Terkuak siapa manusia yang membelakanginya itu, Taeyong. Darah menghiasi wajahnya terutama di bagian bibir. Di depan anak itu tergelepak seorang bocah di bawah umur. Bocah itu tampak tak berdaya, tubuhnya diam tak berkutik. Darah mengalir dari luka di lehernya yang sepertinya sangat dalam. Pakaian Jisung basah pula, basah karena darahnya sendiri. Taeyong pun menderita luka di beberapa bagian tubuhnya. Melihat siapa yang datang, senyum mengepak di wajah Taeyong seolah bersih dari dosa.Dari ambang pintu, pistol Jaebum todongkan pada Taeyong yang masih duduk di lantai. Napas Jaebum memburu, tempo detak jantungnya lebih cepat berkali-kali lipat, produksi keringat di tubuhnya mulai berlebih. Perlahan kaki pria berambut hitam melangkah maju menuju si kanibal yang selama ini bersembunyi di balik topeng kebaikan. Akhirnya ia menyingkap topengnya yang selama ini ia pakai. Orang yang ditodong tak menunjukkan rasa takut baik lewat ekspresi atau pun lisan. Sama sekali tidak pria itu tampak terintimidasi oleh senjata api tersebut yang mematikan meski kecil ukurannya. Masih saja bibirnya melukiskan senyum malaikat padahal dia sebenarnya adalah iblis.
"Tembak saja aku! Tembak!" tantangnya bangkit dari duduk.
Jarak kedua manusia ini sekitar satu meter, Jaebum berhenti di titik itu. Kepala Taeyong menjadi sasaran yang siap ditembus peluru mematikan. Target sudah terkunci, tapi jari telunjuk si pemegang senjata api tak kunjung menarik pelatuk. Hatinya berkata, "jangan tembak dia! Dia sudah kau anggap seperti anak sendiri!". Sedangkan kepalanya berujar, "tembak saja! Dia seorang kanibal yang sudah membunuh dua 'anakmu' itu!"
Pikirannya berkecamuk antara harus memilih menggunakan perasaan atau berpikir rasional. Taeyong sudah sangat siap untuk dieksekusi.
"Tembak aku! Ayo tembak!" Taeyong sang tersangka menempelkan keningnya ke moncong pistol.
Hadir tamu tak diundang ke tempat kejadian. Tamu berambut pirang tersebut tanpa permisi menodongkan pistol ke arah tersangka dan menarik pelatuknya hanya dalam hitungan detik. Bising sekali suaranya menyakitkan telinga siapa pun yang mendengar. Tersangka pun tumbang, raganya jatuh ke lantai di samping korbannya. Dari lubang di kepala si kanibal mengalir keluar cairan merah menghasilkan danau mini yang mengerikan. Pria yang ragu-ragu menembak pun ikut jatuh ke bawah. Sekujur tubuhnya serasa lemas. Turun hujan dari pelupuk matanya.
"Anakku yang berharga..." sesalnya menyaksikan pemandangan begitu menyedihkan di hadapannya.
..............................
Raga Jisung dibersihkan dari darah, luka-lukanya diberi cairan antiseptik dan dibalut perban, pakaiannya diganti dengan pakaian yang bersih dari noda apa pun. Dibaringkan tubuhnya di tempat tidurnya dengan penuh kelembutan. Jaebum tiada henti menitihkan air mata selama membantu Jaehyun mengurusi Jisung. Tiga 'anaknya' harus menghadapi hal yang sama, rasa sakit. Menonton Jisung yang matanya terpejam begitu damai, hatinya serasa teriris. Mungkin bukan teriris lagi, tapi terbelah menjadi berkeping-keping.
Perban sudah terpasang dengan baik di leher dan paha, namun si darah memaksa ingin terus kabur dari dalam tubuh Jisung, terutama di leher. Mereka berbondong-bondong keluar, mengalir tak henti-henti. Merembes cairan berisi zat besi mengganti warna perban yang semula putih bersih menjadi merah dan membasahinya. Peralatan medis biasa tak dapat mengatasi hal ini, harus menggunakan tenaga ahli dan peralatan khusus.
Selimut ditarik untuk membalut hampir seluruh tubuhnya yang tak berdaya, hanya kepala yang dibiarkan terbuka. Sejak pertama kali menyaksikan raga Jisung dalam keadaan mengenaskan, sesungguhnya Jaehyun merasakan hal yang sama, kesedihan. Hujan air mata Jaehyun halau sekuat mungkin. Gagal, bulir-bulir air mata memaksa turun dan akhirnya mengalir di pipi seperti sungai di musim hujan. Suasana berkabung sungguh terasa di dalam bunker ini untuk kedua kalinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
V
Fanfiction"Kata Ayah, dunia luar itu sangat berbahaya!" ujar seorang anak lelaki bernama Jisung. Hidup terisolasi dari dunia luar sudah menjadi konsumsi sehari-hari Jisung dan kedua kakaknya. Dinding, tanah, dan pintu berlapis menjadi penghalang mereka berint...