~Langit dan bumi adalah saksi bisu apa yang semesta rangkai untuk setiap insannya~
***
Gemuruh tepuk tangan semakin kencang saat pengumuman pemenang defile akan dibacakan. Masih dengan posisi berdiri, barisan yang tadinya rapi menjadi berdesakan. Gadis pemilik netra abu-abu itu tampak tak terlalu peduli dengan hal itu. Ia memilih mundur dan menunduk sambil memainkan abu yang berada di pijakannya. Baginya, butir halus itu menjadi lebih menarik sekarang, ia tak pernah menyukai suasana seperti ini. Ia memutar bola matanya malas melihat temannya yang sibuk merapal mantra berharap kelas mereka menang.
Ia mendengkus saat teman sekelasnya mendadak mencibir kelas sebelah yang menyabet juara pertama. Helaan napas kesal kembali terdengar dari gadis yang rambutnya dikucir kuda itu. Ia sudah lelah dengan sikap teman sekelasnya yang kurang menghargai prestasi orang lain. Namun, tak perlu waktu lama wajah mencibir itu berganti menjadi wajah penuh binar. Pemilik manik abu-abu itu hanya menatap datar segelintir orang yang memakai atribut sepertinya. Ya, kelasnya menang sebagai harapan satu lomba defile. Berbeda dengan yang lain, ia nampak tak menikmati perolehannya itu. Pandangannya beralih pada langit membuat maniknya sedikit menyipit hingga ia memilih untuk kembali mengalihkan pandangannya.
Senyumnya mengembang saat netranya berhasil menangkap sosok pemilik manik hitam sempurna yang sedang tertawa, walau bukan karenanya. Ia benar-benar sudah tenggelam dalam gelapnya manik hitam sempurna itu. Mata itu yang pernah membuatnya kesal tapi entah sejak kapan ia mulai menyukai pemilik netra itu. Bahkan, baru kali ini ia menemukan iris hitam sesempurna itu, tidak seperti yang biasa ia temukan, hitam tapi terlihat cokelat. Gadis berambut cokelat itu mengulum bibirnya saat sang hitam mengunyah permen karetnya sambil tersenyum. Pandangannya segera ia tundukkan saat baru sadar kerumunan mulai bubar dan pemilik manik hitam itu berlalu tepat di hadapannya. Bahkan ia merasakan darahnya berdesir saat suara tawa itu terdengar begitu dekat. Gemi menggigit bibir bawahnya menahan senyum saat maniknya menangkap punggung cowok tadi yang mulai menjauh. Senyumnya pun tak dapat ia tahan hingga ia terpaksa berjalan dengan pandangan menunduk.
"Eh, anjir mata lu di mana?" Suara yang tidak asing lagi bagi Gemi membuatnya mendongak dengan wajah geram.
"Lu kok nyolot si? Lagian lu juga udah liat ada orang jalan masih aja ditabrak. Bego," ujar Gemi masih tak mau kalah.
"Ah udah males gue, ujung-ujungnya juga gue yang kalah," gerutu cowok tadi membuat Gemi tersenyum miring.
"Eh gue barusan ngefoto sesuatu yang kocak. Hahaha." lanjutnya dengan senyum mengejek.
"Emang lu ngefoto apa?" tanya pemilik manik abu-abu itu melirik sinis lawan bicaranya.
"Ketiak lu yang item," goda cowok itu sebelum berlari menghindari Gemi yang hendak mencubitnya tanpa rasa kemanusiaan.
"Vega siniin kameranya!" teriak Gemi yang berusaha mengejar cowok yang ia panggil Vega itu tapi nampaknya adik kelasnya itu tak berniat untuk berhenti. Tentu saja gadis itu tidak akan menyerah begitu saja.
"Udah gue capek," keluh cowok bernama Vega itu seiring langkanya yang kian melambat dan tentu saja dimanfaatkan oleh Gemi.
Braaak....
"Aw," ringis Gemi membuat langkah Vega berhenti.
"Maaf, Kak." sesal seseorang yang baru saja menabrak Gemi membuat gadis itu mendongak dan mengerutkan keningnya merasa tak asing dengan wajah lelaki yang sekarang mengulurkan tangannya itu.
"Makanya kalo jalan itu liat-liat," cibir Vega yang memaksa Gemi segera bangkit dan membuat cowok tadi menarik uluran tangannya. Gadis pemilik netra abu-abu yang masih geram pada adik kelasnya itu malah menghampiri Vega dan mencubit pinggangnya tanpa ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCUMPOLAR [NEW VERSION]
Teen FictionIni bukan tentang aku dan dia. Ini bukan tentang aku yang dikenal sebagai most wanted. Ini bukan hanya tentang remaja yang dilanda asmara. Ini bukan tentang bahagia setelah duka, seperti kata orang, pelangi akan hadir setelah hujan lebat. ...