Life ; This Feelings

12 1 0
                                    

Jantungku berdebar. Aku sungguh tak mampu menahan rasa yang kumiliki untukmu. Akankah kau merasakan hal yang serupa? Atau ... hanya aku saja yang merasakan semua ini?

Ku harap, kau merasakan rasa yang sama denganku.


***


"Auuw, bisa lebih pelan tidak? Sangat perih!" gerutu Lara seraya menepak lengan Marcus yang sedang sibuk membersihkan lukanya. Marcus mengangkat wajahnya dan berdesis.

"Tahan, oke? Jangan manja, tahan, sementara toh sakitnya juga tidak selamanya," sahut Marcus santai.

Lara menggigit bibir bawahnya berusaha menahan kesal. 

"Inilah akibatnya kalau berlaga sok pahlawan, melerai orang berkelahi pada kenyataannya malah jadi korban. Sungguh ironis," sindir Marcus.

Lara menggerutu kesal, sementara kedua tangannya mengepal dengan keras. Kalau saja pria itu bukanlah orang yang sedang membantunya membersihkan luka, mungkin sudah ia habisi semenjak tadi. Marcus berjalan dengan santai menuju sebuah lemari di pojok ruang kesehatan, mengambil alkohol serta beberapa kapas, juga plester.

Gadis itu mengangkat lengan kanannya yang terluka cukup parah karena ia sempat terantuk batu besar dengan pinggiran yang cukup tajam, dan ia merasa seperti ada tulangnya yang bergeser dari tempatnya. Sungguh sangat sakit.

"Kemarikan lenganmu," ujar Marcus ketus.

"Untuk apa? Kau mau menyiksaku lebih lama? Ani, aku ngga mau." Gadis itu memeluk lengannya, menutupinya dari Marcus. Ia berusaha menahan perih ketika kulitnya yang terluka bergesekkan dengan serat nilon bajunya.

Marcus tersenyum sinis. Lara tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih meski agak kurang rapih itu. Pria itu mendesis kesal, dan dengan paksa menarik lengan gadis itu. Lara nyaris saja menggigit lengan pria itu kalau saja Marcus tidak menahannya.

"Tuh, 'kan! Kau itu nyaris seperti pembunuh—pembunuh berdarah dingin, sakit sekali... kalau mau menolong pelan-pelan dong!" gerutu Lara kesal.

Marcus tersenyum sinis, dan kemudian menoyor kepala gadis itu dengan gemas.

"Jangan banyak bicara pahlawan kesiangan!"

"Siapa sih yang pahlawan kesiangan! Maksudmu, aku? Aku hanya mau menolong sahabatku kok tadi, Aiden—dia butuh bantuan, well sebenarnya salah dia sendiri mencari masalah dengan Andrew, tapi tetap bagaimanapun aku harus menolongnya. Jangan-jangan kau itu tidak mengenal kata menolong ya?" sindir Lara tanpa jeda dalam kalimatnya.

Marcus mengangkat wajahnya dan berdesis kasar.

"Aiden itu orangnya baik, dan juga perhatian, beda banget ya sama—"

Tiba-tiba dengan kasar Marcus membanting mangkuk berisi air hangat bekas membersihkan luka dengan kasar. Dan membuka bungkus plester dengan kasar, kemudian menarik lengan Lara dan menempelkan plester dengan kasar.

Lara hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan kesal, sementara pria itu membereskan peralatan yang tidak Lara kenal itu ke dalam kotak kaca yang menggantung di dinding. Gadis itu hanya bisa melipat kedua lengannya di dada, dan kemudian Marcus menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam.

"Kau liat aku kayak ketemu mafia, seram sekali tatapanmu. Aku ini gadis baik-baik, dan rasanya aku tidak pantas kalau kau tatap seperti itu. Seperti penghinaan, kau tahu itu?!" ujar Lara.

Marcus hanya mendengus, dan mendekati ranjang kemudian duduk di pinggirnya.

"Apa? Kenapa kau tidak memukulku?"

LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang