Author
Tanpa seorang pun tahu, seorang gadis sedang dalam bahaya. Di sisi lain ada pula keuntungannya, ia aman dari para kanibal ganas di luar sana. Gadis ini diisolasi dari dunia luar untuk kedua kalinya, namun dengan ‘pengurung’ berbeda. ‘Pengurung’ yang ini benar-benar mengekang hak kebebasannya. Tangan serta kaki Jihyo dibelenggu tali tambang yang diikat kuat. Mau bagaimana pun sulit untuk melepasnya. Awalnya mata Jihyo tiada hentinya mengalirkan hujan, tapi kini air matanya kering, dirinya tak sepanik dan setakut beberapa waktu lalu. Emosi dan detak jantungnya berhasil ia kontrol kembali dengan baik.
“Ayah, selamatkan aku...”
Jaehyun
Setahun lalu ibuku mengeram diri di basement dalam waktu lama. Para anak-anak yaitu aku dan Chani tenggelam dalam lautan kebingungan. Siang dan malam dia sibuk sendiri di dalam sana. Tidak satu pun dari kami tahu hal apa yang sedang ibu kerjakan. Diketuk ribuan hingga jutaan kali juga percuma, hanya membuang tenaga dan waktu dengan hasil yang nihil.
Terkadang orang-orang curiga jika terjadi hal semacam ini, yang terlintas di benak mereka adalah orang tersebut mungkin tak sadarkan diri atau terjadi sesuatu yang buruk. Berbeda dengan kami berdua. Dari sela-sela pintu basement merambat berbagai suara dari dalam. Atas hal itu maka kami berasumsi kalau ibu memang sedang sibuk melakukan sesuatu dan dia masih tersadar.
Ini bukan pertama kalinya terjadi, dua tahun lalu ibu pernah seperti ini. Sebelum mengasingkan diri, ibu tak meninggalkan pesan atau mengatakan sepatah kata pun untuk kami. Beliau tidak pula memberitahu apa yang akan ia lakukan di dalam laboratoriumnya untuk waktu yang lama. Ibu hanya pergi ke bawah tanah dan mengunci pintu dalam diam.
Ada yang berbeda dari sebelumnya, waktu menyendiri ibu lebih panjang kali ini, bahkan lebih panjang seminggu. Hingga pada suatu malam, suara bising membangkitkanku dari tidur. Semua mimpiku buyar seketika hanya karena suara berdurasi beberapa detik itu.
“Anak-anak, turunlah~! Ada sesuatu untuk kalian~!” panggil ibu cukup keras.
Sebagai anaknya, aku menurut saja. Chani tidak, walau terbangun, tapi dirinya pura-pura masih terlelap. Malam ini Chani tidur bersamaku, bukan karena takut atau apa, hanya saja sesekali kami tidur bersama. Mungkin untuk mempererat persaudaraan.
“Chani, aku tahu kau bangun. Ayo ke bawah!” ajakku menarik selimutnya sedikit.
“Tidak, aku tidak mau lagi!” tolak Chani tetap memejamkan mata.
Semenjak lima bulan ke belakang, Chani selalu menolak untuk turun ketika ibu memanggil dengan kata-kata serta nada seperti ini. Hal itu bagai panggilan kematian bagi bocah ini. Chani tahu itu pertanda buruk baginya. Trauma, itu penyebab Chani ketakutan setengah mati mendengar panggilan tersebut. Setiap kali ini terulang kembali, ia selalu bersembunyi di dalam lemari atau di kolong tempat tidur. Atap pernah jadi tempat persembunyiannya pula setelah ibu tahu di mana saja ia biasa menyembunyikan diri.
Meski ada rasa enggan dalam diriku, namun demi ibu, aku rela turun dan mengikuti keinginannya.
“Iya, aku segera ke sana, Ibu!” jawabku dari kamar sedikit berteriak sebab jarak yang lumayan jauh.
Turunlah aku sendiri tanpa si adik di sisiku. Ibu sudah menunggu di ruang keluarga. Beliau duduk di ujung sofa panjang sembari tumpang kaki. Benda yang tak asing lagi dalam hidupku digenggam tangan dan jemari lentiknya. Aku langsung bisa membaca apa yang akan ibu lakukan selanjutnya. Tanpa instruksi, kubaringkan tubuh di sofa. Rela tidak rela, mau tidak mau aku tetap menerima perlakuan ibu.
“Ini tidak akan lama...” ucap ibu mengusap lenganku dengan kapas basah.
Rasa sakit menyerang lenganku. Tidak lama, namun cukup menyakitkan. Lewat jarum suntik yang menerobos ke dalam kulit dan dagingku, dialirkan sebuah cairan asing yang tak kuketahui. Beginilah, sering kali aku dijadikan kelinci percobaan. Trauma Chani timbul karena perkara ini, bukan karena jarum suntik atau rasa sakit ketika disuntik, melainkan cairannya. Efek cairan-cairan asing tersebut beragam, ada yang tidak berefek, ada yang efeknya sedikit, ada yang cukup hebat, ada pula yang sampai menyiksa. Saking menyiksanya ingin rasanya aku bunuh diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
V
Fanfiction"Kata Ayah, dunia luar itu sangat berbahaya!" ujar seorang anak lelaki bernama Jisung. Hidup terisolasi dari dunia luar sudah menjadi konsumsi sehari-hari Jisung dan kedua kakaknya. Dinding, tanah, dan pintu berlapis menjadi penghalang mereka berint...