Author
“Tidak bisa keluar, ya?” pertanyaan keluar dari bibir seseorang.
Bukan Jisung yang bicara. Sedari tadi Jisung menutup rapat bibirnya. Lampu ruangan tempat Jisung berpijak menyala. Senter Jisung tak berguna lagi. Sendi leher Jisung memutarkan kepalanya ke belakang. Orang yang paling dihindari hadir di ambang pintu. Senyum misterius mekar di wajah tampannya yang tiada dua.
“Mau kubantu?” tanyanya lagi yang kini menawarkan pertolongan.
Hati Jisung terbakar melihat parasnya. Melotot sepasang matanya, bukan oleh rasa takut, tapi amarah yang menyebar ke sekujur tubuhnya. Api kemarahan berkobar, semakin lama kobarannya semakin dahsyat. Gesit tubuh Jisung berbalik ke arah Taeyong kemudian kakinya berpacu kencang. Senter di tangannya jatuh ke bawah, namun Jisung tak peduli. Ditabrak tubuh Taeyong olehnya hingga punggung pria itu menghantam lantai yang begitu keras. Duduk Jisung di atas perut Taeyong, tangan kanan dan kirinya mencekik leher Taeyong, ia kerahkan seluruh tenaganya untuk membalas dendam yang selama ini terpendam.
“Kau pantas mati!” teriak Jisung serak seperti kerasukan makhluk halus.
....................................................
Terbuka satu-persatu pintu berlapis menuju bunker. Jaebum telah kembali membawa pakaian kotor penuh darah yang melekat di badan. Aroma tubuhnya pun tidak sedap akibat berbagai pertempuran yang ia ikuti. Backpack-nya menggembung seperti akan meledak. Dari luar ia mendapat senjata baru, sebuah pistol. Pelurunya pun ada di saku celana dan di dalam backpack. Ekspresi Jaebum tampak begitu cerah berkat penemuan ini. Tak sengaja di jalan lelaki ini bersua dengan mayat berpenampilan seperti polisi. Seragam polisi lengkap dari topi sampai aksesoris-aksesoris lainnya melekat pada pria yang tergeletak di tengah jalan itu. Mengenaskan keadaan bapak polisi tersebut, sebagian tubuhnya telah hilang entah ke mana.
Kasihan Jaebum menyaksikan takdir buruk yang bapak itu terima. Mata Jaebum menangkap suatu objek di pinggang sang polisi, sebuah pistol. Dengan mudah Jaebum mendapat senjata mematikan yang terbilang langka. Di depan mayat itu Jaebum malah sumringah. Tidak berhenti sampai di sana, polisi itu digeledah saku bajunya. Peluru berhasil dibawa pergi juga. Bisa dibilang dia telah berubah menjadi perampok. Tapi ini tak akan jadi pekerjaan tetap, lagipula bapak ini tak akan menggunakan barang-barang tersebut di lain waktu. Jaebum merasa begitu beruntung kali ini. Rasa bahagia betah sekali bersarang di hati Jaebum. Sepanjang jalan tiada henti ia menarik bibirnya ke samping. Meski pemandangan sekitar sunggguh mengerikan, namun ia tetap tersenyum lebar.
“Anak-anak, aku pulang!” lantang Jaebum dari pintu depan.
Sahutan tak terdengar. Kondisi bunker dibalut kegelapan. Biasanya Jisung begitu antusias setiap kali Jaebum pulang dari petualangan berbahaya. Kali ini tak ada Jisung berderap ke pintu depan untuk bertatap muka dengannya. Tak ada pula Taeyong dan Jihyo yang mencegah Jisung menemui Jaebum dikarenakan penampilannya yang tak pantas dilihat anak di bawah umur.
‘Jisung sudah besar sekarang jadi dia mengerti sehingga Taeyong tak perlu mengejar-ngejarnya lagi, sedangkan Jihyo telah tiada...’ pikir Jaebum yang kini senyumnya sirna.
Luntur kebahagiaannya mengingat nama Jihyo yang tertulis jelas di memorinya. Begitu banyak tulisan nama Jihyo di kotak ingatannya. Gerakan Jaebum melambat, tak ada gairah hidup. Barang bawaan disimpan satu-persatu ke tempat semula dan tempat seharusnya. Pria ini berjalan pelan menuju kamarnya sendiri untuk melepas pakaian penuh darah ini dan mengenakan pakaian bersih. Jaebum mengambil langkah dengan tangan meraba-raba dinding dan objek lainnya, di sisi lain ia juga sudah hapal betul bagaimana denah bunker-nya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
V
Fanfiction"Kata Ayah, dunia luar itu sangat berbahaya!" ujar seorang anak lelaki bernama Jisung. Hidup terisolasi dari dunia luar sudah menjadi konsumsi sehari-hari Jisung dan kedua kakaknya. Dinding, tanah, dan pintu berlapis menjadi penghalang mereka berint...