Lima

1K 150 12
                                    

Setelah tante Meri memeriksa keadaan Yuki dan memberikan obat yang memang dia bawa kepada Al, lalu tante Meri pun pamit karena masih ada urusan lain dirumah sakit tempat ia praktek.

Al dengan telaten memberikan Yuki obat dan menunggui Yuki yang kini sudah duduk dengan memainkan I-phone nya.

Al bisa melihat raut bingung dari wajah Yuki. Al juga sudah bisa menebak apa yang sedang difikirin oleh Yuki.

Setelah bosan bermain I-phone. Yuki pun tertidur dan mungkin efek dari minum obat tadi.

☆☆☆

"Lo yakin?" Kevin sahabat Stefan bertanya. Sedangkan yang ditanya hanya mengangguk dan memakan kembali pesanan yang ada dihadapannya.

Disini mereka bertiga berada sekarang. Stefan, Kevin dan hito. Dikantin kampus. Setelah selesai melaksanakan ujian dan dosen yang sudah keluar akhirnya mereka pergi kekantin untuk mengisi perut mereka yang sudah keroncongan apalagi ditambah ujian yang menguras isi kepala.

"Yaudaa, gue selalu dukung apapun keputusan lo. Asalkan itu yang terbaik buat lo. Dan saran gue, lo harus tetap pertahanin Yuki. Zaman skarang jarang ada cewek kayak Yuki." Kevin menambahi lagi omongannya.

Hito hanya diam manggut-manggut sambil memainkan handphonenya. Mereka bertiga kenal sejak SMA. Jadi wajar kalau sekarang mereka selalu bersama dan sangat begitu akrab.

"Soal siih Ollivia itu gimana?" Kali ini Hito yang bertanya. "Apa lo masih ada perasaan sama tuh cewek?" Lanjut Hito menambahkan.

Hening sejenak. Hingga akhirnya Stefan menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Menggeser mangkok yang sudah kosong didepannya lalu mendonggakan wajahnya dan duduk bersender dikursi itu.

"Jujur gue bingung, awalnya." Jeda sejenak. "Tapi setelah Yuki pergi dan mengakhirin hubungan ini, gue baru sadar. Kalo sebenarnya yang gue cintai itu Yuki bukan Olliv. Karena baru kali ini gue merasa frustasi dan kehilangan banget. Semalam gue uda kayak orang gila kalo lo dua mau tau. Padahal Yuki masih ada disini. Beda sama Olliv yang pergi keluar negri tanpa kabar. Beda banget rasanya. Jauh lebih sakit yang sekarang ini." Stefan berkata lirih. Dan kedua sahabatnya memandang iba lalu menepuk bahu Stefan pelan, seolah-olah menberikan semangat untuk sahabatnya itu.

"Yaudaa yukk kekelas. Entar itu sih botak keburu masuk lagi. Gue males ngulang pakek nyarik sih botak segala." Hito menambahkan dan berdiri yang diikuti oleh kedua sahabatnya juga.

☆☆☆

"Kenapa gag bisa dicancel? Atau diwakili oleh lo aja? Hah!!" Teriak Dimas tampak frustasi. Pasalnya meeting hari ini tidak bisa ditunda atau diwakilin oleh Fero. Padahal Dimas sudah ingin sekali terbang keJakarta untuk bertemu dengan adik satu-satunya dan segudang pertanyaan pastinya.

Sedangkan yang ditanya hanya mengangkat bahu acuh sambil memainkan I-phone nya. Jangan heran, mereka berdua ini sudah temenan dari lama. Jadi tidak ada tuh batasan antara atasan dan bawahan.

"Gue harus balik keJakarta hari ini. Gue uda terlanjur janji sama adek gue. Lagian kenapa sih tuh claen gag mau sama lo aja meetingnya." Gerutu Dimas sebel.

"Mana gue tau. Yauda lla dim. Lo tinggal telpon Yuki aja. Bilang kalo agak telat nyampeknya soalnya ada meeting dadakan yang gag bisa ditunda. Ribet banget idup lo tau gag?" Fero akhirnya bersuara dan meletakan I-phone nya diatas meja.

"Uda dari tadi gue coba. Tapi gag diangkat juga. Makanya gue parno sekarang. Khawatir parah gue nie gilak." Balas Dimas tidak mau kalah.

Cinta AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang