Satu Minggu berlalu, Lala masih saja mengabaikan Revan, walaupun kadang wanita itu merespon suaminya, pastinya kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat sindiran yang berupa menghina dirinya sendiri. Hal itu tentunya membuat Revan semakin merasa bersalah karena perbuatan serta ucapan tak sopan yang ia tujukan pada sang istri.
Revan berdiri di ambang pintu, menaruh ke dua tangannya di saku celana bahan yang di kenakannya sembari menatap Lala yang tengah duduk termenung di sofa kamar. Terlihat jelas di netra Revan, Lala tengah melamun, tatapan matanya kosong lengkap dengan wajahnya yang pucat.
Tok tok. Revan mengetuk pintu dengan punggung jarinya, menyadarkan Lala dari lamunannya lalu melirik sekilas ke arah sang suami. Revan berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapannya lalu berjongkok di lantai.
Salah satu tangan Revan terulur, menyentuh wajah sang istri yang langsung di tepis kasar oleh Lala.
"Kamu pucat, belum makan?" Tanya Revan dengan lembut. Lala mengabaikannya, entah kenapa dua hari belakangan ini ia merasa lemas dan juga lesu. Ia enggan menyentuh makanan dan juga sering merasa mual.
"Kamu sakit, ayo ke dokter." Revan kembali berucap, dan Lala masih saja mengabaikannya. Lelah dengan keadaan seperti ini, Revan membuang nafasnya dengan berat lalu kembali merangkai kalimat maaf.
"Aku tahu aku salah saat itu, aku juga tahu seharusnya aku tidak mengatakan kalimat kotor itu padamu. Dan aku juga salah atas tindakan kasar ku padamu, aku benar-benar menyesali semuanya. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi, aku janji. Maafkan aku,"
Lala mendongak, menatap wajah suaminya yang dengan tulus meminta maaf padanya untuk yang kesekian kalinya usai ia melakukan kesalahan.
"La," panggil Revan dengan nada suara yang lembut. Sedangkan Lala yang di panggil masih saja diam, penglihatannya mulai memburam, kepalanya terasa pening dan perutnya serasa di aduk-aduk dari dalam. Ia ingin muntah.
"Huek!" Lala akhirnya muntah di bahu Revan, mengeluarkan cairan putih dan terjadi berulang kali.
Revan yang melihat cairan menjijikkan itu di buat emosi, seharunya jika Lala masih marah padanya tidak usah muntah di pakaiannya, itu sangat menyebalkan bagi Revan.
"Kamu sengaja melakukannya?" Sinis Revan pada Lala yang tengah lemas tak berdaya. Tak ada jawaban dari wanita itu, Lala justru memejamkan ke dua matanya dan tak lagi bergerak.
"La," panggil Revan yang kini sudah bangkit dari jongkok di lantai. Ia bergerak menepuk-nepuk pelan ke dua pipi sang istri, namun anehnya Lala tak kunjung membuka mata, bergerak saja tidak.
"Kamu pingsan?" Tanya Revan sembari menggoncang tubuh Lala beberapa kali namun tetap saja sang istri tak bergerak.
"Lala kamu gak papa, kan?" Tanya Revan mulai panik dengan kondisi sang istri. "PANGGILKAN DOKTER!" teriaknya dengan keras hingga di dengar oleh beberapa body guard yang tengah berjaga di luar kamar.•|•
Revan bergerak gelisah di samping ranjang, menunggu seorang dokter wanita tengah memeriksa kondisi Lala. Ia bahkan masih menggunakan pakaian kotor bekas muntahan Lala beberapa saat yang lalu. Ia tak lagi memikirkan cairan menjijikkan itu lagi, yang ia khawatirkan hanyalah Lala. Ia tidak ingin istri tercintanya kenapa-napa, ia takut kehilangan.
"Bagaimana kondisinya?" Tanya Revan pada Dokter wanita dengan name tag Merry. Dokter Merry tersenyum kecil lalu mulai berhadapan dengan Revan yang tengah memasang ekspresi khawatir.
"Kondisinya tidak begitu baik, kondisi kandungannya juga sangat lemah. Mungkin karena ia terlalu banyak pikiran dan jarang---"
"Tunggu sebentar!" Sela Revan dengan cepat sebelum dokter Merry menyelesaikan kalimatnya. "Tadi dokter bilang apa?" Tanya Revan memastikan apa yang ia dengar barusan tidak salah.
"Yang mana? Kondisinya kurang baik?" Tanya dokter Merry dengan nada bicara gurau, ia tahu bagian mana yang ingin Revan dengar, hanya saja ia ingin mengurangi ketegangan di kamar ini. Bayangkan saja, ia baru kali ini memeriksa seseorang di rumah yang dikawal banyak sekali body guard.
"Yang setelah itu, apanya yang lemah?" Tanya Revan lagi. Dokter Merry tersenyum simpul lalu memukul pelan bahu Revan sok akrab.
"Maksutnya yang kandungannya lemah?" Tanya dokter Merry basa-basi, dan Revan mengangguk pelan. "Iya, kondisi kandungannya yang masih muda sangat lemah, dan itu tidak baik untuk janin yang dikandung."
"Maksutnya, istri saya hamil?" Tanya Revan kembali memastikan, dan jawaban dari dokter Merry adalah sebuah anggukan kepala yang mantap. Senyuman Revan langsung mengembang dengan lebar, suara pekikan kegirangan juga terdengar dari beberapa body guard dan juga pelayan yang bekerja di sana. Mereka benar-benar sangat bahagia mendengar kabar tersebut, mereka juga tidak sabar kedatangan bayi kecil dan sudah tidak siap di buat repot oleh anak kandung bosnya tersebut.
Revan bergerak mendekat ke arah Lala yang masih belum sadarkan diri, tangannya bergerak mengelus perut ramping Lala lalu kembali tersenyum.
"Aku akan menjadi seorang ayah," gumamnya dengan pelan lalu mengecup kening Lala dengan penuh kasih sayang. "Aku mencintaimu," ungkapnya dengan tulus.
"Sebaiknya, pasien tidak terlalu banyak pikiran dan makan makanan yang bergizi. Usia kandungan yang baru beranjak 3 Minggu sangatlah lemah, dan saya harap anda cepat datang memeriksakan kehamilan istri anda ke rumah sakit agar kami bisa memeriksanya lebih lanjut dan memberikan beberala resep untuk kesehatan janin serta ibu." Terang Dokter Merry dengan panjang lebar. Revan mengangguk mengerti lalu turun dari ranjang dan berhadapan dengan dokter paruh baya tersebut.
"Terima kasih, saya akan datang ke rumah sakit dengan istri saya besok. Terima kasih banyak." Ucap Revan dan Dokter Merry hanya tersenyum meresponnya.
"Sama-sama,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Cinta Sang Mafia (Tamat)
RomantizmIni tentang Lala, yang di jual ke dua orang tuanya untuk melunasi hutang mereka pada Mafia kejam. Lala yang ingin bebas akhirnya menandatangi sebuah kontrak pada sang bos Mafia, syarat untuk bebas adalah, ia harus melahirkan bayi laki-laki. Apakah...