, bijaksana. Ya Allaah jaga mas ku ini.

"Oke mas ku. Dadah"

Aku sudah ke ibu, setelahnya aku naik ke atas untuk bersihkan tubuh ku ini yang dari tadi terasa tidak nyaman.

Adzan Isya telah berkumandang, Allaah telah memanggil hambaNya untuk mencurahkan segala penat nya dan rasa syukur HambaNya pada Dia.

Aku pernah membaca, 'bila kita mencoba dekat pada Allaah maka Allaah pun akan lebih dulu mendekati kita' yang ku ambil hikmah dari penggalan kata itu adalah mungkin karna Allaah tahu bahwa kita semua HambaNya ini butuh Dia untuk bersandar.

Maka, kurang apa lagi kita ini sebagai HambaNya Allaah.. sudah sepatut nya kita bersyukur.

"Nak, ayo turun. Kita shalat Isya dulu" panggil ibu.
"Siap ibu, aku meluncur"

Dengan kekuatan yang aku punya segera ku turun kebawah.

"Dek, jangan lari-larian ah. Bahaya!"
"Ehehe iya mas maaf"

Menggelar Sejadah Cinta Di Belakang MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang