Circumpolar 8

416 26 6
                                    

~Hanya sebuah kertas kosong yang mampu memahami rasa kesepianmu~

***

Aroma tanah basah masih menyapa indra penciuman gadis berambut cokelat itu. Maniknya melirik jam yang melingkar di lengan kirinya dan segera menyampirkan ransel birunya pada bahu kirinya setelah berhasil mengemas seluruh barangnya yang tadi sempat berserakan di meja. Suasana kelas yang sudah lumayan sepi mengurangi rasa khawatirnya untuk berjalan lebih cepat. Dering ponselnya membuatnya berhenti sejenak untuk mengambil benda pipih itu dari saku roknya. Sebuah pesan dari Bang Mamang yang memintanya untuk memesan taksi online karena ada masalah yang perlu ia selesaikan, ia juga mengatakan sudah meminta izin Vani. Gadis itu mengirimkan balasan berisi ucapan semangat yang memang kerap kali ia kirimkan pada Bang Mamang atau Bi Min yang selalu mengusahakan yang terbaik untuk dirinya. Gemi kembali memasukkan ponselnya dan memilih memperlambat langkahnya karena sudah tidak cemas Bang Mamang menunggunya.

"Ya Tuhan," keluh gadis berambut cokelat itu yang sekarang sudah terkapar di lantai koridor dengan siku kiri sebagai tumpuan.

"Yah, maaf. Lagian lu gak hati-hati sih. Maaf ya gue buru-buru."

"Vega lu nggak mau bantuin gue berdiri dulu apa?" tanyanya setengah berteriak menatap punggung cowok yang semakin menjauh itu. Gemi berdecak seraya memerhatikan sikunya yang berdarah karena mengenai pecahan lantai. Ia merogoh ranselnya dan mengeluarkan dua lembar tisu yang kemudian ia gunakan untuk membersihkan darah di sikunya. Sialnya, koridor bagian sini sepi sehingga memaksanya untuk bangkit tanpa bantuan. Lengkap sudah penderitaannya, lutut kanan belum sembuh ditambah lagi luka baru di siku kiri. Ia hanya bisa berharap agar Vani tidak tahu perihal sikunya, atau ia akan berakhir menikmati kebosanan di rumah lagi.

Gadis pemilik netra abu-abu ini memainkan jarinya di atas layar ponsel miliknya untuk memesan sebuah taksi sebelum motor hitam berhenti mendadak di depannya. Kaca hitam yang baru dibuka membuatnya menahan napas sejenak.

"Ada yang jemput?" Gemi hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Ya udah ayo naik," suruh cowok itu setengah berteriak agar suaranya terdengar oleh gadis yang sekarang masih tidak berpindah barang sesenti pun.

"Oke Gemi, lu harus belajar membiasakan diri lu!" ujarnya dalam hati kemudian bergerak untuk menaiki motor itu. Namun, luka di lutut dan sikunya membuatnya susah melakukannya.

"Siku lu kenapa?" tanya Gamma memerhatikan siku kiri gadis yang masih mencoba naik itu.

"Jatuh tadi," sahutnya santai. Gamma yang mendengar jawaban tersebut berusaha membantu Gemi naik dengan memegangi tangan kirinya sehingga ia bisa naik dengan kaki kiri sebagai tumpuan.

"Udah."

Gamma mulai melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. Pemilik manik hitam itu melirik gadis yang sedang tersenyum menikmati angin sore kota Bandung yang menyapu wajahnya dan meniup anak rambutnya yang tak terikat. Bagi Gemi ini adalah kali pertama baginya menaiki motor, ternyata lebih asyik dari yang ia bayangkan sebelumnya hingga membuatnya tak henti menatap sekeliling dengan kedua sudut bibirnya yang terangkat.

"Kakak butuh sesuatu?" tanyanya saat motor hitam milik Gamma terparkir di sebuah minimarket.

"Turun dulu, ya." ujarnya seraya membantu Gemi turun. Gamma meminta gadis berambut cokelat yang dikucir kuda itu untuk menunggunya di kursi luar minimarket agar kakinya tak semakin sakit. Gemi menatap tubuh Gamma yang sedang mengenakan jaket biru masuk ke minimarket. Manik abu-abunya kini menatap langit yang ternyata sudah lebih baik dari sebelumnya, kini mega sudah tak lagi berwarna kelabu. Putih adalah warna tercantik bagi mega selama ia muncul, setidaknya itu menurut gadis yang sekarang tersenyum itu. Sebuah pesawat tiba-tiba saja menarik perhatiannya. Ia suka terbang, tapi ia benci jatuh. Tentu saja, tak ada satu pun manusia yang menginginkan jatuh tapi ia sadar jatuh itu perlu untuk sekadar mengingatkan bahwa hidup tak hanya mengenai warna-warni dan gulali seperti yang dibayangkan anak kecil pada umumnya dan Gemi sadar itu. Tubuh Gamma yang melintas di depannya membuyarkan lamunannya. Pandangannya beralih pada cowok yang sekarang duduk di sampingnya itu seraya membongkar kantong plastik putih yang identik dengan minimarket tempat keduanya bersinggah.

CIRCUMPOLAR [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang