Elo? #5

773 103 46
                                    

Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam kamar hotel yang Maura tempati sehingga mengganggu tidur cantinya gadis itu. Ia menggeliat seperti ulat kecil ke kanan dan ke kiri. Hingga akhirnya ia tersadar kepalanya terbentur dengan meja di sebelah tempat tidur.

"Aw!" Ringis Maura kesakitan.

Maura membuka matanya perlahan dan mengusap bagian kepalanya yang terbentur dengan meja. Kepalanya terasa sedikit sakit dan perih, karena kesal ia memukul meja itu dan memarahinya.

"Dasar meja sialan! Udah matahari ganggu ditambah lagi elo!" Omel Maura sambil bangkit dari tempat tidur, lalu ia mengambil air minum di meja.

Kemudian gadis itu berbalik badan, menatap liar sekitar pantai dari dalam kamar. Tiba - tiba matanya menangkap sebuah keluarga yang terlihat harmonis. Maura iri dengan mereka. Perempuan yang terlihat sebaya dengannya juga terlihat romantis dengan lelaki disampingnya.

Andai saja dirinya seperti itu, Ayahnya dapat menyetujui hubungan dirinya dengan Rio. Mungkin saat ini hubungan mereka akan menjadi harmonis, seperti keluarga itu.

Baginya, Ayahnya itu sudah keterlaluan. Hingga akhir hayat Rio pun Ayahnya tetap membencinya. Entah hingga kapan, ia berharap Ayahnya dapat menghapus rasa benci dan ketidaksukaannya itu terhadap Rio.

Tok.. Tok...

Pintu kamar Maura terdengar ada yang mengetuk, gadis itu langsung menghampiri dan membukakan pintu.

"Permisi dek, ini sarapan pagi nya." Kata seorang Ibu separuh baya. Sepertinya ia pekerja di hotel itu sama seperti Ibu Indah.

"Terima kasih, bu." Jawab Maura sopan.

Ibu itu mengangguk dan tersenyum kemudian berlalu meninggalkan Maura yang masih berdiri mematung di depan pintu kamarnya. Sedetik kemudian, ia ingat dengan Ibu Indah. Orang yang kemarin menolongnya dari mimpi sialan itu.

Maura buru - buru meletakan makanan di atas meja dan mengejar ibu yang tadi mengantarkannya sarapan pagi.

"Ibu tunggu!"

Ibu itu berhenti dan membalikkan badan, "Ada apa?"

"Bu Indah kemana ya bu?" Tanya Maura.

"Masih di rumah sepertinya dek."

Maura mengangguk, "Makasih bu."

Kemudian Ibu itu berlalu, Maura kembali ke kamarnya dan menikmati sarapan paginya.

Menu sarapan pagi disini yaitu burgernya yang juicy, saladnya yang segar dan kopinya yang harum membuat menggugah selera. Sebenarnya Maura tidak menyukai kopi, namun saat ia mencoba kopi itu ia menjadi suka dan ia tertarik untuk memesannya lagi.

Setelah sarapan, Maura pergi ke kamar mandi untuk melakukan ritual manusia pada umumnya dikamar mandi.

***
Kalau boleh jujur, sebenarnya Maura merasa kesepian disini, tidak ada orang yang menemaninya, ia juga bingung ingin mencurahkan hatinya kepada siapa.

Ia rindu Mamanya yang selalu mengerti dirinya, yang selalu mau mendengarkan curahan hatinya dan bagi Maura, Mamanya itu tidak hanya menjadi sosok orangtua namun menjadi sosok sahabat sekalipun.

Andai saja ada Mama disini, oh atau andai saja ia dapat menelpon Mamanya walau hanya sebentar, namun Maura tidak mau karena ia masih ingin disini menenangkan diri.

Tiba - tiba ia teringat ucapan Ibu Indah, "Kalau ada apa - apa, jangan sungkan untuk bercerita kepada saya. Rumah saya dibelakang hotel ini. Tapi saya tidak memaksa kalau kamu gak mau."

Maura tersenyum mengingat pesan Ibu Indah dan ia langsung bersiap - siap untuk pergi ke rumah beliau. Tak lupa ia membawa tas dompet dan ponselnya kemudian ia mengunci kamar hotelnya dan bergegas kerumah Ibu Indah.

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang