Life ; The Biggest Mistake

12 1 0
                                    

Salah.

Semua ini salah.

Semua ini tak seharusnya terjadi.

Maaf.


***


Spencer menatap sepasang sejoli itu dengan tatapan khawatir. Bagaimana tidak, mereka berdua—Jane dan Andrew—sudah seperti orang gila. Mabuk berat. Sudah nyaris sepuluh botol minuman beralkohol mereka teguk. Ia menghela napas dan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dan masalahnya saat ini tidak ada Marcus yang dapat mencegah mereka berdua. Jika dia mencegah, sudah pasti kedua orang itu tak akan mendengarkannya.

"Apa tidak apa-apa membiarkan mereka seperti itu?" tanya Angela yang sama khawatirnya dengan Spencer.

Namun Spencer tak menjawab Angela, ia sendiri bingung harus berbuat apa. Tadi saja Jane menolak mentah-mentah untuk diantar pulang. Angela menatap kedua orang itu yang sedang sibuk dilantai dansa. Kedua orang itu sudah seperti tak sadarkan diri

"Mereka tidak bisa dibiarkan terus seperti itu. Apa yang harus kita lakukan?"

"Tidak ada yang bisa kita lakukan," keluh Spencer.

Tiba-tiba Andrew dan Jane menghampiri Spencer dan Angela yang tengah terduduk di bilik dekat meja bartender.

"Kami pergi duluan," ucap Andrew seraya merangkul Jane yang sudah mabuk pada Spencer dan Angela. Jane tersenyum lebar sementara pandangan matanya sudah tidak fokus.

"MWO? Kalian mau kemana?" ucap Spencer bangkit dari duduknya.

Pria itu terlihat kesal, kedua orang itu sudah mabuk dan sekarang mereka mau pergi. Apa mereka mau mati? Andrew mengindahkan perkataan Spencer dan tertawa kencang lalu berbalik meninggalkan Spencer dan Angela.

"Andrew menyetir dalam keadaan seperti itu?!" gusar Angela cemas.

--

Atas permintaan Jane, Andrew memilih membawanya ke dalam apartemen mewahnya. Gadis itu memilih untuk tidak pulang ke rumah karena teringat dengan segala masalah yang ditimbulkan di dalam rumah yang nyaris seperti neraka olehnya. Andrew melepaskan kemejanya dengan asal kemudian melemparnya ke sembarang arah. Dengan langkah sempoyongan pria itu berjalan menuju konter dan mengambil gelas yang diisinya dengan air putih.

Jane mengerjapkan kedua matanya, dan melihat kekasihnya sedang berada di dapur dan meneguk air putih. Gadis itu membuka kamar Andrew—kamar satu-satunya yang ada di apartemen ini. Ia melempar tasnya ke sembarang arah di kamar sembari melepaskan vest miliknya dan kemudian menarik selimut. Tidur akan membuatnya lebih baik.

Sementara Andrew yang masih dalam keadaan setengah mabuk, dengan langkah sempoyongan ia membuka kamarnya. Ia tersenyum manis ketika dilihatnya Jane sudah tertidur nyenyak. Ia pun melangkah pelan dan duduk di pinggir tempat tidurnya, menatap wajah gadis itu dalam tidur. Andrew tersenyum. Dengan pelan ia menyusuri lekuk wajah Jane yang tertidur itu dengan lembut.

Tiba-tiba saja, Andrew menundukkan wajahnya semakin mendekat wajah gadis itu dan lalu menciumnya. Pada awalnya gadis itu belum menyadari bahwa pria itu sedang menciumnya, namun ketika ciuman Andrew semakin memanas dan ia mengangkat tubuh Jane supaya sejajar dengannya. Dalam sekejap Jane sontak terbangun dan terkejut. Andrew menciumnya semakin dalam, dan membuat tanda di lehernya. Jane menjerit.

Ia bangkit dari tempat tidur Andrew berusaha menjauhinya. Andrew memejamkan kedua matanya dan mendekati Jane yang ketakutan. Andrew.... Mengapa Andrew seperti ini?! Sungguh sangat menakutkan. Andrew mendekati Jane dan kemudian mencium gadis itu lagi, dengan susah payah gadis itu berusaha melepaskan diri.

LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang