Sakura sudah sangat mengerti. Dunia memang sangat kejam bagi mereka. Terkadang manusia memang belum menyadarinya, tetapi, hidup hanyalah sebuah permainan dimana merekalah yang menjadi pemain. Bahkan Sakura sangat mengerti....
Bahwa yang disayangi juga pasti akan meninggalkan yang menyayangi.
Air matanya perlahan mengering dalam dekapan si pemuda raven, air matanya seolah memberikannya ruang untuk menenangkan diri. Seakan mengerti tentang seorang gadis yang selalu mencoba menahan segala yang ada di sekitarnya untuk tidak menangis. Namun hati tak dapat dibohongi, meskipun terlihat tegar, namun terdapat luka yang cukup dalam di hatinya.
"Sasuke..."
Onyx pemuda itu menatap Sakura yang dipeluknya.
"Tentang apa yang kau katakan tentang menjadi kekasihmu..."
Sejenak Sakura terdiam, membiarkan mata mereka saling berpandangan.
"...Aku menerimanya..."
Dan saat itu, langit senja seakan meneduhkan pandangan mereka. Untuk yang kesekian kalinya, bulan kembali menyinari, dan kali ini, dua insan merasakan cahaya pucatnya.
##"Ne, Senpai, aku akan pulang sekarang." kata Sakura sambil membawa tasnya.
"Hn, aku akan mengantarmu."
Di sepanjang jalan, tak ada satupun yang berbicara. Hanya sunyi yang melanda bersamaan dengan langkah mereka yang beriringan. Bahu tegap itu seolah melindungi bahu yang rapuh dengan berdiri sejajar disampingnya. Seolah berkata bahwa mereka sama-sama menanggung beban.
"Senpai, kita ke pantai saja. Sudah lama aku tak mengunjunginya."
Sasuke menatapnya sebentar. Namun tak menolak.
"Hn, baiklah."
Ombak berdesir menampar hamparan pasir putih, membasahi dua pasang kaki yang telah terlepas dari sepatunya. Sakura dan Sasuke berjalan beriringan, kemudian berhenti menatap panorama kota di malam hari. Langit semakin gelap, dihiasi taburan bintang diatas mereka. Seolah menyambut kedatangan sepasang manusia yang kini mengheningkan hati masing-masing.
Sakura mendekatkan dirinya, menyandarkan kepalanya di bahu Sasuke dangan nyaman. Sambil menikmati suara desiran ombak yang memecah kesunyian.
"Aku...juga membenci orangtuaku."
Sasuke bersuara. Mengutarakan apa yang selama ini Ia rasakan.
"Tak pernah kupikirkan, namun semuanya terjadi begitu saja. Mereka terlalu sering bertengkar. Hingga akhirnya Ibu meninggalkan kami."
Sakura turut mendengarkan. Dan hatinya berdenyut sakit.
"Ayahku tak pernah sedih akan kepergian ibu, dia tak peduli akan apa yang terjadi. Sementara itu, kakakku sangat depresi karena hal ini. Sehingga Ia berhenti sekolah karena kepergian ibu yang mengguncang dirinya."
"Aku menyayangkan kakakku yang selalu sempurna, namun Ia seolah hanya jasad tanpa nyawa."
Kini Sakura mengangkat kepalanya. Memperhatikan sosok yang tegap, namun rapuh itu. Hatinya terasa sakit saat mendengar cerita Sasuke.
"Hidup memang kejam bukan?" Sakura terkekeh miris.
"Terkadang aku selalu berpikir akan kehidupan yang menyenangkan. Nyatanya itu terlalu sulit untukku.
Bahkan Ibu meninggalkanku untuk bersenang-senang tanpa mengurusku lagi.""Aku bahkan tak mendapat apapun, bahkan untuk uang harus kuperjuangkan sendiri. Karena itu aku bekerja keras untuk beasiswa. Dan bahkan dengan keadaan ini, hidup selalu saja menertawakanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
True, This Is My Feelings...
FanfictionHei, siapa sangka aku bertemu denganmu? Hingga tiba-tiba aku terjebak dalam pandangan itu, Walaupun aku tahu, kau sangat sulit untuk kugapai, Namun, apa artinya jika aku hanya berdiam diri? Karena inilah apa yang kurasakan... AU, sasusaku fanfiction.