Unconditionally

779 36 0
                                    

Inspeksi kedua...

Wajah mengerikan Sasuke Uchiha yang menebarkan aura hitam bak iblis jahannam yang keluar dari sangkarnya untuk mencari mangsa. Ketakutan para penduduk Konoha High School semakin memuncak ketika melihat rambut-rambut tak berdaya yang telah bertebaran di lantai (dan tentu saja yang membersihkannya adalah korban inspeksi mendadak). Bahkan Naruto sendiri memakaikan minyak rambut ke rambut jabriknya itu untuk menghindari serangan si Ketua OSIS. Sasuke selalu adil dalam menilai orang lain, baik sahabat maupun orang asing pun tak ada bedanya. Hal itulah yang menjadi kharismanya sebagai Ketua OSIS yang adil nan bijaksana.

"Hei, Teme, kudengar kau berpacaran dengan si pinky di kelas dua."

"Urusai, Dobe! Bukan urusanmu."

"Oh, ayolah, Teme. Aku tahu ini pertama kalinya dalam hidupmu untuk merasakan yang namanya cinta. Jadi sebagai orang yang berpengalaman sekaligus sahabatmu yang baik, aku ingin memberikanmu saran dalam percintaan."

"Hn, aku tak butuh saranmu."

"Oh, ayolah. Hal-hal yang sangat penting harus diketahui. Dan juga..."

Mengabaikan Naruto yang sibuk berceloteh, mata Sasuke lebih memilih untuk memandang sesuatu yang tampak sangat familiar, seseorang yang selama ini menghiasi hidupnya yang monoton.

Si gadis musim semi.

Spontan Sasuke menghentikan langkahnya, membuat Naruto yang terus berjalan menabrak punggung Sasuke.

"Oi, Teme! Apa yang-"

Kata-kata Naruto terhenti saat melihat Sasuke tersenyum tipis. Mata biru Naruto menelusuri arah pandangan pemuda emo itu, ke arah seorang gadis bersurai pink yang juga memandangnya sambil tersenyum.

Sasuke mendekatinya, menyungging senyum menawan di pahatan wajahnya yang sempurna. Membuat pipi Sakura bersemu merah sambil Ia menggigit bibir bawahnya. Sasuke yang melihat itu terkekeh gemas, dengan sembarangan, mengacak rambut Sakura. Respon gadis itu hanya memanyunkan bibirnya lucu (menurut Sasuke). Dasar.

Perlahan Naruto mundur, menyusup ke kelasnya. Sahabatnya sedang bahagia sekarang dan ia tak ingin mengganggunya. Karena jarang sekali melihat Sasuke bisa tersenyum bahagia seperti ini. Memundurkan langkahnya, Naruto pura-pura tak melihat apa-apa. Akan sangat menyusahkan mengambil resiko dimarahi oleh si Teme Sasuke jika dia ketahuan melihat.

Dibalik dinding, Naruto mendengarkan mereka yang sedang berbincang-bincang, dengan kekehan kecil di sela-sela percakapan mereka.

"Syukurlah, Sasuke..."

Naruto menghela nafasnya, kemudian bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman tipis. Ia sangat mengetahui Sasuke lebih dari siapapun, Sasuke sahabatnya sejak kecil.

Pikirannya melayang ke saat itu, saat musim dingin terburuk bagi mereka berdua. Pertemuan pertama mereka.

Naruto berlari menyusuri jalanan yang telah sepi. Hanya lampu-lampu bercahayakan temaram yang menjadi penunjuk jalannya. Salju dimana-mana, sangat kontras dengan langit malam yang begitu gelap. Bahkan langit pun seolah berduka akan manusia yang berada di bawah payungannya.

Naruto berusaha menahan tangisannya untuk tidak terlepas, air mata sudah menggenang di manik aquamarine yang selama ini selalu bersinar, namun kini seakan kehilangan cahanyanya. Hatinya begitu sakit, Naruto belum pernah merasakan ini.

Pertama kalinya Ia membenci musim dingin.

Sepasang kaki kecil itu terus menapaki tumpukan salju. Ia benci kehidupan, lebih baik baginya untuk menyusul kedua orangtuanya di surga. Hidup hanyalah sebuah permainan menyakitkan, bukankah mati lebih baik?

True, This Is My Feelings...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang