Musim Yang Baru

6 0 0
                                    


Siapa yang bisa menghentikan larinya waktu? Aku dengan tubuh mungilku tak akan bisa. Bahkan semesta pun tidak akan bisa menghentikannya. Jika aku memohon dan berdoa pun, percuma saja. Itu hanya akan jadi pengharapan yang tiada artinya. Pahit manis suka duka tak terasa sudah aku lewati selama satu tahun lebih di sekolah ini. Tak beda jauh dengan rasa di sekolah dasar, hanya saja aku merasa sedikit lebih formal dan tidak lagi bersikap nyeleneh seperti dulu. Masa peralihan memang sedikit jahat. Selalu saja memaksa kita untuk menemukan satu per satu diri kita yang utuh dan meninggalkan diri kita yang kekanakan penuh canda tawa mengasyikkan.

Berbagai mata pelajaran yang memusingkan. Romansa yang hadir di tengah pergaulan. Dan persahabatan yang terjalin dibawah genteng kantin dan diantara jajanan. Itulah yang kurasakan selama setahun lebih di sekolah ini. Entah kenapa aku merasa lebih santai dan bebas. Walaupun teman-teman satu sekolah dasarku selalu mengangkat topik yang sama kisah masa laluku dengan Dena.

"Wahai teman-temanku yang budiman. Dena sudah tidak disini lagi."

Ingin rasanya aku teriak seperti itu di hadapan mereka. Lagipula kita sudah SMP, dan itu adalah cerita yang sudah jadi album kenangan. Haruskah diangkat lagi ke permukaan? Yah, aku muak. Tapi kali ini kuanggap lelucon. Jika dipikir-pikir, apa yang terjadi dulu antara aku dan Dena memang hanya lelucon. Kita adalah bahan lelucon. Kita menahan perasaan itu berdua dan dengan cara masing-masing. Orang lain tidak akan memikirkan itu.

Namun sepertinya teman-teman disini tertarik juga mendengar kisahku yang mereka dengar dari bibir ke bibir teman-teman SDku. Bagiku apa yang menarik dari semua itu? Semuanya hanyalah cerita yang memalukan. Bayangkan saja apa yang terjadi waktu itu. Aku masih ingat betul rasa itu. Rasanya seperti dioyak-oyak menggunakan mixer hingga seluruh adonan tercampur rata. Aku tak tau harus bagaimana, begitupun dengannya.

Saat kelas 7 SMP kemarin rasanya memang sedikit hampa tanpa kehadirannya. Kurun waktu satu tahun kemarin benar-benar melatih diriku dan hatiku untuk terbiasa tanpanya dan berusaha untuk beridiri di atas kaki sendiri. Aku menjalin banyak hubungan dengan berbagai macam karakter yang ada di kelas dan di luar kelas seperti di ekskul. Semuanya baik-baik dan menyenangkan. Mereka adalah teman yang bisa dipercaya. Memang ada saja satu dua orang yang menarik perhatianku. Mendorongku untuk lebih dekat lagi dengan orang itu, walau sesekali aku masih terpikir tentangnya. Tapi kuanggap ini adalah bagian dari menariknya hidup ini. Usia remaja memang usia yang banyak orang bilang lagi lucu-lucunya, karena mulai meraba-raba sesuatu yang dilakukan dan dialami orang dewasa di dalamnya dengan tujuan bisa menemukan dirinya sendiri.

Jam aktifitasku saat SMP pun tentu lebih banyak dibandingkan di SD. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan seharian full tanpa adanya sistem shift, ditambah dengan kegiatan ekstrakurikuler. Otomatis waktu bermainku berkurang, bahkan bisa dibilang hampir tidak ada. Juga diberlakukannya sistem belajar bersama dengan teman sekelas. Ini membuat interaksi bersama teman-teman di sekolah pun tentu bertambah. Semakin mempererat hubunganku dengan mereka. Tidak ada waktu untuk bersantai. Apalagi waktu memikirkannya. Semakin lama aku semakin terbiasa tanpanya. Bahkan saat aku sudah menapaki kelas 8 saat ini, aku sudah mulai jarang memikirkannya lagi. Kuanggap dirinya baik-baik saja disana dan mungkin sudah tumbuh menjadi perempuan primadona di sekolahnya yang diperebutkan banyak laki-laki. Aku mungkin sudah merasa kalah jika dihadapkan pada keadaan seperti itu jika berkaca pada pengalaman pertama dengannya. Aku tidak seperti laki-laki kebanyakan yang terkadang suka main frontal. Tapi aku juga bukan berarti laki-laki yang cupu. Aku hanya mencoba untuk berhati-hati saja terhadap situasi yang memungkinkanku melukai hatiku sendiri.

Hari ini aku sudah siap untuk kembali bertemu wajah-wajah baru lainnya yang belum sempat kuperkenalkan diri pada mereka. Di kelas 8E. Aku sedikit terkejut melihat banyak juga teman-temanku yang masuk di kelas ini, berasal dari kelas 7 yang sama juga dari satu sekolah dasar yang sama. Seperti Lala, Adit, Wawan, Lista, mereka adalah teman satu SD ku. Sedangkan yang lainnya, Alfi, Rizki, Ninis, Jamie, Udin, Agus, Ikram, Hendra, Evan, Tio, bahkan Bunda kelasku, si Putri juga mausk di kelas yang sama. Tujuh belas siswa lainnya aku belum mengenalnya. Namun sepertinya teman-temanku mengenalnya, jadi ini akan berlangsung dengan mudah.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang