XXIII

307 27 3
                                    

"Menyerah bukan berarti kalah Mal." Icha menepuk-nepuk pundakku pelan.

"Cowok nggak punya perasaan! Mentang-mentang ganteng terus bisa sok-sok an gitu? Pantes aja Anna lebih milih pacaran sama Gibran di banding dia!" Cerocosku marah.

"Sst, nanti Bobby denger loh! Nanti kamu bisa di ledekin." Icha menengok kanan kiri kelas panik. Takut melihat mata yang menatap penasaran. Untungnya semua anak sibuk sendiri-sendiri.

"Udahlah Mal, mau sampai kapan kamu jelek-jelekin Bima?" Lanjut Icha.

"Aku masih marah Cha. SUPER MARAH."

"Kan kemarin kamu udah ngelempar Bima pakek segelas plastik jus. Masa' masih kurang?"

"Harusnya kamu ngelempar dia pakek Pot juga!"

"Lah gimana, aku kan di teras. Nggak nontonin kalian. Jadi aku mana tau. Mana suara hujannya keras banget."

"Aku nyesel udah ninggal kue sama hoodienya disana."

"Udah di ikhlasin aja. Toh niatmu emang mau di kasihin ke Bima kan?"

"Harusnya kuenya kulempar ke mukanya Bima juga ya?"

"Mending juga kuenya di kasih ke aku, Mal." Sungut Icha.

Aku mendengus kemudian meletakan kepalaku di atas meja.

Icha menghela nafas panjang, " Bener ya? Rasa suka memang beda tipis ma benci. Sekarang kamu jadi benci Bima ya?"

"Iya! Benciiiii banget sampai mati."

"Udah nggak suka lagi kan?"

Aku menggigit bibir," Nggak terlalu."

"JADI MASIH SUKA? INI ANAK!"

"Udah nggak terlalu kok!" Jawabku ngeyel.

"Tapi kalau Bima nembak kamu sekarang, kamu masih mau pacaran sama dia?"

Aku mendengus, nggak menjawab. Tengsi lah kalau menjawab 'iya'. Kebisuanku langsung di artikan oleh Icha. Ia menepuk jidatnya keras. Sayangnya Icha terlalu baik untuk bilang,'aku kan udah bilang kalau Bima bla bla bla bla kamu kok masih bla bla bla dsb.' Kuat dugaanku alasan lainnya karena Icha sendiri sudah bosan ngomong hal yang sama melulu.

"TERUS GIMANA? KAMU MASIH MAU BERUSAHA GITU?"

"Kan aku udah nantangin Bima. Masa' aku mundur?"

"Kadang mundur itu lebih baik daripada babak belur. Aku kasihan sama kamu Mal." Gumam Icha lalu ia mengendikan kepala samar ke arah pojok belakang kelas," Aku juga kasihan ma itu orang."

Aku menoleh kebelakang. Arah pandangan Icha tertuju langsung ke Gibran yang sedang duduk sendirian dengan muka dingin, kusut, capek di pojok kelas.

"Tanggal berapa sih Gibran jadian sama Anna?" Potongku mengalihkan perhatian Icha.

"Kaya'nya awal bulan Desember deh. Aku juga nggak inget."

"Aku pernah cerita soal Bima bilang,'cuma satu bulan' itu ke kamu kan?"

"Ah iya." Alis Icha mengkerut," Aku curiga maksud kata-kata Bima itu, Anna sama Gibran pacaran ala kontrak outsourcing. Jadi pacaran cuma satu bulan atau Bima entah ngapain bisa bikin Anna sama Gibran cuma bisa pacaran paling mentok satu bulan."

"Aku juga mikir gitu." Bisikku sambil mengangguk-angguk," Tapi apa cuma kita yang tau ya?"

Icha mengangkat bahu bingung.

"Terus si Gibran menurutmu kenapa?"

"Mungkin juga itu anak sekarang stress gara-gara masa berlaku pacarannya udah mau habis." Icha menahan ngikik jahat.

"Mereka berdua gaya pacarannya kaya' gimana sih?" Tanyaku penasaran. Selama ini aku nggak pernah mau tau soal progress pacaran Gibran dan Anna padahal mereka pasangan nomer satu di sekolah yang gerak-geriknya super di perhatikan macam pasangan selebriti lokal.

Icha menjelaskan panjang lebar. Yang ia tau Anna dan Gibran beberapa kali kepergok makan berdua di kantin. Selebihnya mereka paling ngobrol sedikit kalau bertemu di lorong. Lebih dari itu mereka nggak pernah kedengeran pulang bareng atau muncul di tempat di luar lingkungan sekolah.

"Malahan aku denger-denger Anna kalau pulang sekolah malah bareng Bima.."

Aku menggertakan gigi jengkel. Pasangan macam apa sih Gibran dan Anna? Mereka pasangan paling nggak bermutu yang pernah kudengar.

"Daripada kamu ngurusin mereka mending kamu minta maaf ke Bima karena udah ngelempar jus ke mukanya deh. Mumpung sekarang masih hari pertama semester 2. Masih kelas kosong. Kamu bisa bebas ke kelasnya sekarang."

"Harusnya Bima yang minta maaf ke aku!"

"Gimana sih? Katanya kamu masih naksir Bima? Katanya masih mau berusaha? Nungguin Bima buat minta maaf duluan sama aja nungguin Ayam berevolusi jadi bisa renang!"

"Amit-amit." Aku mendengus.

"Ah bagus deh." Icha menepuk pundakku,"Sebenernya aku juga nggak rela kamu minta maaf duluan.."

MALIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang