~Semesta sudah merancang semua dengan sangat detail hanya untuk sebuah pertemuan~
***
"Lu sama gue nggak berangkatnya?" tanya gadis bernetra abu-abu yang baru saja selesai menegak segelas susu sampai tandas.
"Iya."
"Ya udah ayo buruan, udah mau telat nih. Gue tunggu di mobil. Dalam tiga menit lu belum masuk mobil gue, gue tinggal!" Tanpa rasa bersalah, gadis yang baru saja menyampirkan ransel biru ke pundaknya itu berlalu dari meja makan, meninggalkan seseorang yang mengunyah rotinya dengan terburu-buru.
Selang beberapa menit sejak Gemi mendudukkan bokongnya di jok kemudi.....
"Eh, anjir hati-hati dong nutupnya! Rusak nanti mobil gue," tegur Gemi
"Elah, lu juga si yang bikin gue gini. Liptint gue sampe luntur gegara buru-buru makan, nih." gerutu gadis bernama Indah itu seraya menyapukan cairan berwarna merah muda pada bibirnya.
"Lu ngapa jadi liatin gue, sih? Katanya mau telat. Yodah ayo jalan!"
"Kok jadi gue yang salah sih?" Gadis berambut cokelat tadi menatap sahabatnya sinis sejenak dan segera beralih pada kemudi. Netra abu-abunya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya sekilas dan segera beralih pada jalanan yang sudah tak sepi lagi. Ia menggigit bibir bawahnya hingga terlihat memerah, kakinya semakin menekan pedal gas secara bertahap, tangannya mengerat pada kemudi.
"Gemi, gue masih mau hidup!" teriak gadis yang menatap Gemi dan jalanan secara bergantian. Namun, yang diajak bicara hanya meliriknya sekilas tanpa berniat menurunkan kecepatan mobil yang berada dalam kendalinya membuat gadis yang duduk di sampingnya memegang erat pinggiran kursi.
Gemi yang sudah berhasil memarkirkan mobilnya dengan santainya membuka seatbelt tanpa memerhatikan Indah yang baru saja bernapas lega. Bahkan, Indah sedikit tak percaya menatap sahabatnya yang melakukan kegiatan dengan santainya seakan tidak terjadi apa-apa di jalan tadi, andai saja dirinya mengidap penyakit jantung mungkin ia sudah pingsan. Bagaimana tidak, sahabatnya itu membawanya dengan kecepatan di atas rata-rata melewati kerumunan yang tak bisa dibilang sedikit. Namun, setidaknya sekarang ia selamat.
"Lu kok masih diem si? Udah buru keluar, lu juga kudu ke ruang kepsek dulu!"
"Ya Tuhan kejam banget. Udah tadi bawa gue mendekati neraka, ini sekarang malah ngomel. Gak ada niatan nemenin gue ke ruang kepsek apa?" gerutu Indah.
"Kagak! Udeh gue mau cabut," ujarnya segera keluar dari mobil dan berlari menuju kelasnya yang terletak cukup jauh dari parkiran sambil berharap guru dengan kepala penuh angka itu belum sampai kelasnya, pasalnya bel masuk sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Langkahnya segera ia perlambat saat mulai mendekati kelas, menyadari kondisi kelasnya yang ramai membuatnya bernapas lega. Langkahnya berhenti di bangku kelas paling pojok dan tangannya bergerak untuk meletakkan ransel yang sedari tadi bertengger di pundaknya.
"Tumben baru dateng?" Pertanyaan itu segera muncul saat bokongnya sudah mendarat dengan sempurna di kursi yang terletak di pojok kelas.
"Begadang gue tadi malem."
"Kan hari ini gak ada tugas. Ngapain begadang?" tanya teman sebangku gadis yang baru saja akan membuka mulut hingga seorang pria tiba-tiba masuk dan seketika suasana kelas menjadi senyap. Tidak, pria itu bukan guru matematika yang sedari tadi sempat dikhawatirkan Gemi. Tanpa harus menunggu lama, seisi kelas langsung bersorak karena jam pertama yang diisi oleh guru yang tidak pernah membuat siswanya bisa bernapas lega ternyata kosong. Namun, belum sempat gadis berambut cokelat itu menjawab pertanyaan teman sebangkunya, sebuah celana yang senada dengan celana seragam sekolahnya mendarat rapi di atas ransel yang ia letakkan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCUMPOLAR [NEW VERSION]
Teen FictionIni bukan tentang aku dan dia. Ini bukan tentang aku yang dikenal sebagai most wanted. Ini bukan hanya tentang remaja yang dilanda asmara. Ini bukan tentang bahagia setelah duka, seperti kata orang, pelangi akan hadir setelah hujan lebat. ...