Bagi Alexis, membuat Darrel yang kacau agar kembali menjadi Darrel yang seperti biasa adalah hal yang susah-susah gampang.
Namun, ada beberapa cara yang Alexis lakukan untuk mengalihkan perhatian lelaki itu agar tak fokus pada masalahnya.
Pertama, Alexis akan mengajak Darrel bermain basket di halaman rumahnya hingga larut malam.
Kedua, porsi makan Darrel akan bertambah dua kali lipat ketika sedang stres, maka yang Alexis lakukan adalah menyediakan banyak makanan untuk Darrel.
Ketiga, bermain playstation adalah salah satu alternatif pelampiasan emosi Darrel.
Terakhir, menjadi pendengar yang baik hingga lelaki itu lelah bercerita. Ceritanya bervariasi, mulai dari hal yang penting hingga yang sangat tidak penting.
Sudah hampir tiga minggu Alexis selalu menemani Darrel untuk melakukan kegiatan di antara keempat cara tersebut dan Darrel terlihat lebih baik dari sebelumnya, meskipun Alexis tahu bagaimana perasaan Darrel yang sebenarnya. Tentu saja menyembuhkan hati yang luka bukanlah hal yang mudah, hanya yang mengalaminya yang tahu obatnya.
"Alexis."
"Mmm." Alexis bergumam selagi ia mengedit hasil photoshoot-nya di ruang kerja yang ada di studio fotonya.
Jam makan siang seperti ini biasanya Darrel akan datang ke studio Alexis dengan membawa makan siang.
"Bisa kau hentikan dulu pekerjaanmu kemudian kita makan siang?"
"Darrel, makan saja jika kau lapar, aku sedang sangat sibuk. Oke?" tanya Alexis dengan pandangan fokus pada komputernya.
Darrel mendengus malas. "Fine," lirih lelaki itu kemudian membuka bungkus makanannya.
"Lex ...." Setelah jeda sepuluh menit Darrel kembali memanggil Alexis.
"Ada apa?"
"Tomat itu sayuran atau buah sih sebenarnya?" tanya Darrel sambil menyantap makanannya.
"Menurutmu?" Alexis masih fokus dengan komputernya.
"Jika aku tahu aku tak akan tanya, Bodoh," ujar Darrel.
"Menurutku, tomat itu buah. Kenapa? Karena tomat memiliki biji di dalamnya," ujar Alexis tanpa menatap Darrel.
Kemudian jeda beberapa menit.
"Lex."
"Hm?"
"Lalu mengapa manusia memiliki alis?" tanya Darrel masih dengan menyantap makanannya.
Seketika jari Alexis berhenti bergerak. Dahinya mengerut. Sebenarnya apa permasalahan Darrel hingga lelaki itu menanyakan pertanyaan yang sangat amat tidak penting.
Alexis menoleh lalu menatap Darrel dengan ekspresi aneh. "Bayangkan saja jika kau tak memiliki alis. Apakah akan ada orang yang menyukaimu?"
Tawa Darrel kemudian pecah, ia bahkan tersedak. Dengan cepat lelaki itu langsung meneguk minumannya hingga batuknya reda.
"Kau tahu, semua pertanyaanmu itu sangat konyol!" ujar Alexis kesal.
Darrel menahan tawanya. "Jika tidak begitu, kau pasti tak akan menatapku."
Alexis menyeringai malas lalu kembali fokus pada komputernya.
"Anyway, Lex—"
"Apa lagi?!" geram Alexis.
"Hei, tenanglah! Kali ini aku serius."
Alexis menghela napasnya. "Apa?"
"Malam ini akan ada acara amal dan aku tak mau datang sendirian. Jadi kau akan menemani aku nanti. Oke?"
Alexis kembali menghentikan pekerjaannya. Ia lalu memutar kursinya agar bisa benar-benar menatap Darrel.
"Yang dimaksud acara amal di kalanganmu pasti adalah pesta, bukan?"
"Tentu, menurutmu apa lagi?"
"Tidak, aku tidak mau."
Dahi Darrel mengerut. "Kenapa memangnya?"
"Aku tidak suka pesta, terlebih lagi bertemu dengan orang-orang kalanganmu. Itu pasti sangat membosankan. Lebih baik kau cari orang lain saja."
"Well, kau yang carikan kalau begitu."
"What?!"
"Ya sudah, lebih baik dirimu yang menemaniku."
"No way, Darrel!"
"Kalau begitu, pukul tiga siang kau harus sudah mendapatkan orang yang akan menemaniku. Dan kau memiliki waktu satu jam mulai dari sekarang."
"Are you insane?!" pekik Alexis dengan tatapan mata lebar.
Dengan cuek Darrel mengedikkan bahunya. "I'm waiting." Lalu menatap arloji yang ada di pergelangan tangannya.
Alexis mengedarkan pandangannya, kemudian ia melihat seorang perempuan yang berjalan melewati ruangan Alexis.
"Camellia!"
Mendengar Alexis yang memanggilnya Camellia langsung menghentikan langkahnya, ia menengok ke dalam ruangan Alexis. "Ada apa?"
"Darrel butuh teman ke pesta malam ini. Apakah kau mau menemaninya?"
Camellia terdiam, dahinya kemudian mengerut ia beralih menatap Darrel perlahan Camellia menggeleng. "No, thanks. Aku sibuk malam ini." Lalu ia pergi melanjutkan langkahnya.
Seperginya Camellia, terdengar kekehan Darrel.
Alexis berdecak keras, ia melirik Darrel dengan tajam. "Fine! I'll go with you!" ujar Alexis menyerah.
Darrel tersenyum puas. "Bagus, aku akan menjemputmu pukul tujuh nanti." Lalu lelaki itu beranjak berdiri kembali memakai jas hitamnya dan merapikan penampilannya.
Sementara Alexis menatap Darrel dengan sengit.
"Sepertinya kau perlu cermin di ruangan ini Lex agar aku bisa merapikan penampilanku dengan benar setiap aku datang ke sini."
"Kau pikir ruanganku ini fitting room?!"
Darrel terkekeh geli. "Aku pergi dulu, sampai jumpa nanti. Oh ya, aku sarankan pilihlah dress berwarna merah. Kau pasti akan terlihat lebih seksi."
Dengan hitungan detik Alexis melempar Darrel dengan koran yang ada di meja kerjanya sementara Darrel tertawa keras sambil berlari keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Right
RomanceAlexis pattinson dan Darrel Kneiling sudah bersahabat sejak kecil, hubungan mereka berubah menjadi sedikit lebih rumit ketika Darrel menyatakan cinta kepada Alexis. *** Bagi Darrel, Alexis hanyalah perempuan tomboy sekaligus menyebalkan yang hingga...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi