Bab 10

1.5K 129 23
                                    

SARAH tersenyum lebar. Berbeda sekali dengan Sierra yang kini menatapnya dengan tatapan tak percaya dan ketakutan. Perempuan yang kini memakai jubah hitam itu mencubit pelan pipi Sierra. Rasa rindu Sarah tidak tertahankan. Buru-buru Sierra menepis tangan itu.

"Aku membenci seorang pembunuh! Tapi sekarang, kenapa aku menjadi adik dari pembunuh?!" Sierra mengacak rambutnya sendiri.

"Takdir, Sierra. Aku membunuh juga karena takdir," jawab Sarah.

"Tapi Dad tak pernah bercerita padaku! Aku yakin kau pasti bohong! Dari mana kau mendapat foto masa kecilku?!" Sierra terus saja membentak. Air matanya tertahan di sudut mata.

Sarah menatap kedua bola mata Sierra dalam-dalam. "Kau tidak bisa mengelak pada kenyataan. Seberapa lelah kau berlari, seberapa jauh kau menghindar, ini akan tetap menjadi hidupmu. Tidak bisa berubah."

Satu tetes air lolos begitu saja di wajah Sierra. Dia mengepalkan kedua telapak tangannya sekeras mungkin. "Tapi aku tidak ingin!"

Sarah mengembuskan napas panjang. "Aku telah mengikutimu, aku terus saja memperhatikan kehidupanmu. Kau anak populer, Dad begitu baik padamu, kau tidak perlu mencari teman karena teman-temanmu lah yang mencarimu. Kau berbeda denganku, Sierra."

Sierra menutup mulutnya rapat-rapat. Gadis itu menunduk perlahan.

"Aku begitu suram. Hingga aku memilih jalan yang sama buruknya dengan kehidupanku. Aku menjadi seorang pembunuh. Kau tahu, bahwa manusia pasti mempunyai sisi gelap dalam hidupnya. Jika sisi gelap tersebut telah muncul, maka kau tidak bisa menghentikan aksi kejimu." Sarah masih menahan Sierra.

Sierra sedikit mendongak untuk bisa menatap raut wajah kakaknya. Sarah tampak begitu hancur ketiga ia menceritakan semua yang terjadi.

"Seseorang membunuh pasti ada alasannya. Dan alasan itu adalah sesuatu yang sangat kelam. Kau telah mendengar semua ceritaku, apa kau juga akan melakukan hal yang sama, Sierra?" Sarah menghela napas sebelum berkata, "tidak ada yang lebih buruk dari itu."

Sierra menggeleng pelan. Ia tidak setuju dengan tanggapan Sarah. Sekuat tenaga, Sierra menahan rasa takut, emosi, dan sedih yang bercampur menjadi satu di dalam kepalanya. Menyedihkan memang.

"Kau tidak mengerti karena kau tidak mengalami. Aku selalu berpikir untuk mati, tapi aku tidak bisa membalas dendam jika aku mati. Jadi, aku berpikir untuk bisa mematikan seseorang. Dari sana, aku menemukan sumber kebahagiaan," jelas Sarah. 

Ya, Sierra tahu. Tapi dia masih belum bisa menerima keadaan. Semuanya terjadi begitu saja dalam sekali kedip mata. Kehidupannya akan berubah setelah ini.

"Aku benci ini semua!"

"Kau hanya memerlukan sedikit waktu."

Sierra lagi-lagi menggeleng. Dia memberontak pada Sarah sehingga ia bisa melarikan diri dari Sarah. Sierra mengeluarkan semua tenaga untuk menggerakan kaki menuju halaman rumah tua tak terpakai itu. Sarah mengejarnya.

"Sierra!" panggil Sarah.

Sangat sepi. Tidak ada yang melihat Sierra dan Sarah berlarian seperti ini. Gadis 16 tahun itu terus saja berlari menjauh dari Sarah. Sarah berusaha untuk menangkap Sierra, namun ia kalah cepat dari adiknya.

Sarah menghentikan langkahnya saat Sierra telah hilang dari pandangan mata. Dia menggeram kesal. Kenapa Sierra tak ingin menerimanya? Kenapa ia harus terpisah lagi? Kenapa ia tidak bisa bersatu kembali dengan keluarganya? Apa kehidupan harus semengerikan ini? Apa kenyataan harus sekeji ini? Memuakan! Semuanya menjijikan!

Hingga emosi Sarah benar-benar berkumpul di dalam pikiran. Darahnya benar-benar telah mendidih. Dan kini, Sarah si pembunuh hadir kembali. Matanya menunjukan bara api yang menyala-nyala. Senyuman seringai mengembang di wajah. Tangannya sudah siap untuk menyiksa seseorang.

---

Sierra bersyukur karena kini dia bisa sampai ke dalam rumah dengan selamat. Ia mengatur napas. Badannya sedikit membungkuk, mulutnya terbuka, matanya terpejam. Semua dilakukan guna mencari udara sebanyak mungkin. Rasanya ini semua seperti mimpi buruk. Sierra tidak pernah membayangkan bila ia harus bertemu dan bersitatap dengan seorang pembunuh yang selama ini ia cari.

Setelah merasa bahwa napasnya telah teratur, Sierra mulai berjalan cepat ke ruangan pribadi ayahnya. Mungkin di sana ada sebuah petunjuk tentang masa kecil Sarah. Dibukanya perlahan pintu berwarna coklat tua itu. Dengan satu tarika napas, Sierra berdoa. Semoga ini semua tidak benar!

Janson tidak pernah mengizinkan Sierra untuk masuk ke dalam ruangan ini. Sierra yakin bahwa laki-laki itu pasti menyimpan sejuta rahasia di sini. Dan rahasia itu, pasti tentang seseorang di masa lalu.

Sierra mendekati sebuah lemari besi di sudut ruangan. Dengan cepat, dia membongkar semua isi dari lemari itu. Tidak ada yang menarik selain berkas-berkas penting. Ia tidak menemukan satu pun petunjuk.

Pandangannya menangkap meja berlaci. Sierra berlari ke arah meja itu. Dia kembali mencari sesuatu di sana. Umpatan kesal terus saja keluar dari bibir mungilnya. "Bodoh! Kenapa dari tadi tidak ada?! Sampah!"

Hingga sebuah foto kecil terjatuh. Sierra mengambilnya. Kedua mata gadis itu membesar sesaat. Napasnya tertahan. Tubuhnya terasa sangat lemas. Dia terjatuh begitu saja di atas lantai. Dipegangnya erat foto tersebut. Foto yang sama persis seperti foto yang ada pada Sarah.

"Semuanya benar." Sierra berkata pelan, hampir seperti bisikan.

"Sarah, pembunuh itu, dia adalah kakakku." Air mata Sierra jatuh untuk kedua kalinya.

Dia berpikir sejenak. Apa yang dikatakan Sarah tadi ada benarnya juga. Saat seusianya, Sarah selalu mendapat perlakuan tidak mengenakan. Orang tuanya selalu bertengkar hebat. Ia mengalami pembulian. Sarah tidak memiliki teman. Dia selalu menjadi bahan ejekan. Kehidupan Sarah begitu rapuh. Sehingga membalas dendam adalah jalan yang baik menurutnya.

Sierra tidak mengalami itu, dia langsung saja mengecap Sarah buruk. Ia tidak mengerti bagaimana keadaan Sarah, ia tidak mengetahui jalan hidup Sarah sebelum diceritakan. Tidak seharusnya dia terburu-buru mengambil kesimpulan. Orang yang jahat adalah orang yang terluka sebelumnya. Harusnya Sierra tahu itu.

"Maaf, Sarah. Aku menyesal telah membencimu. Aku juga akan melakukan hal yang sama bila menjadi dirimu. Maaf."

Dan sekarang, Sierra paham keadaan Sarah dalam waktu singkat.

---

Sarah langsung saja menarik seseorang yang tidak ia kenal dan membawanya ke dalam rumah kosong. Dia akan mencurahkan semua emosi. Dia akan membunuh tanpa ampun. Semua tampak wajar di mata Sarah.

Laki-laki tak berdaya yang kini tengah duduk lemah di atas lantai karena terus saja menerima pukulan dari Sarah, sedikit menangis. Tangannya diikat kencang. Sarah tersenyum lebar.

"Kenapa aku tidak bahagia? Aku membenci dunia! Aku membenci diriku sendiri!" Sarah menarik rambut korbannya.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya si korban, lirih.

"Aku akan bersenang-senang dengan kesakitan!" Sarah lalu mengambil kapak yang ia telah bawa.

Tanpa perasaan, Sarah memotong kedua tangan korbannya. Selanjutnya, ia memotong kedua kaki korban tanpa ampun hingga darah telah mengalir ke mana saja. Terakhir, Sarah mengarahkan kapak ke perut si korban. Jadilah, ruangan yang dipenuhi dengan lautan merah.

Tak puas sampai di situ, Sarah menendang potongan tubuh di hadapannya sambil berteriak keras. "AKU BENCI KEHIDUPAN!" 

Saat Sarah hendak menangis, seseorang memanggilnya. Suara itu begitu lembut.

"Sarah."

Wanita itu menoleh ke belakang. Ia lupa mengunci pintu. Sarah menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk satu buah senyuman.

"Kau kembali?"

Sierra mengangguk. "Apa membunuh sangat menyenangkan?"

---

Makin gaje, yak?

Vomment please meski ceritanya begini :"

Bakal diusahain update-nya lebih cepet lagi.

Salam :)

Rin dan oppai738 :)

Dark Side GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang