14. Kode

2.2K 126 1
                                    

"Vit, menurut lo Kak Raka punya perasaan yang sama kaya gue gak?" Tanya gue sambil tiduran di atas sofa dan memasukan sepotong kue ke mulut. Memang kue kering yang paling lezat.

" Kayanya lo harus lebih berjuang deh, Rin. Kak Raka itu kan orangnya dingin kalo masalah cinta. Tapi, gue yakin pada akhirnya Kak Raka akan sayang sama lo" Vita menepuk pundak gue.

"Vit, gue boleh nanya gak?"

" Tanya aja, muka lo serius amat sih" Ucapnya tertawa dan memakan brownies.

" Cowok yang sejak dulu lo tunggu itu, Delon ya?" Tanya gue.

Vita terkejut dan kemudian ia menunduk dan tersenyum kecil.

"Menurut lo begitu ya?" Tanyanya pelan.

Gue menatap matanya dalam dan ia hanya tersenyum manis. Gue tau apa artinya. Ekspresi itu sama seperti ekspresi ketika gue bertanya tentang bokapnya.

Vita belum siap untuk bahas itu ke gue.

Dan gue sadar diri. Gue gak mau buat dia sedih dan gue gak akan tanya soal hubungan mereka sampai Vita yang cerita sendiri.

"Menurut lo, gue harus gimana supaya Kak Raka tau kode dari gue?" Tanya gue.

"Hmm... kita pake metode jaman dulu. Lo mau?" Tanya Vita.

"Metode jaman dulu?" Gue mengulang perkataan Vita.

Esoknya....

"Vit, gimana nih? Gue taruh dimana? Kalo ketahuan gimana?" Tanya gue masih memegang sepucuk surat berwarna merah jambu.

" Lo bego banget sih?! Ya bagus dong kalo Kak Raka tau! Kan emang itu tujuan kita!" Ucap Vita merebut surat itu dan meletakkannya di atas motor Kak Raka di parkiran.

" Tapi, kalo hilang gimana?" Tanya gue.

" Makanya gue bawa ini!" Vita mengeluarkan lakban bening dan menempelkannya pada surat tadi agar tidak bergeser.

Setelah itu kami langsung bersembunyi dan menunggu Kak Raka mengambil motornya. Dari jauh, gue bisa melihat Kak Raka datang bersama teman-temannya.

Ia mengambil surat itu dan temannya yang lain menyorakinya.

Kak Raka tidak membuka surat itu dan langsung memasukannya di dalam tas. Ada perasaan lega sedikit karena Kak Raka gak langsung buka.

Malamnya, gue gak bisa tidur. Gue kepikiran apa yang bakal gue lakuin besok seandainya gue ketemu Kak Raka. Mau ditaruh dimana muka gue. mau ngomong apa gue?!

Paginya, gue bangun dengan kantung mata seperti panda. Jam tiga dini hari gue baru bisa tidur dan jam enam gue udah bangun karena Bang Aldi yang nyubit hidung gue sampe gue gak bisa napas.

Kesel disana, tapi juga gue bersyukur berkat Bang Aldi gue gak telat berangkat sekolah.

"Kayanya mulai sekarang gue punya tugas baru bangunin putri kebo tidur supaya gak telat sekolah" Gerutu Bang Aldi dan gue hanya mendengus kesal.

"Belek lo tambah banyak tuh!" Ucap Bang Aldi.

"Emang lo dari tadi hitung belek gue ada berapa?" Tanya gue.

" Waktu di rumah ada dua, sekarang udah lima" Ucap Bang Aldi membuat gue kesal.

"Gue sekolah dulu, Bang." Gue berjalan dengan lesu karena mata gue masih sangat mengantuk.

Gue berdiri di teras kelas, Kak Raka terlihat sedang berjalan di lorong membawa setumpuk buku bersama teman perempuannya sambil tertawa.

Bukannya cemburu, gue yakin perempuan itu juga dibuat baper sama Kak Raka. Sama kaya gue. Bedanya, dia lebih beruntung karena bisa sedekat itu dengan Kak Raka.

Gue menghembuskan napas gue malas. Kok Kak Raka gak ada respon apa-apa ya? Apa dia gak baca surat dari gue? atau dia baca dan dia gak mau temuin gue lagi?!

Argh...

Lo gak boleh negatif thinking dulu! Gue menyemangati diri sendiri.

Jam istirahat, gue males banget ke kantin. Gak tau kenapa. Mungkin, mood gue lagi down.

Gue duduk di bangku taman sekolah gue sendirian. Apa daya aku bang? Efek jomblo gak ada yang nemenin.

Sejak tadi di otak gue cuman ada namanya Kak Raka. Mungkin, Kak Raka emang gak suka sama gue. Mungkin, sejak awal cuman gue yang terlalu berharap lebih.

Apa gue terlalu agresif ya? Makanya Kak Raka jadi jijik sama gue?

Pipi gue dingin seketika.

"Gratis loh" Ucap Delon menempelkan sebotol air mineral dingin di pipi gue.

"Thanks" Ucap gue mengambil minuman itu.

"Nasi bungkus complete pake telur rebus dan sambel. Dilengkapi kerupuk udang kesukaan lo" Delon mengangkat plastik di hadapan gue.

"Buat gue?"

Delon mengangguk.

"Lo masih inget kesukaan gue" Ucap gue pelan.

"Gue kan belum pikun kaya lo" Ucapnya tertawa mengejek.

"Oh... jadi lo bilang gue pikun?"

"Emang lo inget makanan favorit gue?" Tanyanya.

"Nasi goreng udang pake telur rebus ditambah wortel sama kerupuk udang. Bener kan?!" Ucap gue sombong.

"Lo gak beli makan?" Tanya gue.

" Lo aja yang makan. Gue udah kenyang"

"Ya udah" Gue membuka nasi bungkus dan memasukkannya ke mulut gue. Baru beberapa sendok, gue mendengar perut Delon berbunyi.

"Buka mulut lo"

Gue menyendokkan nasi ke depan mulut Delon dan bukannya membuka mulutnya, Delon hanya diam menatap gue sampe tangan gue pegal.

" Gue tau lo belum makan, jadi buka mulut lo" Ucap gue.

Delon tersenyum dan membuka mulutnya.

Kami makan nasi bungkus bersama dengan gue yang menyuapi Delon. Gue suruh dia makan sendiri, tapi dia gak mau.

Katanya "Gue lebih suka lo suapin supaya tangan gue gak kotor"

Padahal kan kami makan pake sendok bukan tangan.

Setelah bel berbunyi, gue balik ke kelas duluan. Gue ajak Delon, tapi dia malah nyuruh gue balik duluan.

Belum sampai di kelas, di lorong dekat kamar mandi gue melihat Vita dan Kak Raka yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu.

"Sini, Rin!" Gue kaget karena Vita memanggil gue.

" Nah, Kak Raka mau ngomong sama lo. Kalau gitu, gue tinggal dulu ya" Ucap Vita menarik gue dan pergi meninggalkan kami berdua.

"Makasih ya. Lo udah berani nyatain perasaan lo ke gue?" Ucap Kak Raka tersenyum.

"Lo yang nulis?" Tanyanya lagi.

" Bukan, Vita yang bantuin nulis. Tapi, perasaannya dari gue" Ucap gue.

Lalu hening.

Kak Raka hanya diam sambil menatap surat yang kemarin. Sedangkan, gue bingung harus ngomong apa. Justru yang kaya gini yang buat gue kaku.

"Kak, udah bel masuk. Gue ke kelas duluan ya" Gue berjalan tanpa mendengar jawaban dari Kak Raka.

" Lo mau jadi pacar gue?" Tanya Kak Raka tiba-tiba membuat langkah gue berhenti.

Gue berbalik dan hanya menatap mata Kak Raka. Perasaa gue rasanya mau meledak dan meletup-letup.

"Gue sayang sama lo" Ucap Kak Raka memeluk gue.

"Jadi?" Tanya Kak Raka melepaskan pelukannya dan selangkah mundur sambil menatap mata gue lekat.

Gue mengangguk dan langsung berlari meninggalkan Kak Raka. Gue gak bisa biarin Kak Raka ngeliat wajah gue yang merah.

Gue masih gak percaya! Gue pacaran sama Kak Raka!

ass=MsoNorm)@^

Time Takes EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang