Circumpolar 5

603 40 12
                                    

~Sebuah gravitasi baru saja runtuh menjadi lubang hitam dan menyeretku ke dalamnya~

***

"Heh, lu!" sebuah tangan tiba-tiba menariknya hingga memaksa Gemi segera berbalik agar tidak terhuyung.

"Lu yang namanya Gemi?" sebuah pertanyaan retorik memicu senyum kecut gadis berambut coklat yang melirik nametag yang terjahit rapi di seragamnya itu.

"Lu bisu, ya?" pertanyaan itu membuat pemilik netra abu-abu itu mendongak, tatapannya jatuh pada manik milik gadis di hadapannya itu dan sempat melirik nametag pada seragam gadis berambut pirang itu, hijau.

"Bisa sopan dikit sama kakak kelas?" tanyanya rendah tapi berhasil didengar gadis di hadapannya. Namun, gadis itu malah tersenyum miring. Keadaan sekolah yang masih sepi membuatnya merasa bebas melakukan apa pun. Gemi yang tak paham dengan salah satu adik kelasnya ini memilih berbalik menuju kelasnya, tapi sebuah tangan berhasil mencengkeram pergelangan tangannya. Gemi yang tidak suka langsung menghempaskannya tangannya dan benar saja, gadis tadi langsung melepaskan cengkeramannya.

"Lu berhenti deketin Nata!" titah tersebut membuat alis Gemi hampir tertaut. Maniknya menatap gadis berambut pirang di hadapannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dirinya tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar. Belum sempat mencerna apa yang baru saja terjadi padannya, sebuah tangan mendorong pundaknya hingga membuatnya mundur beberapa langkah.

"Apa sih masalah lu? Sorry ya, gue nggak pernah ada niatan deketin cowok lu itu. Lain kali sikapnya dijaga," pesan Gemi sebelum benar-benar berbalik dan meninggalkan gadis tadi yang menggeram kesal.

"Cewek aneh!" teriak Pelangi sebelum Gemi benar-benar hilang di balik bangunan menuju kelasnya.

Tak jauh dari tempat Pelangi berdiri, sepasang mata menyaksikan apa yang baru saja terjadi. Bahkan, maniknya masih mengunci pergerakan gadis berambut pirang itu. Deru napasnya begitu cepat ketika kejadian tadi kembali terputar di kepalanya. Tangannya mengepal hingga buku jarinya memutih.

Bego!

***

Jari-jari lentik milik gadis berambut cokelat ini menari dengan indahnya pada secarik kertas yang baru ia sobek dari buku keseniannya. Maniknya sesekali terpejam diikuti helaan napas berat. Pandangannya beralih pada jendela yang berada tepat di sampingnya, mega berhasil menghias langit dan membuatnya semakin apik. Bahkan, mega seakan membelah kirana menghasilkan gurat jingga yang cukup memanjakan gadis pemilik netra abu-abu ini. Semua ketenangan mendadak lenyap saat beberapa temannya masuk dan membuat kegaduhan. Gemi mengembuskan napas kesal dan memilih bangkit untuk meninggalkan kelas. Baginya, jam khusus ekstrakurikuler yang melarang satu pun siswa untuk kembali sebelum jam pulang membuatnya sedikit terganggu, terlebih dirinya yang tak tertarik pada satu pun ekstrakurikuler yang ada di sekolah ini. Oh bukan, lebih tepatnya ia malas bergabung.

Kali ini tujuannya adalah halaman belakang sekolah, tempat yang indah, senyap, dan jarang dijamah siswa lain. Langkah kakinya begitu santai seakan ramainya lapangan tidak membuatnya terganggu untuk saat ini. Bahkan, langit yang mulai terik pun tak mengganggunya hingga sebuah bola basket tiba-tiba mengenainya dan membuatnya tersungkur. Ringisan dari bibir mungilnya terdengar sangat lirih saat tubuhnya menghantam tanah dan rasa nyeri mulai menjalar dari lutut kanannya.

"Maaf, nggak sengaja." Suara yang seakan tak asing membuatnya melupakan sakit pada lututnya dan memilih mendongak untuk menemukan siapa yang baru saja berujar. Senyum kecut dengan dengkusan kecil terdengar dari gadis berambut cokelat yang baru saja terjatuh itu.

"Maafin salah satu anggota tim basket kami, Kak." Seorang cowok dengan manik hazel mengalihkan pandangan Gemi yang mulai bangkit.

"Santai. Lagian dia katanya nggak sengaja," sindir gadis yang sudah berhasil bangkit tanpa bantuan itu seraya melirik Pelangi dengan sudut matanya. Gemi segera melepaskan tatapannya dan memilih melangkahkan kakinya yang masih terasa sakit. Ia berdecak saat netranya menangkap tangga curam yang ada di hadapannya, dirinya tak yakin bisa melewatinya dengan mudah mengingat kondisi lututnya yang sepertinya cedera. Gadis yang baru saja menyelipkan rambut cokelatnya ke belakang telinga meringis saat kakinya akan ia tapakkan pada tangga yang sebenarnya terlihat bukan seperti tangga.

CIRCUMPOLAR [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang