Lala mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali saat matanya terkena cahaya matahari yang masuk lewat fentilasi jendela kamar besar dan mewah itu. Lala bangkit dari baringnya, ia berada di kamar asing ini, bukan kamar sempit yang penuh dengan buku pelajaran dan juga cucian kotor. Lala turun dari ranjang, memakai sepatu hak tinggi milik ibunya, ia jadi teringat kembali pada keluarganya, sejak semalam ia sulit tidur, memikirkan bagaimana keadaan Ayahnya, apa luka yang berada di wajahnya sudah sembuh atau belum. Ia bahkan juga memikirkan kalimat yang di ucapkan Revan semalam, ia sekarang merasa gila, ia bahkan sangat mempercayai kalimat pria itu yang mengatakan akan selalu membahagiakannya. Di hati Lala ia sangat-sangat percaya kalimat Revan, namun otaknya menyuruhnya untuk tidak mempercayainya. Revan adalah orang asing bagi Lala, bagaimana bisa Lala mempercayai pria mafia itu ?
Lala berjalan ke arah pintu, memutat knopnya lantas membukanya, pintu itu tidak terkunci. Lala melangkahkan kakinya menuju ke lantai satu, entah apa yang ia cari, namun ingin rasanya ia berada di sana sekarang. Sepatu hells yang Lala pakai patah saat gadis itu berjalan menuruni tangga, alhasil itu membuat keseimbangan Lala menjadi tak seimbang. Tubuhnya terhuyung dan hendak terjatuh terguling-guling di tangga. Namun belum sempat gadis itu terjatuh, tangan kelar Revan sudah menahan pinggangnya agar tidak terjatuh. Namun saat Revan menahan pinggang Lala pria itu juga kehilangan keseimbangan. Tubuh Lala dan Revan perpelukan dan terjatuh terguling-guling di tangga. Dengan kencang Revan memegang kepala bagian belakang Lala agar kepala gadis itu tidak terluka, sedangkan dirinya sendiri membiarkan kepalanya sakit karena menghantam lantai tangga beberapa kali.
Tubuh mereka sampai di ujung tangga, tubuh Lala berada di atas tubuh Revan, gadis itu masih memejamkan matanya, pinggangnya terasa sakit namun tidak apa-apa. Beberapa penjaga ingin hendak membantu Revan, namum dengan cepat Revan mengarahkan tangan kanannya ke arah mereka, mengisyaratkan mereka untuk tidak membantu.
"Kau baik-baik saja ? Apa kepalamu sakit ?" tanya Revan, Lala membuka matanya dengan cepat, di dongakkannya kepalanya ke atas, menatap ke arah Revan yang tengah menatapnya dengan khawatir.
"Aku baik." jawab Lala sembari mencoba bangu dari atas tubuh Revan. Revan tersenyum manis lantas bangkit dari jatuhnya, menatap gadis itu dengan senyuman yang menawan. Sedangkan Lala, gadis itu malah memuji ketampanan pria mafia itu dalam hatinya. Jujur saja, Revan terlihat berkali-kali lipat lebih tampan saat ia tersenyum lebar.
"Aku suka kalimatmu. Gunakan kata 'Aku dan Kamu' saat kita bicara, itu lebih terdengar sangat baik." puji Revan menyentil pelan hidung bangir namun kecil milik Lala, membuat gadis itu merasakan panas di ke dua pipinya, ia merona.
"Ayo kita sarapan, masalah sepatu dan bajumu aku sudah menyuruh pelayan untuk membelikannya." ujar Revan, tubuh jangkungnya ia bungkukan, melepaskan sepatu dengan hak patah yang di gunakan oleh Lala, gadis itu hanya diam, menikmati perlakuan manis mafia itu. Setelah selesai melepaskan sepatunya, Revan menarik lengan Lala menuju ke ruang makan, menikmati sarapan pagi dengan sunyi, hanya ada suara detingan sendok yang beradu dengan piring.
••••••••••
"Kalian sudah siap ?" tanya Norma pada Erik dan suaminya. Mereka bertiga sekarang sudah siap untuk datang ke rumah Revan, mereka menginginkan Lala kembali. Apa pun yang terjadi nantinya, Lala harus kembali lagi pada mereka.
"Kau sudah bawa katernya ? Centongnya sudah ?" tanya Norma pada Erik dan Heru lagi, ke dua pria sepasang ayah dan anak itu kembali mengangguk. Erik sudah mempersiapkan alat untuk melidungi dirinya, begitu pula dengan Heru dan Norma. Erik membawa centong kayu, Heru membawa kater dan Norma membawa teflon penggorengan.
"Baiklah, kalian siap ?" tanya Norma lagi, Erik dan Heru dengan mantap kembali mengangguk, "baiklah, kita berdo'a terlebih dahulu." sambung Norma, tidak orang itu lantas memejamkan matanya, dalam hati mereka sedamg berdoa meminta keselamatan pada Tuhan nantinya.
"Doa selesai, kita berangkat sekarang !" ujar Norma, Heru langsung berjalan di depan, sebagai kepala keluarga, wajib hukumnya ia melindungi anak dan juga istrinya.
•••••••••
Tidak ada kata menyerah di dalam hidup Jacob, pria berusia 23 tahun itu kini dengan setia menunggu di parkiran kampus, tak hanya menunggu, ia bahkan bertanya pada mahasiswa dan mahasiswi yang lewat di sekitar parkiran, ia bertanya apa mereka melihat Lala, dan jawaban mereka sama, tidak. Wajah segar dan penampilan rapi yang biasa di tunjukan Jacob ke semua orang telah sirna, yang ada saat inu hanya Jacob yang lebih mirip seperti berandalan. Rambut gondrongnya acak-acakan, dan juga penampilan yang lebih mirip dengan preman pasar dari pada mahasiswa. Matanya bahkan sembab, semua orang yang melihatnya merasa sedikit aneh dengan pria itu, tidak seperti biasanya.
"Lo kenapa sih bro ? Penampilan lo gak kayak biasanya," tegur Roy, salah satu teman sefalkutas Jacob. Jacob menatap ke arah Roy sembari menghela nafasnya dengan berat. "Lo tau gak di mana Lala saat ini ? Kemarin lo liat dia gak ? Di mana gitu ?" tanya Jacob langsung pada inti, Roy menggelengkan kepalanya, ia tidak tau di mana keberadaan Lala saat ini.
"Kalo yang lo maksud Lala dari anak fakultas hukum gue gak tau. Eh-- kenapa lo nyariin dia ? Lo ada masalah tuh anak ?" tanya Roy penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Jacob, tak biasa jika Jacob bertanya tentang gadis itu, bahkan yang Roy tau mereka tak saling mengenal.
"Dia pacar gue !" jawab Jacob sembari menundukan kepalanya ke bawah, menatap ke arah sneakers berwarna hijau dan biru yang saat ini tengah ia pakai. "Hah ? Seriusan lo ? Sejak kapan lo pacaran sama dia ?" Roy nampak sangat terkejut dengan jawaban Jacob barusan, ia sama sekali tidak tau kalau temannya ini menjalin hubungan kasih dengan Lala.
"Sejak lusa, siang itu di kampus gue nembak dia, dan kita pacaran. Malamnya juga gue anter dia pulang. Tapi sejak kemarin dia ngilang gitu aja, gak ada di kampus, gak ada di tempat ia kerja dan juga gak ada di rumahnya. Rumahnya kosong gak ada yang nempatin. Gue kangen sama dia, gue bener-bener suka bangat sama dia." tutur Jacob panjang lebar, Roy hanya diam, ia mendengarkan semua keluhan Jacob pagi ini, mendengarkan curhatan temannya itu betapa rindunya ia pada kekasih singkatnya, Lala.
Lala terlihat sangat cantik hari ini, dress berwarna pink selutut dan selengan, sepatu dengan warna senada yang sangat cantik. Rambut panjang ia gerai dan juga wajahnya yang terpolesi make up tipis membuat gadis itu terlihat sangat sempurna. Revan menatap kagum ke arah Lala, beberapa menit yang lalu sebelum Lala mandi, ia sangat cantik, dan gadis itu saat ini sudah membersihkan dirinya dan juga terlihat segar. Ia nampak semakin cantik, membuat Revan sangatlah yakin untuk memilih Lala sebagai pendamping hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Cinta Sang Mafia (Tamat)
RomanceIni tentang Lala, yang di jual ke dua orang tuanya untuk melunasi hutang mereka pada Mafia kejam. Lala yang ingin bebas akhirnya menandatangi sebuah kontrak pada sang bos Mafia, syarat untuk bebas adalah, ia harus melahirkan bayi laki-laki. Apakah...