[33] 🚨

36.5K 511 12
                                    

Jari jari Revan bergerak secara perlahan, mata yang menutup selama satu minggu kini sudah mulai terbuka, Revan mengerjap ngerjapkan matanya berkali kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.
Aroma obat obatnya menyeruak indra penciumannya, orang yang pertama Revan lihat adalah Endy-sang ayah.
"Syukurlah kau sudah sadar," ucap Endy sembari tersenyum manis ke arah Revan.
Pandangan Revan mengedar ke penjuru ruangan yang ia yakini sebagai rumah sakit, ia mencari-cari sesosok yang sudah membuatnya jatuh hati sekaligus jatuh cinta.
"Di mana Lala?" tanya Revan terdengar seperti sebuah bisikan karena dia benar benar masih lemas. Namun begitu, Endy masih bisa mendengarnya.
"Lala di rawat di ruangan lain," jelas Endy dan membuat mata Revan melebar.
"Lala terluka?" tanya Revan dengan ekspresi yang sangat khawatir dan juga cemas.
"Setelah kamu di tusuk oleh Jacob, Jessica menikam perut Lala," jelas Endy yang membuat Revan mengepalkan tangannya dengan rapat, rahangnya mengeras karena emosi.
Dengan menahan rasa sakit di sekitar perutnya, Revan bangun dari baringnya dengan bantuan sang ayah.
"Bagaimana dengan bayinya?" tanya Revan saat ia sudah berhasil duduk di ranjang rumah sakit.
"Dokter hanya bisa menyelamatkan satu di antara mereka," jelas Endy yang sukses membuat tubuh Revan menegang.
"Aku ingin bertemu dengan Lala," ucap Revan dan Endy menghembuskan nafasnya pelan.
"Kenapa?" tanya Revan sembari menatap heran ke arah ayahnya.
"Lala koma dan sampai sekarang belum sadar juga," jelas Endy dan Revan langsung bangun dari ranjang, menahan rasa sakit yang ia alami demi bertemu dengan sang istri tercintanya.
"Antar aku menemui Lala," ucap Revan dan Endy membantu Revan berjalan menuju di mana Lala di rawat.

•|•

Tubuh Revan merosot ke lantai, air matanya mengalir dengan derasnya,julukan seorang Mafia dalam dirinya sudah tak terlihat lagi, sekarang hanya ada Revan yang terlihat sangat lemah saat melihat tubuh Lala terbaring koma di ranjang rumah sakit dengan bantuan alat medis untuk menunjang hidupnya, tanpa alat bantu itu mungkin Lala sudah tiada.
Revan memegangi dadanya yang terasa sangat sakit dan sesak saat melihat Lala yang kini tak sadarkan diri.
Endy yang melihat putranya benar benar sangat terpukul menepuk nepuk pundah Revan untuk memberinya semangat.
Oek oek oek....
Suara tangisan bayi terdengar di gendang telinga Revan, tangannya terulur untuk menghapus air mata. Revan lalu bangkit dari lantai lalu membalikkan badannya mengarah pada sumber suara.
Air mata Revan yang tadinya sudah berhenti mengalir, kini menetes kembali, bahkan tetesannya lebih deras dari sebelumnya saat ia melihat seorang bayi kecil yang berada di gendongan Norma menangis, seolah olah bayi itu memanggilnya.
"Ini putri kecilmu," ucap Heru sembari menatap Revan yang nampak sangat kacau.
Kaki Revan berjalan pelan menuju ke arah bayi kecil yang tengah menangis itu.
Tangan Revan terulur menyentuh pipi gembil bayi itu,sangat lembut pipi bayi itu. Dan jangan lupakan bahwa bayi itu juga sangat cantik. Wajah Revan mendominasi wajah bayi perempuan cantik itu.
"Dia sangat mirip denganmu," celetuk Erik dan Revan tersenyum saat ia sependapat dengan Erik. Wajah putri pertamanya itu benar benar mirip sekali dengannya. Mata elang Revan sama persis dengan mata bayi perempuan yang belum di beri nama itu.
Tangisan bayi itu makin pecah, membuat Revan panik, apa sentuhannya membuat bayi itu menangis? Pikir Revan.
"Kenapa?" tanya Revan sedikit panik sembari menatap ibu mertuanya yang malah memasang ekspresi tersenyum.
"Dia hanya lapar, aku akan memberinya susu." ujar Norma.
"Bukannya seharusnya dia minum ASI?" tanya Revan dan Norma melihat ke arah Lala yang masih dalam keadaan koma.
"Seharusnya memang begitu, tapi Lala belum sadar." jawab Norma dan sukses membuat Revan kembali memasang wajah sedihnya.
Norma membawa bayi mungil itu ke luar ruangan, untuk memberinya susu, yang pasti itu bukan ASI, melainkan susu buatan pabrik dan khusus untuk bayi yang baru lahir.

Revan duduk kursi samping ranjang di mana Lala terbaring koma di sana, di ruangan ini sekarang hanya ada dirinya dan juga Lala, semua anggota keluarga memberikan privasi untuk Revan berbicara dengan Lala. Siapa tau dengan kehadiran Revan di sisi Lala bisa membuat Lala terbagun dari koma dan tersadar kembali.
Tangan Revan terulur menggenggam tangan Lala yang terpasang beberapa alat medis. Sangat dingin, itulah yang di rasakan Revan saat menggenggam tangan Lala.
"Sadarlah, kamu harus melihat putri kecil kita," ujar Revan dengan lembut.
"Apa aku pernah mengatakan padamu? Bahwa aku suka sekali dengan anak perempuan." lanjut Revan.
"Kamu pasti akan iri denganku, karena putri kita mirip denganku. Dia sama sekali tak mirip denganmu." Revan terus saja mengajak Lala bicara, walaupun tubuh Lala tak merespon apapun.
"Aku sangat merindukan amukanmu. Aku yakin seyakin yakinnya, bahwa kamu pasti akan ngamuk dan menyiksaku saat kamu melihat putri kita, karena putri kecil kita benar benar sangat sangat sangat mirip denganku."
"Aku sangat merindukan amukanmu, jambakannmu dan juga omelanmu."
"Aku merindukan senyuman manismu, aku merindukan Lala yang dulu, Lala yang keras kepala dan suka marah." Revan mulai terisak kembali saat mengatakan kalimat itu.
"Aku mencintaimu, sangat sangat sangat sangat sangat menCINTAIMU !"
"Ku mohon sadarlah, demi anak kita dan juga aku, ku mohon."
"Maafkan aku La, ini semua gara gara aku yang tak bisa melindungimu, Maaf."
Sepanjang hari, yang Revan lalukan adalah bicara di samping Lala, berharap istrinya akan bangun dan menjalani kehidupan rumah tangga dengannya.
Membangun keluarga kecil yang bahagia.
"Aku sangat mencintaimu Lala," bisik Revan tepat di telinga Lala.

Gairah Cinta Sang Mafia (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang