Part XX

244 32 3
                                    

Ada sesuatu dalam diri Anna yang membuat aura menekan dalam UKS perlahan-lahan menghilang. Bima masih memasang wajah galak tapi tidak semengerikan sebelumnya.

"An." Panggilku putus asa menyadarkan Anna kalau aku juga ada di sini.

Anna menoleh kaget. Ia langsung berjongkok di depanku dengan muka khawatir,"Malika? Kamu kenapa duduk di lantai? Kamu nggak apa-apa?"

Aslinya aku sudah mau buka mulut soal Gibran tapi petir dari mata Bima menyambarku. Coba kalau petir asli. Aku pasti sudah gosong.

Anna akhirnya membantuku berdiri. Waktu tangannya menyentuh lenganku aku bisa merasakan badannya hangat. Sepertinya dia betul-betul sakit.

"Kenapa beli minum sendiri? Kenapa nggak minta tolong?" Tiba-tiba Bima menggertak galak mengalihkan perhatian Anna.

"Aku bisa sendiri. Aku nggak apa-apa." Jawab Anna sambil meringis setengah tersenyum.

Ini anak kok mukanya bisa senyam-senyum terus begitu ya? Pikirku sewot sambil memandang Anna yang berdiri di sampingku sekarang.

"Bima, aku cuma pusing sedikit." Kata Anna beberapa detik setelah mereka sama-sama terdiam bertatapan mata.

"Aku nggak bohong." Anna seperti menjawab pertanyaan yang tidak kudengar.

Saat itu juga aku teringat kejadian di bumi perkemahan. Saat Anna mengerti maksud Bima tanpa perluh kata-kata.

"Iya. Iya aku istirahat. Nggak ke akan ke kantin sendiri lagi." Lanjut Anna.

Anna melirikku sekilas sebelum berjalan menuju ke tempat tidur UKS,"Kamu betulan nggak apa-apa?" 

"Nggak apa-apa." Jawabku singkat pelan.

"Betulan?" Tanya Anna sekali lagi sementara didepanku Bima melepas sepatu Anna. Membetulkan posisi selimut, meletakan tangannya di kening Anna, mengambil obat dari dalam kotak obat dan meletakannya didekat Anna. Semua di lakukan Bima tanpa bicara sama sekali.

Aku sampai nggak tau harus bagaimana. Rasanya seperti melihat rumahku di lalap api tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa selain melihat.

Cemburu? Jelas. Banget malah.

Tapi gimana mau nunjukin kalau aku cemburu ke seseorang yang nggak pernah aku punya?

Bima dan Anna berteman lebih lama daripada aku kenal Bima. Aku nggak bisa melarang Bima peduli pada Anna di depanku (kenyataannya Bimapun nggak peduli aku melihat walaupun dia JELAS tau aku suka padanya) dan aku jelas nggak bisa marah ke Anna karena apa iya Anna tau aku naksir Bima?

"Malika?" Anna memanggilku dari tempat tidur, ia bertanya kenapa apa aku juga sakit karena mukaku pucat pasi.

Aku hanya menggeleng kemudian berjalan keluar UKS dengan muka linglung. Yang kulakukan selanjutnya duduk menunggu Bima di kursi besi di depan UKS sampai Bima keluar dari dalam ruangan karena jam istirahat pasti akan segera habis juga.

"Bima." Sapaku nekat begitu melihat Bima menutup pintu UKS beberapa menit kemudian.

Bima menoleh.

"Kamu tau kalau Anna sekarang pacaran sama Gibran?"

Bima menyipitkan mata dingin. Sudah jelas ia nggak suka dengan pertanyaanku.

"Kamu suka Anna kan Bim? Kenapa kamu nggak berhenti suka sama Anna? Dia punya Gibran sekarang." Ujarku sambil mengejar langkah Bima melewati koridor.

Bima tetap berjalan tidak peduli dan tanpa suara.

"Kata Anna selama ini kalian cuma temenan kan?"

Bima tetap tidak merespon.

Aku mendengus menahan segala rasa takut, malu, gugup, canggung, cemburu dan sebalku.

"Bima pendiem, galak, nyebelin. Kalau kuajak bicara Bima nggak pernah nanggapi. Bima lupa namaku. Bima nggak pernah tau aku ada. Sudah gitu aku di tolak dua kali. Mana Bima juga suka sama cewek lain! Aku nggak tau. Apa sih menariknya Bima buatku?"

Kaki Bima tiba-tiba terhenti sesaat. Ia seperti mengingat sesuatu yang aku nggak akan pernah tau itu apa.

"Apa menariknya?" Bima tertawa sedikit. Lebih seperti menertawai dirinya sendiri.

Aku mematung. Bima tertawa ngejek. Untuk pertama kalinya Bima tertawa di depanku.

Walaupun hanya sesaat. Bima betul-betul tertawa.

MALIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang