"Lex, bisakah lebih cepat?!" Darrel di samping Alexis yang sedang menyetir duduk dengan gusar.
Alexis berusaha menahan dengusannya. Bagi Alexis kini ia menyetir sudah dengan kecepatan yang tinggi sementara Darrel di sampingnya tak mau diam dan tenang. Ia masih ingin hidup dan yang benar saja, mengikuti kemauan Darrel sama saja akan mendekatkannya dengan kematian.
"Cepatlah!"
Alexis melirik Darrel lewat sudut matanya. Ia sudah berkali-kali mengatakan kalimat menenangkan untuk lelaki itu, namun nampaknya tak berpengaruh sama sekali.
"Darrel, kita pasti akan menemukannya. Kau hanya perlu tenang oke?"
Darrel tak menghiraukan ucapan Alexis, lelaki itu sibuk mengutak-atik ponselnya sambil sesekali melirik jendela mobil. Alexis menghela napasnya perlahan sementara jarinya semakin erat memegang setir mobil.
***
Alexis dan Darrel berjalan dengan langkah lebar mengitari bandara. Mata mereka terus bergerak untuk mencari keberadaan Melanie.
Alexis lalu memutuskan untuk mencari ke arah yang berbeda dengan Darrel.
Ia melirik jam tangannya.
Pukul sepuluh malam. Rasanya sangat tidak mungkin menemukan Melanie di bandara yang luas ini hanya dengan berkeliling saja.
Akhirnya ia memutuskan untuk mendatangi tempat informasi bandara.
Sementara itu, di tempat yang berbeda Darrel sedang menatap flight information. Ia bahkan tak tahu ke mana Melanie pergi, sementara itu pilihan untuk mencarinya di bandara adalah ide dari Alexis. Awalnya Darrel menolak, namun dengan memikirkan kemungkinan bahwa bisa saja Melanie masih berada di sini membuatnya menuruti Alexis.
Namun, nyatanya, ia tak menemukan wanita itu padahal sudah satu jam lebih ia berkeliling.
Darrel melangkah untuk mencari tempat duduk. Tak lama kemudian Alexis datang dan menatap Darrel yang sedang menatap lantai.
"I can't find her."
Darrel mendongak, menatap wajah lelah Alexis.
"Ayo kita pulang, besok aku akan menyuruh orang untuk mencarinya."
Lalu Darrel melangkah mendahului Alexis menuju tempat parkir.
Sementara itu Alexis hanya bisa menatap punggung lelaki yang berjalan lebih dulu di depannya. Ia sangat khawatir dengan kondisi Darrel saat ini. Entah bagaimana perasaannya, yang pasti Darrel pasti sedang sangat tidak baik-baik saja.
***
Alexis membawa dua gelas teh hangat menuju balkon kamar apartemen Darrel.
Lelaki itu sedang bersandar di besi pembatas dengan pandangan mengarah ke udara bebas.
Malam ini mendung. Tak ada satu pun bintang di atas sana.
"Darrel."
Darrel menoleh, menatap Alexis sedang menyodorkan segelas teh hangat kepadanya.
"Thanks," lirih lelaki itu lalu menerimanya dan kembali menatap pemandangan kota di luar sana.
"Kau baik-baik saja?" tanya Alexis berdiri di samping Darrel.
Darrel menggeleng pelan. "Entahlah ...."
Alexis menatap wajah Darrel dari sudut matanya. Lelaki itu terlihat sangat lelah.
"Kau harus istirahat, ini sudah sangat larut."
Darrel menyeruput tehnya.
"Kau benar."
"Baiklah ... aku akan pulang kalau begitu."
"..."
"Selamat malam."
"Alexis."
Alexis mengurungkan langkahnya.
"Temani aku malam ini?"
Dahi wanita itu mengerut menatap Darrel yang sedang menatapnya dengan bingung.
"Please."
Namun, akhirnya Alexis mengangguk.
Alexis melepaskan army jacket-nya lalu menaruhnya di sofa yang ada di kamar Darrel. Sementara Darrel melangkah dari kamar mandi dengan pakaian yang lebih santai. Lelaki itu menaiki ranjangnya lalu berbaring dengan nyaman dan menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut.
Darrel memejamkan matanya, namun beberapa menit kemudian ia membukanya kembali. Ia menatap Alexis yang sudah berbaring di sofa.
"Kau yakin akan tidur di sana?"
Alexis menoleh. "Tentu, kenapa memangnya?"
Darrel menggeleng, ia kemudian memiringkan tubuhnya menghadap Alexis.
"Thank you, Lex."
Alexis mengangguk. "Anytime."
Dan mereka lalu menutup mata bersamaan menuju ke alam tidur masing-masing.
***
"Aku tidak tahu, terakhir aku bertemu dengannya itu beberapa hari yang lalu. Ia sangat sulit untuk dihubungi. Tentu. Ya ... akan kuhubungi lagi nanti."
Alexis mengerjapkan matanya. Ia terbangun kembali ke alam nyata. Wanita itu lalu meregangkan tubuhnya. Ia membuka matanya, dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah Darrel dengan pakaian kantornya sedang mengutak-atik ponselnya.
"Good morning," ujar Alexis dengan suara paraunya.
Darrel mengalihkan pandangannya ke Alexis. "Morning," sapa Darrel kemudian kembali fokus pada ponselnya.
Alexis beranjak duduk, mengusap wajahnya lalu bersandar ke sofa.
"Aku akan pergi ke kantor," ujar Darrel merapikan jasnya kemudian hendak melangkah keluar.
"Darrel."
Ketika Alexis memanggilnya, Darrel menghentikan langkahnya.
"Tidak jadi," ujarnya sambil menggeleng.
Darrel kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan Alexis di kamar.
Sementara Alexis masih duduk sambil menahan gejolak di hatinya.
Awalnya ia ingin menawarkan sarapan kepada Darrel, namun Alexis akhirnya mengurungkannya. Sepertinya Darrel masih dengan suasana hati yang kacau dan Alexis tidak ingin mengganggu lelaki itu dan membuatnya menjadi lebih buruk. Meskipun ini bukan pertama kalinya Alexis ikut campur dalam permasalahan Darrel dan Melanie, namun ini adalah yang paling buruk, sebelumnya sekacau apa pun masalah mereka berdua, Melanie tidak akan pernah pergi dan menghilang begitu saja.
Alexis tahu Melanie tidak akan berani melakukan itu karena ia juga sangat mencintai Darrel. Tapi saat ini, hal yang tidak pernah dibayangkan itu terjadi, entah ke mana Melanie pergi yang pasti hal itu pasti akan sangat mempengaruhi Darrel. Membayangkannya Alexis mendadak tak sanggup, entah akan sampai kapan ia selalu menjadi rumah di saat Darrel kacau, dan menyadari hal itu ada sedikit perasaan tak terima dalam benak Alexis.
Dengan keras Alexis menggeleng, mengapa perasaannya menjadi tidak jelas di saat pagi-pagi seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Right
Roman d'amourAlexis pattinson dan Darrel Kneiling sudah bersahabat sejak kecil, hubungan mereka berubah menjadi sedikit lebih rumit ketika Darrel menyatakan cinta kepada Alexis. *** Bagi Darrel, Alexis hanyalah perempuan tomboy sekaligus menyebalkan yang hingga...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi