Bab 10

1.4K 153 6
                                    

Lucid Dream (part 10)

.

       Mata Luna menyipit. Lalu ia menyentakkan lengan yang dicekal oleh Ryu.

"Dasar egois!" ketusnya kasar, "kau bahkan masih mementingkan kebahagiaanmu daripada memikirkan hal buruk apa yang akan terjadi padaku! Sama seperti saat memaksa menemanimu di taman sementara aku kehilangan waktu terakhir bersama ibuku!"

Ryu terdiam.

Luna berlalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Ryu sendirian di taman. Masih dengan biola di tangan.

Egois? Bukan. Ryu tidak bermaksud seperti itu. Ada banyak alasan kenapa dia ingin Luna tetap di tubuh Nirani.

Pertama, karena kebahagiaan kedua keluarga mereka. Ayahnya berhutang banyak pada keluarga Nirani. Semalam, keluarganya baru memberitahu. Setengah meminta mereka di hadapan Ryu, agar pemuda itu menyetujui pernikahan mereka. Bukankah tidak mengejutkan lagi jika pernikahan para elit memang berlatar belakang bisnis keluarga? Kini Ryu mengerti berada di mana posisinya.

Kedua, menjalani hubungan dengan gadis yang sangat jauh berbeda kelas keadaannya tentu saja akan menimbulkan banyak masalah dalam keluarga. Mungkin keluarganya yang tidak akan terbiasa, atau Luna yang akan merasa dikucilkan.

Kadang dalam pernikahan, ada hal-hal yang tidak bisa menyatukan keluarga dan wanita pilihanmu. Hingga yang kau lakukan hanya berdiri di garis tengah dalam kebimbangan. Saat menoleh ke arah keluarga, wanitamu menangis. Saat menoleh pada wanitamu, keluargamu mencela. Menjalani kehidupan seperti itu, sama artinya dengan menapaki neraka. Tidak pernah akan ada ketenangan. Dengan masalah-masalah yang tidak akan ada habisnya.

Ketiga, Ryu tidak ingin Luna kembali membencinya.

Egois? Mungkin.

Tapi bukankah rasa egois itu memang berasal dari cinta? Sifat yang terlahir karena rasa yang kuat ingin memiliki.

***

       Luna masuk ke dalam, melewati ruang demi ruang rumah mewah Nirani. Tak terlihat sosok Shan di manapun. Apa pemuda itu sudah pulang?

"Shan!" Luna memanggil.

"Ada apa, Sayang?" Mama, yang sepertinya tengah bersiap pergi ke suatu acara, bertanya.

"Apa Shan sudah pergi, Ma?" tanya Luna sedikit cemas.

Mama tersenyum dan menggeleng.

"Belum, dia di meja makan," jawab mama, "sepertinya kalian tadi dari pergi ke suatu tempat yang melelahkan. Sampai-sampai Shan terlihat kelaparan seperti itu."

"Ohh ..."

"Mama pergi dulu ya, ada yang harus diselesaikan di butik," pamit wanita yang terlihat elegan dalam balutan busana dan aksesoris serba ber-merk yang dipakainya.

Luna hanya mengangguk. Beberapa langkah kemudian, wanita itu berhenti dan kembali menoleh pada Luna.

Sejenak memandangi wajah putrinya, lalu tersenyum seperti menutupi sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.

"Mama lihat, akhir-akhir ini kamu sedikit berbeda. Cara bicaramu, cara berpakaianmu, dan caramu bersikap di depan para pelayan."

Luna terdiam.

"Tapi seiring dengan perubahanmu, berubah juga sikap Ryu padamu. Mama mengerti, apa ini karena Ryu yang meminta?" Wanita itu berusaha menebak.

"A ... aku ..."

Melihat jam tangan mewah yang melingkari pergelangan tangannya, wanita itu seperti tersadar bahwa ia harus segera pergi.

"Ah, sudah waktunya pergi," keluhnya. "Apapun yang kamu lakukan, jika itu baik untuk hubungan kalian ke depan nanti, Mama akan mendukung." Dia mengusap lembut pipi Luna. Kemudian berbalik dan melangkah pergi.

Lucid Dream [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang