Betapa menjijikkannya dirimu. Kau yang telah merenggut segalanya dariku. Tak bisa kah kau pergi dari hadapanku? Sungguh. Aku membernci dirimu.
***
Aiden menghentikan motornya tepat di depan pagar rumah megah itu. Ia melepaskan helmnya dan kemudian Jane turun dari jok motornya seraya menyerahkan helm milik Aiden. Kepalanya masih sedikit agak pusing akibat efek alkohol yang berlebihan. Aiden menghela napas dan menatap gadis itu dengan lembut.
"Masuklah ke dalam, jangan lupa untuk meminum susu untuk menetralisir alkohol ataupun lekaslah tidur agar kepalamu sedikit membaik," ujar Aiden yang seolah seperti membaca pikiran gadis itu.
Jane mengangkat kepalanya. Mengapa Aiden masih sama seperti dulu? Delapan tahun berlalu mengapa tidak sedikit pun ia berubah? Masih tetap menjadi orang yang selalu ada di sampingnya, menghibur, memahaminya, dan orang yang tetap ia butuhkan untuk menopangnya.
"Baiklah, aku mengerti. Terimakasih sudah mengantarku pulang."
Begitu ketika gadis itu membalikkan badannya untuk segera masuk ke dalam rumahnya. Meski agak sedikit ragu. Ia menarik napas dalam. Jane masih segan masuk ke dalam rumahnya—rumah milik Dennis, ayah tirinya itu terlebih ia sempat berselisih paham dengan ibunya.
"Tidak apa-apa, Jane. Ibumu pasti akan memaafkanmu, mungkin saja ia sedang mengkhawatirkanmu sekarang," ucap Aiden pelan.
Apakah Aiden memiliki indera ke-enam?
"Tapi—bagaimana jika ibu memarahiku lagi?" Jane membalikkan badannya pelan dengan wajah cemas. Aiden turun dari motornya dan menumpu kedua tangannya di bahu gadis itu sementara kedua matanya menatap intens gadis itu.
" Tidak mungkin. Aku tahu benar Jennifer ahjumma, semenyebalkan apapun kelakukanmu ia pasti akan selalu memaafkan anaknya sendiri. Kau tahu itu?"
"Semoga saja."
Drrt ... Drrt ...
"Tunggu sebentar," kata Jane seraya merogoh ponselnya yang bergetar begitu keras di dalam tasnya. Sekilas ia mengerutkan keningnya ketika melihat id caller. Ia mengedikkan bahunya seraya menekan tombol accept.
"Halo, ada apa, Angela?" ujarnya malas.
Dari seberang telepon ia bisa mendengar suara bising dan juga suara Spencer. Mungkin gadis itu sedang berada di suatu tempat dengan Spencer di sampingnya.
"Kau ada dimana sekarang?"
"Aku? Tentu saja di rumah, apa lagi? Aku sudah menyerahkan kartu kreditku padamu, apakah tidak bisa dipakai?"
"Aish, bukan. Bukan itu. Marcus kecelakaan! Sekarang dia sedang ada di Rumah Sakit Pusat Seoul. Ah, Lara dengannya juga. Sekarang aku dan Spencer sedang menuju kesana, kau juga kesana, ne?"
"MWO?! Marcus kecelakaan? Lara—bagaimana bisa?!"
"Aku juga tidak tahu. Sudahlah kututup teleponnya, di rumah sakit kita bisa mendengar penjelasan yang sebenarnya. Bye."
Jane mematikan ponselnya. Gadis itu terlihat masih terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Marcus kecelakaan? Juga mengapa Lara bisa bersama dengan Marcus? Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya erat dan menggelengkan kepalanya sementara matanya sudah terasa memanas.
Marcus meninggalkannya di bar untuk menemui gadis itu?
"Ada apa, Jane? Tolong jelaskan padaku, kau bilang ... Marcus kecelakaan?"
Gadis itu mengangguk pelan.
"Iya, aku harus ke rumah sakit sekarang mungkin kau bisa langsung pul—"
"Tidak, akan aku antar. Aku juga akan pergi ke rumah sakit," ujar Aiden memotong kalimat gadis itu yang belum selesai. Pria itu pun naik ke atas motornya dan memakai helmnya dengan gugup dan lalu menyalakan motornya kembali. Jane menghela napas dan menerima helm dari Aiden.
JikaMarcus kecelakaan lalu bagaimana nasib Lara? Apakah gadis itu baik-baik saja? Aiden menggelengkan kepalanya pelan berusahamenepis bayangan buruk yang sekelibat melintas dalam benaknya. Ia pun segeramenstarter motornya dan melaju menuju rumah sakit.
==
@ Rumah Sakit Pusat Seoul.
" Aku duluan!" gusar Jane begitu Aiden menghentikan motornya di pintu masuk utama rumah sakit. Ia segera bergegas masuk sementara Aiden memakirkan motornya terlebih dahulu.
Atas informasi Angela yang sudah tiba di rumah sakit terlebih dahulu, ia pun segera bergegas menuju ruang instalasi darurat. Kedua tangannya sudah dingin, ia benar-benar gugup. Meskipun Marcus menyebalkan, bagaimanapun juga pria itu tetaplah sahabatnya. Sahabat yang mengerti dirinya dengan cara yang lain.
Di ujung koridor ia bisa melihat Angela dan Spencer, kakak Marcus, dan ... Dennis serta ibu? Ia pun mencepatkan jalannya dan kemudian berlari menghampiri Angela. Ketika Jane menghampirinya, gadis itu segera beranjak dari bangkunya.
"Bagaimana keadaan Marcus?" tanya Jane dengan cemas.
Angela menggelengkan kepalanya dan kembali duduk di bangkunya dengan tidak bersemangat. Seolah bisa membaca maksud Angela, Jane menyenderkan tubuhnya di dinding rumah sakit dengan lemas. Mengapa bisa terjadi? Beberapa jam yang lalu Marcus masih dalam keadaan baik-baik saja.
"Ka—kau datang, Jane," ucap Lara seraya menghampiri Jane dengan ragu.
Gadis itu mengangkat wajahnya dengan dingin, kedua tangannya terlipat di dada. Jane tertawa mengejek. Lara menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan wajahnya yang tampak sangat berantakan. Kedua matanya sudah sangat sembab. Jane merubah posisinya menjadi tegak dan memutar kedua bola matanya lalu mendecak.
"Maaf, Jane—"
PLAK!
Lara menggigit bibirnya dengan kuat sementara kedua matanya sudah memanas. Jane tertawa mengejek dan menampar gadis itu sekali lagi membuat semua yang hadir disitu terkejut tidak terkecuali Jennifer dan Dennis. Aiden yang baru saja datang langsung terdiam ketika gadis itu menampar adiknya sendiri—temannya.
"Maaf, Jane. Ini semua karena aku, aku mengaku salah," ucap Lara lirih seraya memegang pipinya yang memanas.
"Bagus kalau kau sudah menyadarinya! Tidakkah kau tahu betapa menjijikkannya dirimu di mataku?! Kalau saja Marcus tidak menemuimu, dia seharusnya tidak berada di tempat ini! Semua salahmu!" Jane menumpahkan segala amarahnya. Gadis itu benar-benar seolah diluar kendali. Tak memperdulikan kehadiran Dennis yang secara teknis merupakan ayah kandung dari gadis yang baru saja dimakinya.
"Maaf... Mianhae, nan jeongmal mianheyo."
"Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Nona Pencuri," desis Jane yang langsung meninggalkan rumah sakit.
Lara menutup mulutnya dengan kedua tangannya, air matanya mengalir dan berulang kali ia berusaha menyekanya.
"Mianhe," lirihnya.
Jennifer memeluk Lara dengan lembut dan membiarkannya menangis dalam dekapannya. Ia merasa gagal, ia tak mampu merubah Jane. Jane begitu sangat membencinya.
"Biar aku yang akan mengejar, Jane," ucap Aiden kepada Dennis yang dari raut wajahnya tergurat rasa kecewa, marah, sekaligus cemas. Dennis hanya mengangguk pelan, ia sendiri tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk ... sekarang.
--
Aiden berusaha mengejar gadis itu secepat mungkin. Ia berlari di sepanjang koridor rumah sakit dan mengindahkan cercaan orang-orang yang ia tabrak secara tidak sengaja. Hingga akhirnya ia berada di lobby rumah sakit. Ia sama sekali tidak menemukan sosoknya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan memencet beberapa nomor yang ia hafal, panggilan tersambung namun hingga beberapa saat kemudian panggilan terputus. Dan begitu nomor ponsel Jane dihubungi sama sekali tidak aktif.
Dengan kesal ia mengacak-acak rambutnya hinggaberantakan. Ia mendesis kesal. Gadis itu. Sungguh sangat keras kepala.
"Pergi kemana kau, Jane?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
Fanfiction"Ayah, mau pergi lagi ya?" Pertanyaan lugu yang terlontar oleh seorang gadis kecil ketika sang ayah hendak pergi untuk bekerja. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Semuanya berjalan lancar hingga berita itu terdengar oleh kedua tel...