Passing Shower

28 1 0
                                    


Sejuta definisi yang tercipta dari sebuah kreasi. Berbagai macam makna bermunculan, memancarkan cahayanya di tiap-tiap sulung kepala. Memproyeksikan apa yang disampaikan sang pengkarya. Tidak hanya sekedar nilai estetika. Ada warna yang terbubuh dalam tiap lenteranya, dipancarkan dalam sebuah mahakarya dua atau tiga dimensi. Atau melalui rangkaian suara yang berirama tak bergema. Tuhan menciptakan berbagai macam mahakarya. Kau adalah salah satunya. Dihadirkan di sebuah sudut pandang. Membuat yang melihatnya meninggalkan bekas yang selalu terkenang.

Nilai estetika selalu punya caranya sendiri untuk membuai para penikmatnya. Selalu ada sesuatu yang ia lemparkan untuk mereka simpan. Aku punya sesuatu yang aku simpan, belum lama ini. Sesuatu yang aku tidak tahu harus seperti apa jika digambarkan. Ada yang mengatakan sesuatu yang indah terlahir dari perasaan sang pengkaryanya. Aku bukan pengrajin. Aku bukan pengkarya. Aku hanya anak biasa yang masih tidak tahu apa-apa selain keracunan sinetron. Artistik yang ditampilkan dari alurnya selalu buatku terngiang, membayangkan hidupku seindah itu dan sesederhana itu.

Fiksi hanyalah fiksi. Hanya di dunia fiksi manusia bisa memutar waktu dan bebas menginginkan sesuatu terjadi dalam hidupnya. Tidak seperti anak sekolahan yang selalu berharap pelajaran cepat berlalu. Seperti waktu yang terus melaju berirama dengan langkah-langkah nakal kami, hingga tiba pada pelajaran terakhir yang aku sukai selepas istirahat. Seni Budaya. Aku memang menyukainya karena aku punya darah seni yang diturunkan dari almarhum Kakek hingga Ibuku. Terang saja ibuku lulusan Pendidikan seni IKIP Bandung (saat ini bernama UPI). Aku diajarkan banyak hal tentang seni dari Ibuku di rumah, terutama seni musik. Tentang cara membaca not balok, melatih vokal dan vibrasi, melatih nafas perut saat mengeluarkan suara, dan memainkan instrumen seperti gitar, piano, dan biola. Seni yang lain hanya diajarkan dasarnya saja. Seni lukis, grafis, seni dua dimensi dan tiga dimensi. Ibuku menunjukkan apa itu keindahan padaku. Bernyanyi, bermain musik, membuat rupa. Estetika yang terkandung sarat akan makna. Imajinasi yang berlarian di kepala berusaha menerjemahkan apa yang tersampaikan dibalik karya. Seolah ada yang berbisik bahwa seni bisa melakukan segalanya.

Ibu hanya menyampaikan satu hal padaku tentang seni.

"Seni itu indah nak. Hal-hal yang indah bisa buat kita bahagia"

Betapa dalamnya ibu mengatakan itu padaku yang masih polos. Nada lembut selembut belaiannya membuatku membayangkan seni bisa menghias ruangku yang hampa. Dekorasi perjalanan hidup yang tertata di benakku membuatku percaya bahwa hidup tidak semenyedihkan itu. Dan aku mulai percaya. Di dunia ini tanpa seni bagaikan menonton televisi layar hitam putih. Tak ada warna, tak ada keindahan, tak ada makna. Hanya hitam dan putih yang membuat dunia seolah monoton.

Apa kau suka seni juga, Den? Hal yang akan kita pelajari ini memiliki arti yang tak terhingga dalam hidup kita yang masih panjang meski seringkali disepelekan. Orang banyak tak mengerti bahwa yang biasanya dianggap sepele bisa jadi sangat berarti bagi banyak hidup. Aku yakin kau juga suka dengan sesuatu yang indah walau belum bisa menciptakannya. Tak usah khawatir. Akupun demikian. Aku masih belum bisa menciptakan hal yang indah, masih jadi penikmat yang acapkali menhujat jika terdapat cacat. Apa perasaan yang aku alami ini ada kaitannya dengan seni juga? Aku masih tak tahu. Tiap kali kau hadir bagaikan hantu. Suaramu yang membalas perkataanku di lapangan bergentayangan kian nyaring. Membuatku tidak bisa mantap berdiri. Darah mengalir bak banjir bandang sungai jamblang. Semangat yang membumbung tanpa doping. Namun terasa sangat indah. Apa itu adalah seni juga? Entahlah.

Riuh kelas masih terasa setelah bel masuk kembali. Terdengar tapak kaki melangkah mendekati kelas. Bu Yanti yang mengajar mata pelajaran seni budaya memasuki kelas. Aku tidak sabar menanti materi seperti apa yang akan disampaikan. Apakah beliau akan menunjukkan karya atau teori yang membosankan. Aku kembali menoleh ke belakang, memperhatikan apa yang sedang kau lakukan. Dan ketika kau melempar mata padaku lagi segera aku palingkan lagi. Seperti itu saja terus sampai teori evolusi Darwin terjadi lagi di era millenial.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang