"Ciyee Dinar suka Dena ciyee"
"Asik dah, Din. Tembak! Tembak!"
"Dinar pacarnya Dena nih yee!"
"Traktir-traktir dong yang pacaran nih!"
"Dinar Love Dena!"
Bersiaplah kalimat-kalimat itu akan kudengar tiap kali posisiku berada di dekatnya. Kalimat-kalimat bercanda namun sedikit sensitif. Sedikit mengganggu privasi seseorang walau sebenarnya anak kecil masih belum paham soal menjaga privasi. Hari-hari yang biasanya hanya sindiran biasa kini bisa berubah jadi bahan gosip hangat.
Sudah biasa terjadi jika banyak murid yang tertarik pada murid baru yang datang ke sekolah. Tertarik ingin mengenalnya lebih dekat, memahami karakternya, dan mencoba bergaul dengan orang tersebut. Tak jarang juga jika ada lawan jenis yang menyukainya. Wajar saja, karena sebelumnya murid-murid tidak pernah melihat sosok itu hadir di dalam satu atap yang sama.
Aku tidak bisa diam. Gelisah masih saja menghantui ketika aku menutup pintu rumah sambil membawakan jajanan sambel asem yang sebenarnya ini bukan titipan Ibu, tapi aku membawakan buah tangan untuk teteh dan adikku.
"Assalamualaikum" aku masuk rumah.
"Waalaikumsalam" Ibu menjawab.
"Aa bawa apa itu?" Ibu bertanya apa yang kubawa.
"Oh ini bu? Hehe" aku tak tahu harus menjawab apa.
"Ini sambel asem sm kangkung bu. Aa beli di Bu Pri." kujawab jujur saja.
"Aduh Aa. Beli jajanan yang aneh-aneh. Emang perutmu kuat makan yang pedas-pedas?"
Ibu dengan tatapan menyayangkan aku membeli sesuatu yang membuatku jatuh sakit.
"Hehe ini buat teteh sama dede kok, Bu. Aa gak ikut-ikutan makan.
"Duh Aa nih ya ngerti banget teteh lagi pengen yang pedas-pedas" teteh menimpali.
"Iyadong!"
Kualihkan perasaan anehku dengan berbagai macam obrolan yang tidak jelas pada orang-orang rumah. Berbagai hal yang menarik aku tarik menjadi bahan obrolan. Menghilangkan perasaan yang tidak jelas terus bersorak sorai di ruang hatiku. Sepatah dua patah kata yang kau katakan ketika aku mengembalikan kotak pensilmu meninggalkan efek yang luar biasa di diriku. Percakapan pertama kita terjadi. Tidak lama namun tidak terlalu sebentar. Maaf harus ku akhiri percakapannya. Aku tidak tahu harus berbicara apa padamu.
Jika kau datang tiba-tiba di kepalaku, kau seperti sengaja membuat pikiranku kacau. Benang waktu yang tidak pernah putus, saling memintal, melilit, terurai, tersambung kembali, dan ulangi lagi. Kau membawaku hanyut dalam waktu yang hampir setiap detik hidupku selalu kau muncul di tengah-tengahnya. Semakin menjadi setelah kukembalikan kotak pensilmu dan teman-temanku mengetahui aku usai bercengkrama denganmu. Bagaimana denganmu, Den? Apa yang kau rasakan setelah aku kembalikan kotak pensilmu tadi? Aku tidak berhentinya tersenyum setelah ku tutup pintu rumahku dan beristirahat menghabiskan waktu yang berkualitas bersama keluarga. Jujur saja aku sedikit senang ketika teman-teman bersorak atas perasaanku, walau cara mereka bersorak sedikit memalukan. Ku akui.
Kau kembali melayang-layang di kepalaku malam ini. Apa yang sedang kau lakukan saat ini? Atau aku hanya terbawa suasana sinetron Ibuku yang romantis? Ah, melankolis sekali. Ibu hanya butuh hiburan di tengah kandungannya yang semakin menjadi beban badan. Jujur saja aku memang penasaran. Campur aduk. Seperti berbagai macam jenis makanan dengan berbagai macam jenis rasa dicampur menjadi satu. Rasanya terus membuatku kalut dari dalam. Untung saja aku tidak melakukan hal-hal aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
About You
RomanceTentangmu, ada pertemuan yang mengesankan Tentangmu, ada perpisahan yang menelan kesedihan Tentangmu, ada kehilangan yang menumbuhkan kerinduan Dan tentangmu, ada kenangan yang mengukir senyuman Pada satu waktu, kita akan kembali pada nostalgia, kem...