13 // Akhir Bahagia

4.4K 697 42
                                    

"DEV, aku enggak tanggung jawab kalau kamu sakit besok."

"Kebetulan. Aku lagi butuh alasan absen kerja."

Ethan menggumam sebal; menarik selimut untuk menghangatkan tubuh. Apa yang Aufi katakan terjadi: dia ketuluran pilek dengan radang tenggorokan. Setidaknya Ethan berhasil meredakan gangguan tersebut sejak gejala-gejalanya muncul.

Kendati begitu, fisik dan mentalnya butuh rehat panjang. Ini sudah hari kedua dan Dev—tanpa mengganti pakaian—langsung menerobos kamar Ethan sepulang kerja.

"Mau samyang, enggak? Yang pedas-pedas katanya bisa bikin lendir cepat keluar."

"Aku cuma pengin tidur," sahut Ethan dengan suara serak.

Saudari kembarnya mendesah. "Pengin jeruk nipis campur madu lagi?"

Ethan bahkan belum menaggapi saat Dev bangkit dan keluar kamar. Selain sup ayam, jeruk nipis campur madu jadi menu yang sanggup dia makan. Menurut Dev, Ethan sama saja seperti Gary—sang suami—yang mengeluhkan pilek bak penyakit kronis yang bakal menyebabkan kematian kalau terlalu lama dibiarkan.

"Meja kamu berantakan banget, sih," komentar Dev begitu menaruh segelas jeruk nipis campur madu di nakas. Perlahan, Ethan memaksa kelopak matanya terbuka. Di seberang ruangan, saudarinya membereskan tumpukan kertas; menyingkirkan gelas air kotor berisi tinta dan kuas ke tepi meja.

Sebelum tubuhnya ambruk, Ethan meluangkan waktu berlatih lettering. Dia memakai salah satu kalimat favorit dari The Sea King's Daughter dalam sesi latihan, tetapi tertunda akibat serangan gatal-gatal di tenggorokan.

"Dev—" Ethan terbatuk. "Dev, jangan buang kertasnya."

"Enggak, Ethan. Kamu kira aku enggak tahu ini apa? Lettering, kan?" Dev keluar sebentar untuk membuang air di gelas. "Yang bikin aku penasaran dan kaget, kamu kok tertarik coba kegiatan ini? Kamu terlalu praktis buat menulis indah."

"Kamu sudah menjawabnya. Aku penasaran."

Ethan mengerang saat punggung Dev beradu dengan punggungnya. "Kali terakhir kamu melakukan hal-hal seperti ini, penyebabnya adalah perempuan."

"Aku akan berterima kasih kalau kamu mau berhenti sok tahu sampai aku sembuh."

"Siapa yang sok tahu?" Tanpa bisa Ethan cegah, Dev mengambil ponselnya yang tergeletak di samping lampu tidur. "Aku enggak sengaja lihat beberapa pesan masuk waktu kamu tidur seharian kemarin."

"Enggak sengaja."

"Siapa Aufi?"

Mendengar nama itu, Ethan mengurungkan keinginan istirahat. Di tengah pengar yang berdenyut, benaknya mengingat obrolan terakhir yang dia bicarakan bersama Aufi. Akan tetapi, yang dia dapatkan hanya pusing yang kian menjadi.

Dev menyimpan ponsel Ethan di tempat semula. Ada bunyi ketukan yang Ethan kenali sebagai efek suara dari papan ketik ponsel. Tentu, Dev tidak akan menyerah secepat itu.

Sang kembaran berbisik, "I just followed her on Instagram."

"Dia tahu kita saudara kembar."

"Yaaah, enggak seru lagi, dong?" Bunyi ting beruntun terdengar. Dev menahan napas. "She followed me back."

Hati-hati, Ethan memutar tubuh; mengawasi apa yang akan Dev lakukan. Kemampuan saudari kembarnya dalam mengumpulkan informasi pribadi seseorang begitu mengagumkan sekaligus menakutkan. Semestinya Dev jadi detektif atau mata-mata agar keahlian tersebut tidak disalahgunakan.

Berani bertaruh, dalam waktu satu jam, Dev pasti sudah mengantungi banyak hal tentang Aufi dibandingkan dirinya.

"Kamu enggak mau cek WhatsApp? Kayaknya dia lagi online." Dev bersiul. "Darn, Ethan, she's pretty. And cute. Dia model?"

TOSKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang