Bab 11 (b)

1.4K 70 4
                                        

Dia mengingat saat-saat dan kenangan bersama Sean. Begitu manis dan indah. Seseorang yang begitu perhatian padanya, seseorang yang sangat baik padanya, seseorang yang selalu ada di sampingnya. Sean adalah sahabat yang paling baik menurut Sierra. Tapi, apa hubungan persahabatan itu akan tetap bertahan jika kebenaran ini terungkap?

Tak lama setelah pikiran Sierra melayang, Sarah muncul. Pakaiannya bukan lagi jubah hitam, melainkan sebuah pakaian yang lebih rapi. Jubahnya di simpan dalam tas ransel yang ia kenakan. Sedangkan kapak tadi, ia menyembunyikannya di tempat paling tersembunyi di sekitar rumah tua ini.

"Di mana kau menyembunyikan alat untuk membunuh yang kau gunakan tadi?"

"Aku menguburnya di halaman belakang rumah ini. Cukup aman," jawab Sarah.

"Lalu bagaimana dengan ... dia?" Sierra tampak ragu ketika dia melirik tubuh tak bernyawa di hadapan kedua matanya.

Sarah justru tertawa pelan. Tentu saja itu membuat Sierra bingung dan bertanya, "apa yang salah?"

"Kau tidak perlu mencemaskan itu, Sierra. Aku sengaja meninggalkan korbanku agar aku bisa bermain-main dengan para polisi bodoh itu. Lagipula, anggap saja ini sebagai hadiah untuk mereka." Mata Sarah menyala-nyala, bagai bara api yang terbakar.

Sierra menelan salivanya. Dia berusaha agar tidak terjatuh walau tubuhnya bergemetar. Tidak berlebihan. Sungguh, ini benar-benar mengerikan.

"Jadi, kau sudah siap untuk menemaniku membunuh? Sudah siap untuk melihat sesuatu yang mencekam dengan begitu nyata?"

"Aku...," kata Sierra. Dia memberi jeda beberapa saat lalu melanjutkan perkataannya, "aku siap. Aku sudah siap."

"Kalau begitu, ayo. Kita harus mempersiapkan segala hal untuk nanti malam. Kita akan bersenang-senang."

Mereka berjalan meninggalkan kawasan sepi itu. Hingga tidak begitu jauh dari rumah kosong itu, mobil Sarah terparkir di pinggir jalanan.

"Kita akan pergi ke mana?" tanyanya sembari terus berjalan.

"Ke rumahku. Atau lebih tepatnya rumah kita. Karena tempat itu adalah tempatmu juga." Sarah menekan tombol untuk membuka kunci mobil. Ia lalu memasuki mobilnya bersama Sierra.

Setelah Sarah menyalakan mesin mobil, benda dari besi itu mulai melaju menuju jalan raya, meninggalkan kawasan sepi ini. Dalam beberapa menit perjalanan, tidak ada satu pun yang membuka pembicaraan. Keduanya saling menutup mulut dan sibuk dalam pikiran masing-masing. Suasana hening dan canggung.

Sampai akhirnya Sarah memecah keheningan. "Apa kau masih membenciku?" 

Sierra menggeleng perlahan. "Tidak. Aku akhirnya sadar, bahwa kau membunuh karena sisi gelap dalam dirimu sudah muncul. Aku tidak membencimu."

"Now you know, everyone has a dark side."

---

Sarah meletakan dua gelas coklat panas ke atas meja. Sierra duduk di sampingnya. Ya, mereka berdua telah sampai ke kediaman Sarah dan Kate.

Rumah berwarna putih gading ini terlihat besar namun kosong karena tidak banyak barang-barang yang ada. Penghuninya hanya ada dua orang, menambah kesan sepi. Rumah ini terlihat tua karena ada jam antik dan banyaknya lukisan-lukisan tua terpajang di sepanjang dinding.

Halaman rumah Sarah pun cukup luas. Ada pohon besar berdiri di sana. Pohon itu sangat rapuh dan tua. Hingga ketika angin bertiup, pohon itu akan menggugurkan beberapa helai daun, yang tentu saja membuat halaman rumah ini sedikit kotor.

"Kau tidak ingin meminum coklat panas ini?" tawar Sarah kepada Sierra.

Sierra segera saja mengambil salah satu gelas berisi coklat panas lalu meminumnya sedikit demi sedikit. "Aku tidak menyukai sesuatu yang begitu manis."

Sarah mengangguk tanda bahwa dia mengerti. "Kalau begitu, aku ingin menyiapkan peralatan yang akan kita butuhkan."

Sebelum Sarah pergi, Sierra memanggilnya. Sarah kembali menoleh ke belakang.

"Ada apa?"

"Di mana Mom? Aku merindukannya."

Sarah tidak langsung menjawab. Dia menarik napas terlebih dahulu. "Mom pergi ke California, ada urusan di sana. Dia selalu sibuk."

"Seperti Dad. Dia juga sedang pergi ke London. Kenapa mereka sama-sama selalu sibuk?"

Sarah tersenyum miring. "Mereka terlalu sibuk sampai melewatkan sesuatu yang begitu penting di sini. Bahkan saking sibuknya, Mom tidak pernah tahu bahwa aku membunuh."

Sierra mendengus kesal. Sarah kemudian bergegas menuju kamar pribadinya.

Karena bosan, Sierra lalu menyalakan televisi. Dia melihat saluran berita yang kini tengah menampilkan seorang polisi.

"Aku ingin berpesan pada seluruh warga New York untuk selalu berhati-hati karena pembunuh masih berkeliaran. Dan aku juga ingin agar para warga bisa menjaga ucapannya. Jangan sampai ada hati yang terluka karena ujung lidah yang begitu tajam sehingga menimbulkan luka dan pembalasan dendam. Aku harap tidak ada lagi korban bully ataupun korban ejekan. Karena dari ucapan-ucapan kasar itu dapat menimbulkan sebuah bencana. Terima kasih." Polisi di dalam televisi itu tampak sangat serius saat ia menyampaikan pesan.

Sierra berpikir, apa polisi itu tahu bahwa Sarah membunuh karena ia sakit hati dengan ucapan tajam para orang-orang. Apa Sarah sudah memberitahunya?

Belum selesai Sierra berpikir, Sarah sudah muncul dengan segala persiapan. Dia juga membawa dua jubah hitam dan dua topeng. Sierra menaikan sebelah alisnya.

"Apa salah satu topeng dan jubah itu untukku?"

Sarah mengangguk.

"Tapi aku belum ingin membunuh."

Sarah memiringkan kepalanya. "Kau tidak akan membunuh. Tapi kau akan memantau."

Sarah lalu memberikan kedua benda tadi pada Sierra. "Ini akan spesial."

Dan Sierra masih tidak mengerti kata-kata Sarah.

---

Bab kali ini mungkin agak ngebosenin, tapi bab ini penghubung cerita untuk bab selanjutnya.

Oh ya, aku bakal Update setiap hari Jumat dan Sabtu. Akhirnya ada jadwal update juga :") maaf karena sering telat up dan makasih untuk semua yang nungguin cerita ini.

Maaf batal publikasikan mulu ya, dari tadi kepotong babnya :" maaf juga karena udah nyepam di notifikasi Wattpad kalian. Pokoknya maaf :"

Beri vomment, kritik, dan saran, please :)

Salam :)

Rin dan oppai738 :)

Dark Side GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang