Jaehyun
Pintu lemari kubuka sedikit untuk mengintip keadaan di luar. Aman, tak ada siapa pun. Aku membuka pintu lemari lebar-lebar hingga tubuhku bisa keluar. Kaki ini menginjak lantai kayu menimbulkan suara kecil akibat gaya gesek yang terjadi. Kahi rupanya orang yang berbahaya, aku harus segera memberitahu yang lain!
Sepasang kakiku berjinjit menuju kamar Mingyu yang merupakan kamar terisi paling dekat. Tak tersedia kunci di setiap pintu, bahkan sang tuan rumah tidak memberikannya pada kami. Mungkin kebaikannya meminjamkan kamar-kamar ini memang untuk kepentingan lain. Aku bisa masuk kamar Mingyu bebas tanpa permisi. Kahi pun bisa merdeka keluar-masuk kamar kami berempat.
“Mingyu! Mingyu! Bangun!” perintahku dengan berbisik sembari menggoyang-goyang tubuhnya.
Syukur kupanjatkan, dengan mudah anak ini bangun dari tidurnya. Mukanya kusut, matanya masih setengah terbuka, rambutnya berantakan bagai habis diterjang badai, sepasang alisnya beradu.
“Ada apa?” pertanyaan langsung keluar dari mulutnya.
“Kita harus pergi dari sini, ada yang tidak beres dengan tantemu!” ucapku diliputi kepanikan.
“Apa maksudmu tidak beres?”
“Ia mencoba menusukku tadi!”
“Jangan mengarang cerita! Dia orang baik.”
“Aku serius, aku tidak berbohong. Aku berani bersumpah jika aku bohong, aku akan mati di tangannya.”
“Baiklah, aku percaya, namun belum sepenuhnya.”
Mingyu berhasil dibujuk, kini tinggal membangunkan dua orang lagi dan menyelamatkan mereka dari rumah neraka ini. Tangisan bayi masih beralun menjadi backsound pelarian kami berdua. Tiba di kamar sebelah, kami hanya menemukan Jisung. Ke mana perginya pria itu?
Jisung berhasil disadarkan dari mimpinya. Hal pertama yang ia tanyakan setelah sadar yaitu sang ‘ayah’. Sebegitu percayanya bocah ini pada perkataan pria sedikit gila itu.
“Kami akan menemukan ayahmu, tapi lebih baik kita pergi dulu dari sini. Rumah ini berbahaya,” jelasku singkat.
Keluar dari kamar, tangis bayi sirna. Kami dalam bahaya, wanita tak waras itu pasti akan kembali dan membawa petaka. Haruskah kami lompat keluar jendela? Mana mungkin! Tempat kami berpijak adalah lantai tiga, akan seperti apa jadinya kami jika terjun bebas dari lantai tiga sebuah bangunan? Membayangkannya saja aku tak sanggup, bagaimana merealisasikannya. Pikiranku buntu, entah apa yang harus aku lakukan.
“Aku akan menemui tanteku.”
“Apa kau gila?! Dia tidak waras!” hati dan pikiranku benar-benar tidak menyetujui ide gila Mingyu.
“Aku akan beralasan haus dan ingin minum, lalu akan aku ajak ia mengobrol. Selama aku mengalihkan perhatiannya, kalian bisa kabur,” sambung Mingyu menjelaskan secara singkat dan sederhana taktik rancangannya.
Berat hati memang, namun tak ada jalan lain. Mingyu menuruni tangga kayu tua berdesain klasik itu tanpa menunjukkan kegetirannya sedikit pun. Kami yang masih tersisa di atas menunggu waktu yang tepat untuk turun kemudian melarikan diri dari sini. Dari atas kupasang pendengaranku baik-baik untuk menguping setiap kalimat yang terlontar dari bibir kedua anggota keluarga ini.
Author
Sang tuan rumah yang tidak lain adalah Kahi keluar dari kamarnya dengan pisau di tangan. Serapat mungkin pintu ditutup dengan lembut. Berbalik tubuhnya membelakangi pintu, betapa terkejutnya ia menyaksikan sang keponakan yang sudah berdiri di hadapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
V
Fanfiction"Kata Ayah, dunia luar itu sangat berbahaya!" ujar seorang anak lelaki bernama Jisung. Hidup terisolasi dari dunia luar sudah menjadi konsumsi sehari-hari Jisung dan kedua kakaknya. Dinding, tanah, dan pintu berlapis menjadi penghalang mereka berint...