Part XVI

197 29 1
                                    

"Makanmu banyak ya." Sindir Gibran sambil mendengus ngejek.

"Bukan urusanmu." Jawabku ketus sambil menyendok nasi dari dua tempat bekal.

Eh, si Gibran malah terkekeh. Tuh anak ggrrr pengen kugebuk pakek kursi.

Oke, daripada moodku yang terlanjur jelek ini tambah jelek maka aku keluar dari dalam kelas mumpung jam istirahat kedua masih ada 10 menit lagi.

"Nggak di lanjutin makannya Mal?" Tanya Icha kaget begitu melihatku tau-tau berdiri dengan ekspresi muka kucel.

"Nggak." Sahutku ketus.

Serta merta Icha nendang kursi Gibran yang notabene duduk di depan mejaku," lu tuh ya. Tega banget sama Malika."

Gibran nengok dengan muka gak kalah kesel gara-gara kursinya di tendang lalu hanya ngangkat alis dengan muka tanpa rasa bersalah seakan-akan dia bingung salahnya dimana.

Well, memang wajar Gibran nggak tau salahnya dimana. Dia mana tau kalau aku ngabisin bekal makanan yang di tolak Bima. Mending mati aja daripada Gibran tau.

Baru aja kakiku keluar satu dari dalam kelas. Mataku sekarang bertatapan dengan mata Anna. Dia berdiri diam di depan kelasku kaya' orang bingung.

Oh, hebat juga si Gibran sekarang, dia dan Anna udah saling mengunjungi kelas masing-masing.

"Gibraaaannnnn!!!!!" Teriakku ke dalam kelas bahkan sebelum Anna buka mulut.

Anna seperti ketiban tangga. Mulutnya mangap melihatku tau-tau teriak ala tarzan sedetik setelah melihat wajahnya.

" Dicariin Annaaaaa.....!!!!!" Teriakku lagi.

"Mal, aku nggak nyariin Gibran kok." Gumam Anna cepat-cepat," Aku cuma mau nitipin ini buat Gibran."

Anna menyerahkan tas kertas kecil berwarna putih gading mewah kemudian buru-buru pergi padahal Gibran baru aja muncul di depan kelas.

"Mana Anna?" Tanya Gibran.

"Matamu burem Bran? Liat nggak tu anak lagi jalan setengah lari di tangga?" Kataku sambil nunjuk Anna yang kali ini sudah hilang di balik belokan tangga. Hm, larinya cepet juga.

Mata Gibran bukannya tertuju ke Anna malah tertuju ke tas kertas yang kubawa.

"Dari Anna." Kataku sambil menyodorkan tas kertas kecil itu.

Si Bobby yang barusan ikut lari keluar bersama Gibran langsung berseru,"Bukannya ini hadiah darimu buat Anna ya Bran? Cailaah di balikkin! Kurang mahal kali' Bran!"

Alisku naik dua-duanya. Tadinya aku sudah terlanjur iri. Kirain Anna ngasih Gibran hadiah, kenyataannya hadiah dari Gibran malah dibalikkin oleh Anna.

Baru sekarang kuperhatiin baik-baik itu tas kertas. Ternyata itu tas jam tangan merek Rhythm. Bukannya itu jam harganya sejutaan?

Ya ampun... seketika itu juga aku nggak bisa nahan ketawa.

Aku ketawa ngakak.

"Sekarang kamu gimana? Masih 'pacaran' sama Anna?" Sindirku pedes.

Gibran melayangkan pandangan membunuh kearahku. Detik itu juga Gibran melempar tas kecil itu kearah Bobby yang langsung di tangkap Bobby sambil menggerutu,"Anjrit! Ini jam mahal Bran!"

"Waktu itu Anna nembaknya bohongan loh." Ujarku lagi-lagi frontal. Siapa tau belum ada yang tega ngingetin Gibran soal takdirnya.

Gibran hanya ngangkat alis sambil berkata," oh ya?" Sebelum tau-tau itu anak lompat dari beranda lantai dua depan kelasku.

"HA?" Jeritku setengah bengong. Aku buru-buru melongokan kepala melewati tembok beranda. Nggak nyangka Gibran bunuh diri secepat ini cuma gara-gara hadiahnya dibalikkin dan dijudesin olehku.

Tapi ternyata ia masih hidup. Gibran lompat ala ninja mengikuti kontur dinding gedung sekolahku yang memang memungkinkan orang nggak waras untuk manjat dan turun.

"Lupa Bran kalau ada tangga?!" Teriakku gonduk berat.

"Biarin aja. Tuh anak kayaknya emang lagi buru-buru." Gumam Daffa yang tau-tau muncul di sebelahku. Ngomong-ngomong aku belum pernah cerita soal Daffa kan? Ia salah satu komplotan Gibran yang paling normal. Paling mendekati kalem dan yang punya muka paling nggak njengkelin.

Daffa punya wajah yang ngingetin orang dengan anak anjing lucu walaupun sebetulnya badannya yang paling tinggi daripada semua temen-temennya.

"Itu anak kalau jatuh terus mati gimana?"

"Khawatir ya?" Tanya Daffa sambil nyengir kecil.

"Amit-amit." Ujarku jengkel kemudian berjalan buru-buru ke kantin.

MALIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang