X [Kejutan!]

176 30 8
                                    


Author

Dua orang pria berjalan tertatih-tatih di trotoar. Ini terjadi masih di hari yang sama dengan kejadian pengepungan rumah Mingyu. Satu orang dari mereka tubuhnya bagai bunga yang layu. Nama dua orang pria ini yaitu Jaehyun dan Jaebum. Jaebum-lah yang tampak tak berdaya, tangan kirinya tergantung lemas, matanya sesekali terpejam. Jaehyun masih kokoh berdiri, dirinya membantu Jaebum berjalan. Kedua orang ini saling merangkul pundak satu sama lain.

“Untung tembakannya meleset, jantungmu hampir kena peluru itu,” Jaehyun berujar dengan mata tetap terpaku ke jalan yang melintang di depan sana.

Jaebum merespons hanya dengan menarik sebelah bibirnya menjadi senyum yang tampak tak bertenaga.

“Hebat sekali kau masih bisa bangun sendiri padahal banyak peluru bersarang di tubuhmu...” takjub Jaebum, kekuatan suaranya begitu lemah.

“Ini berkat ibuku, kalau ibuku tak menyuntikkan ramuan anehnya, mungkin kini aku sudah mati,” jelasnya singkat. “Aku harus berterima kasih padanya,” sambungnya seraya mengucap syukur dalam hati.

‘Ramuan malam itu berhasil menyelamatkan nyawaku!’ teriak Jaehyun dalam hati menumpahkan rasa bahagianya yang bergelora.

“Sekarang tujuan kita ke mana? Rumahku sudah diambil alih oleh orang-orang gila itu!” kekesalan timbul mengganti suka cita yang ia rasakan beberapa menit lalu.

“Ke rumahku saja, di sana masih aman,” timpal Jaebum.

Jaebum menjadi kompas berjalan bagi Jaehyun. Setiap arah ia beritahukan pada pria berambut pirang ini. Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba di depan rumah Jaebum. Basement menjadi tempat tinggal mereka sekarang. Jaebum kembali ke rumah, rasa rindunya terobati. Seperti biasa, pintu berlapis dikunci namun dengan bantuan Jaehyun. Aman mereka di dalam sana, bagai seorang bayi yang ada di dalam perut sang ibu.

Di latar tempat yang berbeda, yaitu rumah Jisung dan keluarganya terjadi sesuatu.

Jisung

“Jisung! Jisung!” suara yang sering mengisi hari-hariku melafalkan namaku berulang kali.

Ia berteriak keras menghancurkan keheningan malam. Tak sampai di sana, tubuhku diguncang-guncang oleh sepasang tangannya tiada henti. Rasanya seperti dilanda gempa berkekuatan dahsyat. Terusik mimpi indahku, buyar semua pemandangan yang ada dalam mimpi. Langit-langit rumahlah yang kini menjadi pemandangan yang kulihat. Berputar sedikit kepalaku ke samping, ada lelaki tak asing berdiri sedikit membungkuk menatap mataku penuh kecemasan.

“Kita harus keluar dari sini! Kanibal menyerang rumah ini!” panik Taeyong menarik-narik tanganku sekuat tenaga.

Gaya tarik dari tangan Taeyong membuat tubuhku bangun dan turun dari tempat tidur. Tingkat kesadaranku sekitar 50%, diriku masih sedikit bingung dengan keadaan. Ia membawaku berlari hingga keluar dari rumah. Kondisi seisi rumah berantakan, foto-foto berharga kami sekeluarga sebagian bertebaran di lantai, pecahan-pecahan kacanya tersebar di sekitarnya, kursi dan meja jungkir balik tak karuan, semuanya kacau balau bagai habis diterpa badai besar. Pintu juga terbuka lebar, sepertinya itu karena dibuka paksa alias didobrak. Sudah di luar rumah, rupanya Taeyong masih belum lelah mengajakku berlari. Di tengah malam kami membuat kegaduhan di jalan, derap kaki kamilah penyebab utamanya selain napas yang memburu.

“Kenapa kau tahu alamat rumahku?”

“Jihyo yang memberitahu itu padaku,” Taeyong menjawab, sepasang matanya tetap menatap lurus ke depan.

“Di mana penghuni rumah yang lain?”

“Aku tidak tahu, sesampainya di sana aku tidak melihat siapa pun."

VTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang