Bab 22

1K 78 7
                                    

SARAH menghentikan mobilnya di tepi jalan dekat dengan sebuah hutan pinggir kota.

Gelap. Sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan.

Di sinilah Sarah dengan sedikit rasa sesal atas perbuatannya. Dia diam, memandangi kegelapan yang berada tepat di hadapannya.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau pergi dan menggagalkan semua rencana kita?" Sierra yang duduk di sampingnya kini bertanya dengan nada kecewa sekaligus bingung.

"Clara sedang mengandung. Aku hampir saja membunuhnya." Meski kedua bibirnya bergerak untuk menjawab pertanyaan Sierra, tetapi tatapan mata Sarah kosong.

Sierra sontak melebarkan kedua bola matanya. "Apa kau gila?! Sejak kapan kau peduli pada seorang wanita jal*ng seperti Clara?!"

Sarah terdiam. Dia hanya bisa membuang napas dengan suara cukup keras. Kemudian keadaan hening, hanya terdengar suara samar-samar dari hewan yang berasal dari dalam hutan.

Sierra menoleh ke arah jendela. Pandangannya tidak lepas dari sebuah pohon tua yang menjulang tinggi ke atas. Sejenak ia berpikir untuk tidak mengganggu Sarah yang kini tengah terdiam juga. Tetapi otaknya terus saja menuntut penjelasan dari orang di sebelahnya tersebut. 

"Apa kau tidak ingin membunuh anak di dalam kandungan wanita jal*ng itu? Kau tidak ingin menyakitinya, benar?" Sekarang Sierra menatap tajam Sarah. Pandangan penuh kebencian itu tak berubah sama sekali.

Sarah menggigit bibir bawahnya perlahan. "Dia tidak bersalah. Anak itu tak bersalah. Hanya Clara yang pantas mendapatkan hukuman, bukan dia."

Lalu hening kembali. Tak ada yang bicara, seolah bibir mereka berdua terkunci rapat. Mereka berdua tenggelam dalam gelapnya gulita malam.

"Sierra," panggil Sarah secara tiba-tiba.

"Hmm?"

"Bukankah kau mengerti bagaimana rasanya kehilangan?"

"Ya. Kehilangan adalah salah satu takdir yang aku benci. Itu seperti kau berusaha menggenggam erat sesuatu tetapi kau tidak mampu," Sierra memejamkan kedua mata lalu melanjutkan kalimatnya, "sehingga kau harus melepas sesuatu tersebut untuk selama-lamanya."

Sierra membuka kedua kelopak matanya. Dia memandang Sarah seraya tersenyum tipis. Sebuah senyuman yang dipaksa dan menyimpan jutaan luka.

"Dan aku menyesal karena aku tidak sanggup untuk menggenggam erat tangan Mom. Oh, jangankan menggenggam tangannya, bahkan untuk bertemu dengan Mom pun aku tidak bisa." Sierra lalu terkekeh pelan. Dia menertawakan kehidupan yang terus saja mempermainkan dirinya. Lucu, itulah yang ia pikir mengenai dirinya.

Sarah menatap iba adik satu-satunya itu. Dia ingin sekali untuk memeluk Sierra, tapi mungkin kini bukanlah waktu yang tepat. Karena Sarah juga menyesal. Ia tak bisa melakukan apapun saat orangtuanya berpisah beberapa tahun silam sehingga Sierra harus menerima dampak buruknya. 

"Anak yang dikandung Clara juga belum sempat bertemu ibunya. Dia tidak tahu apa-apa, jadi jangan menghukumnya seolah dia juga ikut melakukan kejahatan itu." 

Tetapi Sierra tidak mengatakan apapun. Dia melepas jaket hitam yang ia pakai dan menatap Sarah seraya tersenyum miring, senyuman yang tidak bisa diartikan. Lalu ia meminta kakak perempuannya untuk membuka kunci mobil.

Sebelum Sierra turun dan meninggalkan Sarah, dia berkata, "kau berkata seperti itu karena kau tidak mengerti. Well, aku kira orang sepertimu tidak memiliki hati, tapi ternyata kau lebih lembut daripada seekor anak kucing.  Jangan lupa hubungi aku jika kau ingin membunuh wanita jal*ang itu."

Dark Side GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang