JisungDi ambang pintu tubuhku membeku, bola mataku memaksa ingin keluar, lidah ini seolah kaku, tak bisa berucap sepatah kata pun menyaksikan tontonan tak disangka-sangka ini. Pria berambut pirang berdiri beberapa langkah di depanku. Mata kami saling bertemu. Ekspresi yang tergambar di wajahnya sulit untuk ditafsirkan. Suasana horor menyelimuti seisi ruangan ini. Berceceran di mana-mana cairan merah itu, ada yang berupa cipratan, miniatur danau, tetesan-tetesan kecil dan sebagainya. Potongan-potongan tubuh menjadi nilai tambah bagi kengerian di ruangan ini. Belepotan darah di bibir dan sekitarnya, pakaiannya pun ternodai cairan berzat besi itu, begitu pun tangan dan beberapa bagian lain.
Menjerit lantang diriku dibarengi kaki yang melangkah mundur. Rasa takut mengambil kekuasaan penuh atas diriku, tak bisa lagi kukontrol dirinya yang sudah merajalela.
“Aku bisa jelaskan...” Jaehyun bersuara, kakinya mulai melangkah maju namun pelan.
Bunyi derap kaki tertangkap telinga dari ruangan lain dan mendekat. Berhenti bunyi tersebut, kemudian muncul bunyi yang memekakkan telinga. Kokohnya tubuh Jaehyun sirna, tubuhnya runtuh, hampir menghantam lantai. Tangan dan kakinya pun segera mempertahankan keseimbangan. Merembes darah dari kain di bagian lengan atasnya.
“Mati kau, kanibal!” seru seseorang tepat di belakangku, aku bisa merasakan badannya yang menempel pada punggung dan bokongku.
Tangannya menggenggam sebuah pistol, mengarah lurus moncong pistol ke arah si pirang.
“Tutup telingamu!” perintah Taeyong tegas.
Komando kulaksanakan, kututup rapat-rapat lubang telinga hingga diri ini serasa tuli. Pelatuk ditarik perlahan dan peluru lepas landas. Melesat peluru tersebut menabrak partikel-partikel udara kemudian menerobos kulit dan tengkorak Jaehyun dalam sekejap mata. Lubang terlukis di keningnya, tepat di tengah. Untuk serangan kali ini, Jaehyun benar-benar ambruk. Kedua kalinya aku menyaksikan kejadian serupa, Jaehyun yang jatuh dan tergeletak tak berdaya akibat senjata api. Entah perasaan apa yang harus mewarnai hati ini, apa rasa sedih? Atau lega? Atau bahagia? Sedih karena ia masuk daftar orang yang paling kucintai dan kusayangi. Lega karena akhirnya kanibal berhasil ditiadakan dari rumah ini. Bahagia karena musuh dalam selimut dapat ditumpas. Mana yang harus kupilih?
“Bagaimana kau tahu dia ini seorang kanibal?” tingkah Taeyong melahirkan sebuah pertanyaan.
“Aku tak sengaja melihat aksi kejinya memotong-motong tubuh Jihyo beberapa jam lalu,” Taeyong memberi penjelasan singkat.
Pantas saja Taeyong bisa begitu cepat hadir di ruangan ini, sepertinya ia tak tertidur sama sepertiku.
“Lebih baik kau kembali tidur, biar aku yang membereskan semua ini,” ujar Taeyong menurunkan senjatanya.
Lagi-lagi aku mematuhi setiap kata yang mengalir dari mulutnya tanpa mengeluh. Meski insomnia sedang berjangkit di tubuh, tapi kupaksakan saja mata ini terpejam di atas tempat tidur. Rasa lapar masih bersarang di perut, tapi semua kejadian ini melunturkan napsu makanku. Apa nanti pagi aku mau sarapan? Entahlah. Damai diriku dalam mimpi, sedangkan Taeyong mungkin sedang sibuk membersihkan seluruh kekacauan ini sendirian.
Walau waktu tidurku kurang, mata ini membuka bersamaan dengan terbitnya sang surya. Keluar dari kamar, Jaebum dan Taeyong hadir di ruang tengah. Mereka berbincang berdua, namun tampaknya ini bukan obrolan yang menyenangkan. Tak ada gelak tawa atau secercah senyum pun yang mewarnai kata demi kata dari bibir mereka. Penasaran, aku menghampiri mereka dengan bisu. Berdiri di depan mereka, mulut ini masih terkunci rapat. Aku tak ingin mengganggu perbincangan serius mereka. Topik pembicaraan mereka yaitu Jaehyun. Taeyong membeberkan semua rahasia yang berhasil ia singkap terkait Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
V
Fanfiction"Kata Ayah, dunia luar itu sangat berbahaya!" ujar seorang anak lelaki bernama Jisung. Hidup terisolasi dari dunia luar sudah menjadi konsumsi sehari-hari Jisung dan kedua kakaknya. Dinding, tanah, dan pintu berlapis menjadi penghalang mereka berint...