Dingin

6.7K 491 124
                                    

Tanpa suara dan tanpa reaksi apapun dia tetap termenung di kursi itu. Menatap kosong gorden jendela yang menjuntai menutupi indahnya sinar rembulan hari ini.

"Mas, kumohon dengarkan aku." Ucapku yang telah berada tepat di hadapannya.

Diam, hanya diam. Tak ada satu pun suara yang mencuat dari bibirnya.

Aku menurunkan gendongan Hera dan dia mulai berjalan mengacak-ngacak isi kamarku.

"Mas, kumohon.." Ucapku sekali lagi dengan puing-puing air mata yang telah meleleh menjadi lautan. "Kumohon Mas.." Ucapku tersedu-sedu dengan memeluk mesra bahunya.

Tak ada balasan atau pun tatapan dari matanya, untuk beberapa saat aku tetap menangis memeluknya, kepalaku tepaut di atas kepalanya meneteskan puing-puing air mata di rambut, dahi dan wajahnya. Sampai dia menepis pelukanku dan berdiri tanpa menatapku.

"Mas, tak bisa kah kau dengar penjelasanku." Ucapku melihatnya yang telah pergi menjauh.

Kulihat dia datang menghamipir Hera dan menggendongnya pergi untuk melewati ambang pintu kamarku.

"Mas kau mau kemana?" Tanyaku dengan berlarian mengejarnya.

"Mas kumohon, dengarkan aku. Tak bisa kah kau melihatku dan mendengarkanku?" Ucapku melemah, sungguh hatiku begitu sangat tersayat.

"Apa kau memberiku kesempatan untuk berbicara dari hal yang tak pernah ku ketahui Sarah?" Ucapnya mengigat kejadian saat aku mengusirnya dari kamarku, "Apakah aku harus mendengarkan ucapan wanita yang kusebut istriku, setelah dia selalu terlihat dengan mantan kekasihnya ketika suaminya tak pernah di rumah!" Pungkasnya. "Jawab aku Sarah! Jawab! Apa yang kau lakukan dengan Kevin belakangan terakhir! Kenapa dia bisa sampai mengantarkanmu kemari! Kenapa dia terlihat begitu akrab denganmu!" Teriaknya dengan emosi yang memuncak membuatku semakin menangis terisak-isak.

"Maaf Sarah, maaf aku telah kasar. Tapi kau bukan istriku lagi." Ucapnya datar dan segera menuruni anak tangga rumahku dengan membawa buah hatinya.

"Mas tunggu.." Ucapku mengejarnya, kulangkahkan kakiku secepat kilat agar dapat menahannya untuk tidak sampai di lantai bawah.

"Minggir." Ucapnya yang melihatku selangkah lebih awal di anak tangga untuk menghadangnya turun.

"Minggir." Ucapnya bergesar yang membuatku mengikuti arah tubuhnya agar tak turun. "Plis, kumohon, dengarkan aku." Ucapku dengan kaki sempoyangan yang seperti tak mampu lagi menahan tubuhku.

"Aku tak butuh penjelasanmu Sarah. Cukup selama ini aku melihatnya dengan jelas menggunakan kedua mataku. Jangan pernah menyeret anakku ke dalam hubungan menjijikan kalian." Balasnya tak kalah kasar dari ucapan-ucapan sebelumnya lalu menepis tubuhku pergi menggunakan mobil.

Aku menangis tersedu-sedu memikirkan kehilangan suami dan anakku saat itu. Kulangkahkan kakiku untuk mengejar Mas Danu yang kala itu telah berlalu begitu jauh.

Bodoh! Pikirku melayang saat memperhatikan Mas Danu yang hampir tak terlihat dari depan rumahku.

Dengan segera aku mengambil langkah seribu untuk mencari kunci motor karena itu adalah satu-satunya kendaraan yang tersedia di rumah ini.

Dengan sergap ku starter motor mengejar mobil Mas Danu yang telah tak nampak lagi. Aku menelusuri setiap jalan arah menuju jalan raya yang hanya memiliki satu arah itu.

Itu dia.. Batinku saat melihat mobil Mas Danu telah memutar balik di depan mataku.

Aku harus mengejarnya.. Batinku.

Tak Sadar Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang